Matahari yang menampakkan sinarnya, menyinari gadis manis yang berjalan di halaman sekolahnya. Alicia. Yaps benar saja, gadis itu bernama Alicia. Lebih tepatnya Alicia Renova. Bersekolah di SMA 5 Jakarta, siswa kelas 11 yang pandai dan berprestasi. Tak sedikit pula, yang mengagumi sosok Alicia. Dirinya yang baik, humoris, cerewet juga tentunya, mudah bergaul. Siapa sih yang tidak menyukai dan ingin menjadi temannya? Apa lagi, banyak pria juga yang ingin berpacaran dengannya.
Selama hidupnya, ia belum pernah berpacaran dengan pria manapun dan menutup dirinya untuk pria yang menyukainya. Sampai pada waktunya, Alicia memutuskan untuk menjalin hubungan dengan sahabatnya yaitu Vino. Karena merasa dirinya sudah cocok dalam segala hal dengan dirinya.
Namun, sangat disayangkan. Alicia sangat lambat dalam perjalanan cintanya, Stevi sahabat Alicia. Telah berpacaran dengan Vino. Sungguh malang nasibnya, harus menerima kenyataan bahwa pria yang ia suka berpacaran dengan sahabatnya sendiri.
“Lic, Stevi sama Vino udah jadian.” Aulia berbicara pada Alic.
“Ah yang bener? Kok aku baru tahu sih?” ucapku kaget.
“Upss. Sorry. Aku lupa tidak memberitahumu!” jawabnya.
“Iya, tidak apa-apa.Tapi baru saja aku ketemu dengan Stevi, dia tidak berbicara apapun?” tanya Alic kembali.
“Mungkin saja dia malu terhadapmu.” Jawabnya tersenyum.
“Kamu senangkan, Vino dan Stevi jadian?” tanyanya lagi.
“Senanglah. Apa lagi mereka sahabat aku termasuk kamu juga.” Jawab Alic yang sang senang, padahal dirinya tidak suka mendengar hal itu.
Sebenarnya, Alic menyukai Vino sejak lama, bahkan ketika ia duduk di bangku kelas 10 dan sampai saat ini pun Alic enggan mengungkapkan perasaannya. Mendengarnya saja telah membuat hatinya hancur berkeping-keping.
Hari-hari telah berlalu. Alicia selalu menanyakan kabar hubungan Vino dan Stevi. Kenapa Alicia selalu menanyakannya? Karena ia tidak mau pria yang ia sayangi disakiti oleh wanita manapun.
Tak terasa satu minggu sudah berlalu, hubungan Vino dan Stevi tak begitu harmonis. Dapat dikatakan ada orang ketiga di antara mereka, yaitu Alex. Seorang pria yang menyukai Stevi dan bodohnya wanita itu dengan mudahnya terpesona dengan Alex.
Alicia, mengetahui kejadian itu dari Aulia, ia jarang bertemu dengan Stevi yang sibuk dengan tugas sekolahnya.
“Stevi selingkuh Lic.” Ucap Aulia tiba-tiba.
“Sulit dipercaya untuk itu.” Ungkap Alice tidak percaya.
“Kenapa , akhir-akhir ini kamu juga menanyakan Vino saja?” ucap Aulia dengan tatapan yang penuh curiga.
“Apa jangan-jangan, kamu suka sama Vino?” lanjutnya dengan nada yang menerkam.
Alicia hanya berdiam diri saja.
“Jujur Lic kepadaku, kamu menyukainyakan?”
“Sebenernya, iya memang aku menyukainya.” Jawab Alic sedikit takut.
“Seharusnya berbicaralah sejak awal, maka semuanya tidak akan seperti ini.” Aulia berkata dengan lesu.
“Kenapa berbicara seperti itu Aul?” tanya Alic.
“Lagipula, aku tak seyakin itu Stevi bisa setia dengan Vino. Seharusnya yang jadian sama Vino itu kamu Lic.” Jawabnya dengan nada sedikit menyesal.
Keesoka harinyaAlicia mendengar dari Aulia jika mereka mengakhiri hubungan yang sudah tak bisa dibenahi kembali. Alicia sangat senang mendengar hal itu sekaligus benci dengan kejadian itu. Di mana sahabatnya sendiri harus menyakiti pria yang ia sayangi.
Stevi dimarahi habis-habisan oleh Alicia dan Aulia, ia menatap mereka berdua dengan wajah yang sidikit sebal. Sampai pada akhirnya terselesaikan, mereka berbaikan dan melupakan kejadian itu tetapi tidak disangka Stevi malah menjalin hubungan dengan Alex. Dan Alicia membiarkannya.
Lambat laun Vino mengetahui jika Alicia menyukainya. Vino mengetahuinya itu dari Aulia yang bercerita tentang perasaan Alic padanya, Vinopun menyadari hal itu. Aulia memutuskan unutk menjodohkan Alicia dengan Vino, mereka berdua menyetujui pendapat Aulia.
“Al, apakah kamu mau menerima Vino menjadi kekasihmu dan menerima apa adanya segala kekurangan Vino?”
“Iya aku menerimanya dengan senang hati.” Jawab Alic.
“Tapia da resikonya?” ungkap Aulia
“Apa resikonya?” tanya Alic.
“Resikonya, kamu harus berlapang dada jika Vino menolakmu.” Jelasnya.
“Aku akan menanggung segala resiko itu. Yang jelas apapun itu aku menerima.” Jawab Alic tegas sambil tersenyum.
Aulia bertanya kepada Vino mengenai perasaannya dengan Alice.
“Iya, aku terima segala kekurangan Alic.” Jawabnya tegas.
Tak lama kemudian, Vino tersenyum lebar pada Alicia. Mereka menjalani hubungan dengan penuh suka, duka, riang dan gembira. Hampir tak pernah ada masalah dengan mereka karena hubungan mereka selalu dilandasi dengan penuh kasih sayang dan kepercayaan.
Tujuh bulan telah berlalu, tiba saatnya hari ulang tahun Alic yang ke 16 tahun. Ia merayakannya dengan sahabat-sahabatnya dan begitupun Vino menghadiri perayaan ulang tahun Alic. Sayangnya, Vino tak memberikan apapun namun ia hanya memberikan doa terbaik untuk Alic dan itu saja sudsah lebih dari cukup baginya. Semua orang memberikannya selamat atas bertambahnya umur Alic.
Selepas perayaan itu, para sahabatnya mendengar jika Alicia akan pinah rumah ke luar kota. Tepatnya ke Surabaya bersama orangtuanya. Merekapun kaget dan tak menyangka, begitupun Vino yang sama kagetnya.
“Al, bener kamu mau pindah?” tanya salah satu sahabatku.
“Iya, aku mau pindah ke Surabaya.” Jawabku.
“Tapi kenapa kamu pindah? Apa kamu sudah tidak betah lagi di sini?” kata Aulia yang bersedih.
“Aku sebenernya juga tidak ingin berpisah dari kalian.” Ucap Alic yang bersedih juga.
“Aku tidak ingin kehilangan kamu?” kata Aulia bersedih.
“Aku juga tidak ingin berpisah sama kamu dan yang lainnya, tetapi aku tidak bisa menentang perkataan orangtua aku!” Alicia menjawabnya.
Saatnya tiba sahabat-sahabat Alicia berkumpul dan memberikan kata-kata perpisahan dan kenang-kenang padanya. Sebelum Alic pergi ada seorang pria yang mengatakan sesuatu terhadapnya,
“Al, jangan pernah lupain aku sampe kapanpun.”
“Aku tidak akan pernah melupakanmu sampai kapanpun juga!” jawab Alic.
Pria itu adalah Vino yang langsung berjabat tangan dan pergi meninggalkan Alic.
Kepergian Alicia diiringi dengan kesedihan sahabat-sahabatnya begitupun Vino yang sangat kehilangan Alic. Mereka tak rela jika Alicia pergi ke Surabaya dan meninggalkan Ibu Kota.
***
Sudah satu setengah tahun Alicia di Surabaya, terkadang Alicia dengan keras memikirkan Vino. Tahun baru mulai menjelang saatnya ia berlibur ke Jakarta bersama orangtuanya dan bertemu dengan saudara-saudaranya, sahabat-sahabatnya, dan masih banyak lagi.
Diva yaitu teman sekaligus sahabat Alicia dan memberitahukan jika Vino sudah menjalin hubungan dengan gadis yang ia kenal juga. Alici merasa kecewa dengan berita itu, tetapi ia berusaha optimis pada kenyataan.
Tak lama kemudian ia bertemu dengan Vino dan menyapanya.
“Eh Alic, kamu apa kabar?” tanyannya.
“Kabar aku baik, kabar kamu gimana?” Alicia berbalik bertanya.
“Kabar aku baik, seperti yang kamu lihat.” Jawabnya.
Setia melihat Vino, hati Alicia bedebar begitu kencang.
Keesokan harinya Alicia bertemu dengan saudaranya yang bernama Bian, dia juga teman dekat Vino. Alicia menanyakan tentang Vino pada Bian, apakah ia telah memiliki kekasih atau belum.
“Vino, tidak mempunyai kekasih selama ini yang aku tahu.” Bian berkata seperti itu.
Seandainya Vino memiliki kekasih, pasti dia akan bercerita kepada teman dekatnya yaitu Bian.
Alicia berkata dalam lubuk hatinya yang paling dalam.
“Vin. Apakah aku masih di hati kamu? Aku harap kamu tidak akan melupakan kata-kata kamu waktu itu. Atau kamu sudah mempunyai gadis lain yang mengisi hati kamu?”
Kata-kata itu selalu mnjadi pertanyaan Alicia sampai saat ini. Ia tidak tahu apakah dirinya masih ada di hati Vino atau sebaliknya. Jawaban itu tentu saja berada di hati Vino sendiri.