Loading...
Logo TinLit
Read Story - Rumah
MENU
About Us  

 

   Aku berlari. Terus berlari. Setidaknya sampai aku tidak berada di antara kerumunan manusia. "Terus lari Ren, jangan berhenti!!" otakku terus berkata begitu. Sudah hampir dua blok aku berlari. Dan aku tidak merasa lelah sedikit pun. Ya mungkin ini jati diriku, sebagai seorang pelari. Aku memperlambat langkahku. Disini sudah tidak terlalu ramai, mungkin aku bisa menikmati pemandangan gedung di sore hari dengan berjalan. Lama aku berjalan tanpa memikirkan apapun malah membuatku haus. Aku segera mencari kedai favoritku. Ah Rosie's, memang kecil namun bisa mengingatkanku akan rumah. "Cokelat panasnya satu saja" ucapku seramah mungkin kepada pelayan. Situasi belakangan ini membuatku sulit kembali ceria. Seperti ada yang mengambil karakter Joy-ku. Kemana kamu Joy? Apa kamu pergi melintasi ribuan rak memori bersama Sadness? Kuseruput minumanku. Ada marshmallow didalamnya. Rasanya benar-benar membuatku rindu akan rumah.

 

   Tak terasa air mataku sudah menetes. Kutundukkan kepalaku untuk menghindari tatapan aneh dari pelanggan disini walau aku yakin sebenarnya tidak ada yang benar-benar peduli. "Hey tetangga" ucap suara yang terdengar asing. Kuseka air mataku lalu mendongak. "Oh, hai Nata". "Kenapa kamu?" dia langsung duduk dihadapanku. Aku menunduk terdiam, rasanya begitu sulit untuk sekedar menggerakkan bibir. "Gamau cerita nih?" lanjutnya. "Aku cuma takut. Bukan hal penting" aku berusaha tersenyum. Namun air mataku keluar lagi. Dan semakin deras. Pundakku ikut berguncang. "Takut apa?" suaranya merendah. "Bukan apa apa Nat!" aku membentaknya. Akalku kian memburuk. Aku menarik rambutku sendiri. Aku memekik sampai suaraku tak terdengar. "Kenapa semua begitu cepat" ucapku nyaris tak terdengar. Dia menanggapiku dengan senyuman. "Sial! aku pergi!" kukeluarkan selembar uang dua puluh ribu dan menindihnya dengan cangkir lalu pergi. "Tunggu!" ucapnya ikut berdiri tapi tak ku gubris. "Hey, mau lihat sesuatu yang keren?" dia mulai menyusulku. Aku berbalik menghadapnya lalu berkata "Jangan pernah berpikir untuk bisa menenangkanku". "Begini, aku tak tahu apa yang sedang atau telah kau hadapi, tapi..." aku mulai berbalik dan menjauhinya. "...saat aku sedang kacau, aku selalu berkata..." ku percepat langkah kakiku, perutku mulai mual mendengar ucapannya. "... 'semua orang sama menyedihkannya dengan ku, mereka..." aku mulai berlari sambil menutup pendengaranku. "... hanya lebih pintar berpura-pura' ".

 

   Bunyi aliran air menemani malamku. Kupejamkan kedua mataku. Jemariku sudah mengerut. Entah sudah berapa lama kuhabiskan waktu di kamar mandi. Memikirkan perkataan Nata yang seharusnya tidak kudengar. Dan pemikiran-pemikiran yang seharusnya tidak pernah kupikirkan. Sudah enam tahun kami bertetangga. Kami juga selalu sekolah di tempat yang sama. Namun kami tidak pernah saling bicara. Bahkan sekedar untuk berkata 'hai'. Dia introvert sama halnya denganku. Atau setidaknya itu yang kurasakan. Nata benar, aku hanya sedang marah. Esok adalah hari baru. Segera kukeringkan badanku lalu mengistirahatkannya. Benar saja esok adalah hari baru. Semua jadi terasa berbeda padaku. Entah ini karena ucapan Nata atau obat penenang yang kukonsumsi semalam. Namun badanku merasakan hal yang baru. Seperti perasaan saat pertama kali kamu menulis jurnal atau saat kamu memulai komitmen dengan sesuatu yang segar. Walau semua orang masih saja bersikap aneh, tapi kami atau aku masih bisa melewatinya. Mencari informasi, mengumpulkan berkas, bersosialisasi. Begitulah.

 

   "Oy tetangga" ada suara dari jauh memanggilku.

 

   "Maaf aku mengacaukanmu kemarin" dia Nata.

 

    "Tidak, aku yang salah. Maaf aku membentakmu" benar kan aku yang salah? Lama kami berbincang, sampai aku baru sadar itu adalah percakapan terlama yang pernah kulakukan. Dia juga mengajakku kerumahnya. Untuk melihat bintang katanya. Dia mengambil tangga dibalik pohon. Kami berdua naik ke atap rumahnya . Bercerita tentang rumahnya yang aneh. Tentang kejadian memalukan yang dialaminya saat kecil. Tentang banyak hal sampai matahari meninggalkan kami berdua. Bintang dan bulan yang harusnya bekerja pun sedang cuti dan digantikan oleh awan dan angin. Malam yang dingin. Malam yang kelam. Malam yang menyadarkanku satu hal, bahwa dia berusah selalu ada untukku.

 

   "Ya begitulah asal-usulnya" dia menaikkan bahunya.

 

   "Ya seaneh apapun rumahmu, tapi ga ada yang bisa gantiin perasaanmu tentang rumah itu sendiri. Tahu maksudku kan?" jawabku

 

   "Rumahku istanaku kan? Sekeren apapun tempat yang dikunjungi tapi ga ada yang bisa menandingi perasaan nyaman akan rumah" tambahnya menjelaskan.

 

   "Setuju" jawabku tersenyum. Namun senyumku mulai memudar. Sayangnya aku sudah tidak merasakan hal yang sama. Nata yang mengetahui perubahan raut wajahku mulai merangkulku.

 

   "Aku turut berduka, ya" ucapnya kemudian. Sejak Bapak meninggal. Semua jadi berbeda. Sulit sekali untuk bersosialisasi atau bertemu banyak orang. Rumah yang nyaman pun sudah tidak serasa seperti dulu. Aku bahkan tidak tahu dimana aku harus melanjutkan pendidikanku. Aku benar-benar kehilangan arah. Hening beberapa saat. Sampai ada bunyi halilintar memecah keheningan kami.

   

   "Aku benar-benar harus pergi sekarang" kukumpulkan sampah makanan ringan yang sempat kami makan bersama.

 

   "Tunggu" dia menahanku lalu mengambil sesuatu dari tasnya. Sebuah kotak.

 

   "Aku gatau kamu tau ini atau ngga. Aku lanjut kuliah di kota sebelah. Besok sudah harus kesana karena banyak yang harus diurus" dia berkata sambil menatap kotak itu. "Ini buatmu" lanjutnya. Aku mengambil kotak itu. Kenapa malah pergi? "Terimakasih" kuletakkan kotak itu dalam tas. Otakku masih kaget, dan hatiku berharap bahwa dia sedang melantur. "Besok keretaku berangkat jam 19:45 di peron 3" tambahnya lagi. Ternyata dia tidak bercanda. Aku menanggapinya dengan anggukan lalu pulang. Badanku linglung. Pikiranku benar-benar kosong. Tapi aku tahu arah tujuanku.

 

   Kepalaku langsung mendongak. Ya aku tahu arah tujuanku sekarang. Kukeluarkan uang selembar dua puluh ribu dan menindihnya dengan cangkir. Segera kutinggalkan Rosie's dan tak butuh lama aku mendapatkan taksi. Sekarang sudah pukul 18:59. Butuh waktu sekitar 20 menit untuk sampai ke stasiun. "Pak tolong agak cepat ya!" ucapku gelisah. Takut-takut jika dia sudah masuk ke kereta. Bodohnya aku tidak meminta nomornya saat itu.

 

   Peron 1. Terlalu banyak orang disini. Aneh juga banyak orang yang lebih suka bepergian di malam hari. Aku tidak yakin mampu  melewatinya. Tapi tahukah kamu? Perasaan aneh yang dapat memberimu energi lebih untuk melakukan hal gila. Ya seperti aku yang mampu melewati ratusan manusia hingga sampai di peron 3. Mungkin bukan hal gila bagimu. Tapi ini hal gila bagi seorang Renata. Mataku menjelajah di kawasan ini. Berusaha mencari wajah yang nampak familiar, wajah yang nampak teduh. Dengan mata sayunya, dia berdiri disana sama gelisahnya denganku seperti sedang menunggu seseorang. Sampai mata kami bertemu. Hati kami saling bicara. Dan mulutku mulai mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak ku ucap "Kamu adalah rumahku yang baru".

Tags: Romance

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dark Fantasia
5566      1790     2     
Fantasy
Suatu hari Robert, seorang pria paruh baya yang berprofesi sebagai pengusaha besar di bidang jasa dan dagang tiba-tiba jatuh sakit, dan dalam waktu yang singkat segala apa yang telah ia kumpulkan lenyap seketika untuk biaya pengobatannya. Robert yang jatuh miskin ditinggalkan istrinya, anaknya, kolega, dan semua orang terdekatnya karena dianggap sudah tidak berguna lagi. Harta dan koneksi yang...
THROUGH YOU
1409      905     14     
Short Story
Sometimes beautiful things are not seen; but felt.
Aquagenic Urticaria
0      0     0     
Romance
Mengidap penyakit alergi akan air yang bersuhu tinggi, membuatku seperti gadis berhati dingin yang anti sosial. Tak pernah menangis, tak pernah berbaur karena takut terkena keringat orang lain. Semua kulakukan hanya untuk bertahan hidup. Hal itu membuat duniaku yang berwarna terasa kelabu, sebelum aku menemukan dirimu dalam versi impianku.
Hematidrosis
443      305     3     
Short Story
Obat yang telah lama aku temukan kini harus aku jauhi, setidaknya aku pernah merasakan jika ada obat lain selain resep dari pihak medis--Igo. Kini aku merasakan bahwa dunia dan segala isinya tak pernah berpihak pada alur hidupku.
RUANGKASA
62      57     0     
Romance
Hujan mengantarkan ku padanya, seseorang dengan rambut cepak, mata cekung yang disamarkan oleh bingkai kacamata hitam, hidung mancung dengan rona kemerahan, dingin membuatnya berkali-kali memencet hidung menimbulkan rona kemerahan yang manis. Tahi lalat di atas bibir, dengan senyum tipis yang menambah karismanya semakin tajam. "Bisa tidak jadi anak jangan bandel, kalo hujan neduh bukan- ma...
My love doctor
325      275     1     
Romance
seorang Dokter berparas tampan berwajah oriental bernama Rezky Mahardika yang jatuh hati pada seorang Perawat Salsabila Annisa sejak pertama kali bertemu. Namun ada sebuah rahasia tentang Salsa (nama panggilan perawat) yang belum Dokter Rezky ketahui, hingga Dokter Rezky mengetahui tentang status Salsa serta masa lalunya . Salsa mengira setelah mengetahui tentang dirinya Dokter Rezky akan menja...
Cinta Semi
2941      1364     2     
Romance
Ketika sahabat baik Deon menyarankannya berpacaran, Deon menolak mentah-mentah. Ada hal yang lebih penting daripada pacaran. Karena itulah dia belajar terus-menerus tanpa kenal lelah mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter. Sebuah ambisi yang tidak banyak orang tahu. Namun takdir berkata lain. Seorang gadis yang selalu tidur di perpustakaan menarik perhatiannya. Gadis misterius serta peny...
Foodietophia
572      434     0     
Short Story
Food and Love
THE HISTORY OF PIPERALES
2247      930     2     
Fantasy
Kinan, seorang gadis tujuh belas tahun, terkejut ketika ia melihat gambar aneh pada pergelangan tangan kirinya. Mirip sebuah tato namun lebih menakutkan daripada tato. Ia mencoba menyembunyikan tato itu dari penglihatan kakaknya selama ia mencari tahu asal usul tato itu lewat sahabatnya, Brandon. Penelusurannya itu membuat Kinan bertemu dengan manusia bermuka datar bernama Pradipta. Walaupun begi...
Premium
Akai Ito (Complete)
6864      1423     2     
Romance
Apakah kalian percaya takdir? tanya Raka. Dua gadis kecil di sampingnya hanya terbengong mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Raka. Seorang gadis kecil dengan rambut sebahu dan pita kecil yang menghiasi sisi kanan rambutnya itupun menjawab. Aku percaya Raka. Aku percaya bahwa takdir itu ada sama dengan bagaimana aku percaya bahwa Allah itu ada. Suatu saat nanti jika kita bertiga nant...