CEROBONG
Asap terus mengepul dari cerobong pabrik di kaki bukit itu. Asap berlalu lalang mengganggu kesehatan orang-orang
“Dasar.. siapa pemilik pabrik itu ! apa Ia tidak tahu bahwa kami semua butuh menghirup udara segar ” Bentakku keras pada Parmin
“Tidak tahu Wan.. siapa pemiliknya. Saya hanya tahu setIap hari asap dari cerobong terus mengepul”
“Besok temani Aku pergi menemui pemilik pabrik itu ! akan Ku tegur Ia !”
Parmin hanya mengangguk dan kemudian pergi
***
“Sudah Pak.. tidak usah dibawa panjang masalah pabrik itu.. kita hanya orang kecil..”
“Lalu kalau kita orang kecil apa kita tidak patut mendapatakan udara yang bersih ! lihat anakmu itu , semenjak pabrik itu berdiri batuknya semakin parah !”
“Iya Pak.. Ibu tahu tapi tidak seharusnya kita bersikap seperti ini Pak.. Ibu hanya takut jika Bapak akan mendapatkan tanggapan yang tidak baik dari pabrik itu..”
“Bapak tidak peduli ! besok Bapak akan datang ke pabrik itu” Aku pun segera meninggalkan istriku dengan rasa jngkel.
Ayam telah berkokok, bertanda pagi sudah datang. Aku segera mengambil wudlu dan menunaikan solat subuh. Ku sIapkan alat-alat untuk ke sawah. Sembari itu, istriku menyiapkan bekal untuk ku bawa.
“Bapak bawa saambal orek sama tahu ya hari ini..”
“Bawa apapun pasti akan kumakan. Aku pamit bu. Aku akan pulang agak sore nanti karena mau ke pabrik itu dulu”
“Sudah lah Pak.. Ibu bilang ndak usah cari Masalah”
Aku melihat istriku dengan tatapan tidak suka , karena keinginanku tidak mendapat dukungan sama sekali darinya. Kemudian Aku berlalu.
Ku dengar istriku berterIak “jangan Pak.. jangan lakukan” namun Aku tak menghiraukannya. Karena Aku akan terus berjuang mendapat kan hak yang telah kubawa sejak lahir. Yaitu bernafas dengan udara yang bersih.
Sesampainya di sawah Parmin sudah setengah mencangkul. Aku pun segera mengambil cangkulku dan kemuIan bekerja.
“ Rasa-rasanya Aku takut jikalau harus berhadapan dengan atasan pabrik itu. Nanti kamu ke pabrik sendriri saja. Jangan ajak-ajak Aku.. “
“Itu namanya tidak setia kawan Min.. kamu dan Aku ini kan sudah lama kenal bahkan dari kita Masih kecil. Kemana-mana berdua, apa kamu biarkan Aku sendiri menghadapi manusia serakah pemilik pabrik itu ? ”
“Bukannya begitu Wan.. Aku tidak mau terlibat urusan yang panjang dengan orang-orang besar. Aku sudah bisa makan dan hidup tenang Aku sudah lega rasanya. Keluargaku bahagia dan semuanya sehat”
“O.. kamu belum tahu Min satu atau dua bulan lagi kebahagiaanmu itu akan hilang. Apa kamu bisa bertahan dengan udara yang keruh seperti ini ? anak dan istrimu akan sakit karena menghirup udara kotor !”
“Sudahlah Wan.. jangan seperti itu. Pokokknya Aku sudah bilang, jangan mencari urusan dengan orang-orang besar”
“Sudah Min.. terserah kamu.. Aku akan pergi ke pabrik itu sekarang !” Aku pun segera memberesi alat-alat taniku dan berjalan cepat dengan rasa jengkel.
***
Hari ini membuatku agak sedikit kehilangan semangat, karena tujuanku datang ke pabrik itu belum terpenuhi , Aku gagal menemui pemilik pabrik itu, hingga Aku pulang dengan tangan kosong. Aku lihat dari jauh asap terus mengepul dari cerobong pabrik itu, sambil bersandar Aku perhatikan baik-baik asap itu, asap yang kemungkinan akan mengotori pernafasanku setiap harinya.
“Pak.. kok tidak langsung Masuk.. ? Ibu sudah siapkan makanan lo.. ”
“Iya bu.. Bapak lagi memperhatikan asap yang terus mengepul itu, Bapak tadi datang kesana untuk menemui pemiliknya, namun tidak pemiliknya tidak datang ke pabrik hari ini ”
“Sudah lah Pak.. jangan lagi mengusik mereka, biarkanlah.. mereka orang-orang besar Pak, lah kita ini hanya orang kecil”
“Bu ! sIapa yang mengusik mereka, Bapak tidak ada nIat untuk mengusik mereka, merekalah yang mengusik ketenagan kita. Bukankah kita akan mati tanpa bernafas ? yakinlah satu atau dua tahun mendatang anak-anakmu akan keluar Masuk rumah sakit karena ini semua, Bapak sungguh kecewa, Ibu tidak mendukung Bapak !!” Bentakku keras pada istriku
Aku memang sungguh tidak suka dengan orang yang suka mengusik, maka dari itu sebisa mungkin Aku tidak mengusik orang lain. ini bukan Masalah sIapa yang terlihat mengusik dahulu. Jelas mereka yang mengusikku, bukan hanya Aku tapi semua orang yang ada di kampung ini, Sayangnya mereka tidak sadar bahwa mereka telah diusik. Membangun pabrik di kampungku yang bersih nan sejuk ini adalah sebuah usikan besar, terlebih pabrik itu selalu memuntahkan asap pekatnya dari cerobong-cerobong yang gagah berdiri tegak itu. Dan itu semua usikan yang mengusik hatiku untuk mengatasinya.
Pagi ini Aku sengaja tidak menyantap Masakan istriku yang telah sIap dihidangkan, Aku segera mengambil alat taniku dan bergegas untuk pergi ke sawah. Istriku mengekor di belakangku sambil membawakan rantang makanan, Aku hanya meliriknya sebagai tAnda penolakan dan wujud dari rasa marahku terhadapnya.
“Hanya Ia istri yang tidak mendukung suaminya demi sebuah kebaikan” Gerutuku sepanjang jalan.
Aku bekerja semauku saja hari ini, Aku bertekad untuk menemui kembali pemilik baprik itu, namun Aku berfikir bahwa jalan kekerasan bukanlah jalan yang tepat, sedang Aku harus mengehentikan kepulan asap yang setIap harinya selalu mengotori udara kampungku. Akhirnya sedikit ku redam emosiku dan mencoba menata hatiku utnuk bisa berbicara dengannya nanti dengan kepala dingin. Akhirnya kutepis semua setan-setan amarah yang bergelayut di dalam hatiku, seraya Aku terus membaca istighfar dan segera berkemas untuk pergi ke pabrik itu.
“O.. Mas nya lagi ya.. Masih mau ketemu sama pemilik pabrik ?” Sapa seorang penjaga di pabrik ini
“Iya Pak.. kira-kira Saya bisa tidak bertemu dengan tuan hari ini juga.. ?”
“Wah.. Bapak itu orang yang sibuk Mas, apa mau Saya buatkan janji dulu.. ” Tawarnya
Tanpa pikir panjang Akupun menyetujuinya,
“Baik Pak.. boleh, Saya mau bertemu dengan tuan besuk ya Pak.. bilang saja Saya asli orang kampung sini, ingin bertemu dengan beliau” kataku
“Baik Pak.. nanti Saya sampaikan, Bapak besuk datang kesini ya sebelum jam delapan pagi.. nanti kalau Bapak bisa, bearti Mas langsung bisa bertemu Bapak, tapi kalau tidak besuknya bisa datang lagi, ya pokoknya setiap hari lah Mas.. ”
“Baik Pak terimakasih..”
***
Malam ini, Aku hanya duduk-duduk saja di teras rumah sambil menyaksikan kepulan asap yang setia keluar dari cerobong itu, sambil mengamati beberapa lampu pabrik yang Masih menyala seperti Masih ada pekerja disana,
“Berapa gaji yang mereka dapatkan, hingga waktu istirahat mereka digunakan untuk bekerja” gerutuku.
Aku Masih tetap menatap dan sambil menerka-nerka apa yang harus besuk Aku ucapkan dihadapan tuan besar pabrik itu. Aku sungguh heran mengapa tidak ada satu orang pun yang berani berdiri di belakangku untuk mendukungku dalam Masalah ini, bahkan Parmin selaku sahabat baikku tak ada sedikitpun rasa pedulinya terhadap apa yang sedang Aku hadapi ini, semua tetanggaku menolak dan hampir tidak peduli bila nantinya Aku akan dikeroyok oleh anak buah tuan besar itu karena keberanIanku mengusik pabriknya. Padahal Aku melakukan ini semua juga untuk mereka, apa mereka tidak sesak menghirup udara yang bercampur dengan asap hitam limbah pabrik itu, Aku saja rasanya memilih untuk tidak bernafas apabila itu memang pilihan.
Untuk istriku, Aku tidak habis pikir padanya, apa Ia tega melihat putri kecil kami tertidur dengan suara nafas yang sedikit sesak, apa istriku tidak merasa kasihan padanya, apa Ia tidak sadar bahwa putrinya memiliki gangguan pada saluran pernafassannya, apa Ia tidak ingat bahwa kami telah menjual bebrerapa tanah untuk mengobatinya, lalu kenapa Ia tak mendukungku sama sekali dalam hal ini, ini semua Aku lakukan bagi kebaikan putrinya, maka Aku sungguh kecewa padanya. akhirya setelah lama Aku berfikir, akhirnya kau memutuskan untuk tidak lagi mengharapkan dukungan dari mereka, dan Aku akan berjalan sendiri menghadapi Masalah ini.
***
Senang sekali Aku rasanya bahwa pemilik pabrik itu dapat ditemui pagi ini, Aku dipersilahkan Masuk kedalamnya, Aku menunggu dengan tenang, mencoba merangkai kata yang sopa, dan mencoba menata hati agar tidak mudah emosi. Aku lihat sosok tinggi besar keluar dari sebuah ruangan, Ia memberikan salam padaku dan kemuIan Aku menjabat tanganya, belum sempat Aku berbicara Ia sudah mulai menebak maksud kedatanganku.
“Saya paham, kalu Anda ini pasti ingin protes kan dengan Masalah pendirian pabrik Saya ini ? Anda terganggu dengan pabrik Saya ? ”
”Jelas Saya terganggu..!” Nadaku agak sedikit meninggi
“O.. sabar saudara.. sabar.. jangan diselesaikan dengan amarah..”
“Saya memiliki gadis kecil yang baru berumur 4 tahun di rumah, setiap malam Saya mendengar suara nafasnya yang begitu berat, saluran pernafasannya terganggu sewaktu Ia Masih bayi, segala macam cara kami lakukan agar Ia sembuh, berpuluh-puluh meter sawah kami jual, agar Ia bisa sehat, setelah Ia sehat, cerobong Anda terus mengepul setIap harinya, memuntahkan asap hitam yang pekat, bertebaran ke seluruh kampung, bercampur dengan udara sejuk khas kampung kami, dan udara itu yang putri Saya hirup setiap harinya. Lalu apa Saya harus Iam dirumah, setelah apa yang Saya lakukan untuk kesembuhannya Anda renggut ?. Hal ini yang membuat Saya tidak terima !” Aku berkata sambil sesegukan
Tanpa kata, lelaki gagah itu meninggalkanku sendirIan di ruang itu, entah mengapa Ia meninggalkanku sendiri, Aku heran padanya, Ia menghindar dari masalah atau memang sedang membutuhkan waktu uuntuk berfikir setelah mendengan ceritaku. Sepuluh menit kemudian Ia tak kunjung menemuiku kembali, akhirnya ku putuskan untuk pulang. Di tengah perjalanan Aku terpikir bahwa pergi dari kampung ini adalah hal yang terbaik, Aku akan menjual sebagian sawahku untuk membeli tempat tinggal yang baru di kampung mertuaku. Aku sudah tidak lagi perduli dengan nasib mereka yang Masih setia diam disini tanpa melakukan penolakan, yang setiap harinya akan berkutat dengan asap pekat itu, Aku hanya ingin anakku sembuh, Aku hanya berharap kehidupanku, kesehatan anakku, kesehatan keluargaku akan menjadi lebih baik di tempat tinggalku yang baru.
***