Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ketika Allah Berkehendak lain
MENU
About Us  

 

            “kringg....kringg” suara alarm membangunkan ku. Jam menunjukkan pukul 03.00 terdengar sautan ayam jago yang bertasbih kepada Allah. Rasanya enggan beranjak dari tempat tidur, apalagi setelah menangis seharian suntuk. Tapi ku paksa diriku ke kamar mandi untuk berwudhu, kemudian salat tahajud. Setelah salam ku panjatkan doa untuk muslimin-muslimat. Didalam petengahan doa, ku selipkan cerita kepada Allah. “Ya Allah, hamba sangat menyayangi nya, mengapa ketika hamba semakin mencintainya dia malah pergi dari ku dan memilih wanita lain? Hamba sudah merancang rencana mimpi dengannya” tangisku serasa dunia akan kiamat. Maklum aku baru saja lulus dari SMA yang masih mencari jati diri dan terjebak cinta monyet. Kemudian ku akhiri doaku agar diberikan petunjuk yang terbaik untukku.

            Setiap hari ku merasa diselimuti oleh mendung tanpa setitik cahaya sekalipun. Segala cara sudah aku lakukan untuk melupakannya, mulai dari bercerita kepada sahabat, berdoa, dan menghibur diri, tetapi belum ada yang membantuku. Kesedihan ku memuncak ketika dia mengunggah foto dengan teman spesial nya. Apalagi hari ini H-1 tes masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Pikiran ku semakin buyar dan tidak bisa fokus  untuk mempersiapkan ujian di saat bimbel pun aku masih memikirkannya. Bayangan dan kenangan nya selalu membuatku meneteskan air mata. Disaat itu juga aku selalu menyalahkan diriku. “mengapa aku berani berbuat, tetapi tidak mau terima akibatnya?”

            Ujian masuk PTN pun berlangsung. Jantungku yang berdegup kencang, membuatku sedikit gugup. Aku mengerjakan yang sekiranya ku bisa. Setelah selesai mengerjakan, ku berdoa “Ya Allah semoga engaku kabulkan doaku, semoga kedokteran menjadi rizki ku”. Di lain sisi aku berpikir, memang bisa? Usahamu saja tidak maksimal?. Namun aku tetap berdoa karena tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.

            Sambil menunggu pengumuman ujian, aku memikirkan rencana-rencana untuk mempersiapkan kebutuhan kuliah, agar aku sedikit melupakan ingatanku tentang Arya. Ku rencanakan sebelum kuliah bisa nyantri di pesantren sambil les bahasa inggris di daerah Jawa Timur.

            Ketika hari H pengumuman ujian, hatiku berdebar-debar. Karena penasaran, ku masukkan no pendaftaran dan pin. “deg” hatiku serasa berhenti berdetak. Ya, permohonaan maaf  berwarna merah yang ku terima. Pikiran ku semakin gusar dan tak terasa air mataku menetes. “Ya Allah, hamba sudah berusaha dan berdoa? Mengapa hamba tidak lolos?” keluhku sambil meratapi nasib.

            “Bagaimana git? lolos?” mama menghampiriku. Aku masih diam seribu bahasa. Kemudian, ku peluk mama “maaf ma, Gita belum lolos” (sambil menangis tersedu-sedu). “tidak apa-apa Git, masih ada kesempatan lagi” mama mencoba menenangkanku.

            Sampai malam hari aku belum berani membuka hp karena ketakutan jika teman-teman menanyakan pengumuman PTN. Namun, karena penasaran aku buka hp. Di grup angkatan banyak kata-kata selamat. Dan kulihat ada nama Arya yang lolos seleksi PTN. Aku kembali menyalahkan nasibku “Ya Allah, mengapa Arya lolos? Dia lolos di fakultas hukum. Ya Allah berikan yang terbaik untuk hamba. Padahal aku ingin membuktikan aku bisa kuat tanpa dia Ya Allah”. Aku pun termenung beberapa saat hingga aku terlelap.

            Pagi hari aku enggan beranjak dari kasur karena masih merasa kecewa terhadap diriku. Sampai akhirnya mama mendatangi kamarku. “Git, ayo sarapan dulu.. tadi malam kamu belum makan” “nanti saja ma” jawabku lemas. “Git, jangan terlalu sedih menghadapi sesuatu, lagi pula masih ada kesempatan mengikuti ujian mandiri. Sekarang kan ujian mandiri menggunakan nilai hasil ujian masuk bersama jadi kamu tidak perlu tes lagi” mama berusaha membangkitkan semangatku. “Ia ma, Gita pasti ikut ujian mandiri”.

            Setelah mengikuti beberapa ujian mandiri, akhirnya aku diterima di salah satu PTN yang lumayan bergengsi, akan tetapi bukan jururan kedokteran yang aku harapkan. Tapi apa daya aku tetap mengambil jurusan kebidanan sesuai pengumuman yang aku terima. Aku malu jika aku tidak kuliah tahun ini dan berpikir kebidanan tidak terlalu jauh dengan kedokteran.

            Awal masuk kuliah aku semakin mengenal dunia kebidanan, dan itu sangat berbeda dengan kedokteran. Lingkup kebidanan hanya meliputi kesehatan ibu dan anak saja. Walaupun kuliah nya masih berasa terpaksa, aku berusaha beradaptasi. Aku juga mengikuti berbagai macam kegiatan yang diminati. Salah satunya kajian islami. Ada salah satu isi kajian yang benar-benar menghentak hatiku, yaitu mengenai pacaran. Didalam kajian dijelaskan bahwa didalam islam tidak ada istilah pacaran. Di dalam Al-Qur’an pun sudah jelas dikatakan untuk menjauhi zina. Bukankah pacaran adalah salah satu pintu gerbang dari zina? Kok bisa? Pacaran kan pasti berdua-duan (berkhalwat) nah, jika ada dua orang bukan makhram berduan maka orang ketiga nya adalah syaitan. Yang aneh lagi di zaman modern ini ada yang membuat peraturan aneh seperti kita tidak pegangan tangan kok, kita pacaran secara syar’i. Memang ada? Ajaran siapa? Ajaran syaitan? Sesungguhnya azab Allah itu sangat pedih. Lebih baik diejek jomblo di dunia dari pada kena azab di akhirat. Sebaiknya jika sudah mampu, menikah lah. Dan apabila belum mampu maka berpuasalah. Wa Allahu ‘alam..

            Setelah mendengar kajian tersebut, aku menjadi sadar bahwa pacaran juga banyak membawa hal buruk daripada kebaikannya. Dari hal itu aku menjadi bersemangat untuk melupakan Arya. Kalau Allah menakdirkan Arya untukku pasti dia akan kembali kepadaku kelak. Karena takdir Allah tidak pernah tertukar. Selain itu, lingkungan kuliah ku juga mendukung untuk tidak berpacaran. Mereka mengedepankan ridho Allah dan prestasi. Dalam hati aku bersyukur mendapatkan tempat kuliah bukan hanya mengedepankan ilmu dunia akan tetapi akhirat juga mempersiapkan bekal akhirat.

            Hari-hariku sekarang lebih berwarna walaupun keinginan ku untuk menjadi dokter masih membara, karena menjadi dokter adalah impiannya Arya. Aku ingin membuktikan bahwa aku bisa menjadi dokter tanpa semangat dari Arya. Kemudian, aku mendapatkan ide konyol untuk keluar dari perkuliahan kebidanan. Aku pun menyampaikan ide dan alasan yang membuat mama supaya menyetujui harapanku. “ma, Gita mau keluar dari kebidanan, Gita mau jadi dokter ma....” . mama menghela nafas dan menjawab “kamu yakin? Kamu memang bisa memastikan bisa diterima di kedokteran? mama tidak mau nanggung kalau kamu tidak diterima” “InsyaAllah bisa ma, aku mau bimbel” karena kata-kata dan penjelasanku lumayan membuat mama percaya, mama pun menyetujui nya.

            Namun, tak semudah membalikkan tangan, untuk mengurus pengunduran diri begitu berbelit-belit. Setiap dosen yang ku temui, menyarankan untuk tidak melepaskan kuliahku, karena IP ku lumayan bagus. Namun karena aku termasuk orang yang tak mudah menyerah, aku tetap mengurus surat-surat pengunduran diri.

            Setelah mengurus pengunduran diri, aku mendaftar di sebuah bimbingan belajar masuk perguruan tinggi negeri. Disana, aku belajar dengan serius. Tidak hanya belajar di bimbingan belajar, sampai rumah pun aku mengulangi pelajaran yang di pelajari dalam bimbel tersebut. Dan ketika diadakan tes uji coba pasti aku memasuki ranking 10 besar Tak lupa aku selalu melaksanakan sholat tahajud dan hajat untuk mendapatkan kemudahan dalam mengerjakan ujian. Aku selalu berdoa agar aku bisa menjadi dokter dan membuktikan kepada Arya.

            Persiapan matang sudah aku persiapkan hingga hari H ujian dimulai. Aku datang lebih awal supaya tidak gerogi dan tak lupa aku memulai mengerjakan soal dengan berdoa. Tak disangka-sangka ketika aku mengerjakan soal ujian, aku menjadi fobia terhadap soal matematika. Aku melihat soal tersebut seperti susah semua. Aku mulai gelisah sampai akhirnya aku hanya mampu mengerjakan 1 soal matematika. Disitu aku mulai menyesal karena aku terlalu grogi berlebihan hingga hanya bisa mengerjakan 1 soal. Penyesalan ku mulai memuncak ketika ternyata aku tidak teliti mengerjakan soal matematika. Dan sepertinya aku mendapatkan skor minus di matematika. namun, aku tidak langsung menyerah begitu saja, aku berdoa sambil menangis-nangis dan memohon kepada Allah. “Ya Allah hamba sudah berusaha dan berdoa aku berserah dirri mengenai hasil. Semoga kedokteran menjadi rezeki ku Aamiin”

            Ketika hari H pengumuman, seperti disambar petir disiang hari, aku kembali mendapatkan ucapan mohon maaf berwarna merah. Aku tidak bisa berbicara apapun sontak air mataku menetes “Ya Allah mengapa aku tidak lolos? Aku sudah belajar dengan tekun dan aku sudah berdoa untuk diberi kemudahan”. Ketika itu aku merasa bingung, aku bingung bagaimana memberi tau mama jika aku tidak lolos untuk kedua kalinya? Aku pasrah, air mataku pun masih saja menetes. Tapi karena tidak mau membuat mama sedih, aku berusaha untuk kuat, dan pelan-pelan ku dekati mama. “ma, Gita tidak lolos kedokteran lagi” “memang sudah pengumuman? Nak, mungkin impian mu menjadi dokter itu baik menurutmu, namun belum tentu baik menurut Allah” sontak aku memeluk mama dengan perasaan bersalah. “Ia ma, Gita salah, Gita terlalu memaksakan kehendak” “Ia sayang, mama harap kamu bisa belajar dari pengalaman –pengalaman mu ini,mama percaya, walaupun Gita tidak jadi dokter, Gita bisa menjadi orang sukses” “Ma, Gita sayang sekali sama mama, mama selalu mendukung Gita dan selalu menasihati Gita untuk menjadi orang yang lebih baik”  

            Akhirnya aku diterima di salah satu perguruan tinggi negeri yang lumayan bergengsi di jurusan teknologi pangan. Walaupun aku tidak bisa menjadi dokter, aku tidak pernah menyesali tindakan ku untuk melepas kebidanan. Dari kejadian-kejadian itu aku mendapatkan banyak pengalaman yang belum pernah aku dapatkan, yaitu mungkin apa yang menurut kita baik, namun belum tentu menurut Allah hal itu baik untuk kita. Kedua kita boleh pantang menyerah untuk menghadapi apapun namun yang perlu diingat, yaitu tidak baik terlalu memaksakan keinginan yang tidak akan dibawa mati. Ketiga, jika kita salah niat dalam melakukan sesuatu bisa jadi Allah tidak ridho, semua perbuatan di dunia seharusnya diniatkan untuk menggapai ridho Allah agar tidak salah langkah karena, tujuan hidup kita adalah untuk beribadah kepada Allah. Dan mulai detik ini, aku berjanji terhadap diriku untuk selalu mensyukuri nikmat Allah dan ikhlas menjalankan sesuatu yang telah menjadi takdir.

Biodata

Nama saya Ulfa Lutfi Marwatina

Sosmed           : IG : marwatina

Email              : lutfi_ulfa@yahoo.co.id

No hp              : 085643040918                                                                                   

 

Tags: godness

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags