“Beberapa orang tak pernah benar-benar kita tinggalkan, hanya tak lagi kita temui.”
Yuana tak pernah kembali ke kota itu.
Kota kecil tempat ia menghabiskan masa remaja—tempat ia belajar jatuh cinta,
dan tempat ia juga belajar bagaimana cara kehilangan tanpa benar-benar siap.
Ia meninggalkannya pelan-pelan,
seperti seseorang yang keluar dari kamar kenangan,
tanpa menutup pintu. Bukan karena ingin pergi,
tapi karena tak sanggup tinggal.
Sudah bertahun-tahun,
dan ia tahu ia tak bisa kembali.
Bukan karena tak tahu jalan pulang,
tapi karena yang ia cari di sana sudah tidak ada.
Sejak hari itu,
Yuana hidup dalam bentuk yang berbeda.
Ia belajar bagaimana tersenyum di tengah keramaian,
bagaimana berbicara tanpa menyebut nama yang ingin sekali ia panggil,
dan bagaimana mencintai seseorang…
tanpa pernah bisa memberi seluruh hatinya.