Loading...
Logo TinLit
Read Story - the Last Climbing
MENU
About Us  

Maryam kerap merasa kegiatannya biasa saja, tidak ada yang spesial untuk diposting di medsos. Sedangkan Marco tidak terlalu suka posting kegiatan climbing dan naik gunung di akun pribadinya, karena sering diintai oleh keluarganya, dan diomeli mamanya. Makanya Marco lebih sering mengunggah kegiatannya di akun milik organisasi Adventure. Maryam tidak follow akun Adventure, karena merasa bukan anggota.

Sebenarnya Maryam pengin follow akun the Adventure, tapi khawatir dipertanyakan, mau ngapain follow akun organisasi kampus yang tidak diikutinya? Maryam memang kerap merasa tidak percaya diri, dan penuh rasa khawatir jika ditolak oleh pihak lain. Efek dari beberapa kejadian di masa kecilnya, saat dirinya kerap ditolak ikut bermain oleh teman-teman di SD, karena dianggap anak miskin yang bajunya lusuh, sepatu butut.

Kali ini Maryam mengunggah video saat dirinya sedang mengajar di depan kelas, yang merekam adalah rekannya. Maryam ingin kegiatannya mengajar dapat terdokumentasi, dan bisa dilihat oleh keluarganya. Tidak disangka, Marco memberi komentar pada postingan itu.

[Ibu guru Maryam.] Itu komentar Marco, lalu ditambahi emoticon love. Cuma begitu saja, tapi mengundang beberapa komentar dari rekan-rekan Maryam di kampus. Komentar mereka tentu saja ada di postingan Maryam.

[Cie cie, dikasih lope sama si Abang.]

[Ukhti Maryam, kapan balik ke kampus? Kayaknya ada yang kangen tuh.]

 [Pulanglah Dek, sekarang Abang sudah bukan komandan lagi.] Itu komentar dari Cepi, anggota Adventure yang pernah jadi rekan sekelas Maryam.

Komentar Cepi dibalas oleh komentar Marco. [Cuci muka sana!]

Si Cepi membalas Marco. [Cukur rambut lo! Dah semester VIII masih gondrong! Norak lo!]

Lalu ada rekan Marco yang berkomentar juga. [Bakal hilang kekuatan Samson kalau rambutnya dicukur.]

[Gue bukan Samson.] Balas Marco.

[Saha maneh?] balas Cepi lagi. Maksudnya “siapa kamu?”

Marco membalas, [Aing maung.] tapi emot-nya kepala kucing.

Cepi komentar lagi, [Eta mah lain maung, tapi ucing gering] maksudnya “Itu bukan macan, tapi kucing yang lagi sakit.”

Maryam terkikik pelan membaca komentar yang saling berbalas itu.

***

Sore itu seusai kuliah, Marco tidak buru-buru pulang. Dia malas pulang, karena lebih sering menemukan kesunyian di rumahnya yang luas itu. Marco memilih ngobrol dengan beberapa anggota Adventure. Namun, ketika mereka pamit pulang, Marco tinggal sendirian. Marco belum berniat pulang, dia masih duduk di dalam homebase sembari mendengarkan musik.

Cepi masuk ke dalam homebase dengan membawa ransel besar, dia duduk dekat Marco sembari menggerutu.

“Gue mau nginap di homebase. Tempat kos gue lagi direnov kamar mandinya. Semua mampet, bau banget. Cuma satu kamar mandi yang berfungsi. Malas gue kudu antri setiap kali mau pake kamar mandi. Entar kalau septictank sudah disedot, kamar mandi semuanya sudah kelar direnov, baru gue mau balik ke tempat kos.”

Beberapa anggota Adventure kadang menginap di homebase, untuk banyak alasan. Homebase itu bisa jadi alternatif tempat mondok saat tak tahu harus kemana.

“Marco, lo nggak pulang, kan?”

“Ya udah, gue temenin lo mondok di sini ....” ucapan Marco tidak lanjut karena ada seseorang yang datang dan memotong ucapannya.

“Buat sementara, dilarang mondok di homebase!” Itu suara Raymond, komandan Adventure yang baru.

“Apa hak lo ngelarang kita?” tanya Marco.

“Gue lagi mendata aset organisasi, termasuk barang-barang dalam homebase. Untuk sementara jangan ada yang mondok di homebase supaya isi homebase aman.”

“Lo kira, kita mau nyolong?” Marco mulai kesal, “Semua barang dalam homebase ini adalah hasil upaya seluruh anggota Adventure! Semua anggota berhak memakai homebase kapan pun mereka mau, selama tidak bikin kerusakan di sini.”

Raymond bertolak pinggang, “Kalau gitu, apa gunanya kalian milih gue jadi komandan, kalau kalian nggak mau gue atur?”

“Gue nggak milih lo, Raymond!” tukas Marco.

“Tapi anggota lain milih gue, menghargai gue sebagai komandan, sebagai pemimpin yang sudah disepakati oleh mayoritas anggota. Anggota lain mau nurut sama aturan yang gue bikin!”

“Wah, ini dia orang pilihan .... the chosen person.” Cepi menyeringai.

Marco menimpali dengan gurauan, “Jangan ngomong pake bahasa enggres, entar dia kudu translate dulu, pusing kan?”

Raymond merasa diremehkan. “Hey Marco, waktu dulu elo jadi komandan Adventure, lo pikir gue milih lo? Nggak! Tapi gue ikut aturan lo waktu itu, karena gue menghargai orang yang memimpin organisasi ini. Nah, kalau sekarang ada satu oknum yang menolak kepemimpinan gue ... ya terserah! Tapi apa artinya orang sebiji, dibanding puluhan anggota aktif yang ngedukung gue?” Raymond mengambil kunci homebase dari lubang kuncinya.

“Arogan banget sih lo!” ujar Cepi, “Marco aja yang dua tahun jadi komandan, nggak pernah ngelarang anggota yang mau mondok di homebase. Oh iya, lo itu belum ikutan organisasi Adventure, waktu Marco dan para senior mengupayakan supaya organisasi ini punya markas permanen di kampus.”

Raymond tertawa mengejek. “Nggak perlu ungkit-ungkit lagi cerita lama, basi! Hei Marco, lo sudah lewat, mending lo minggir! Kuliah yang bener! Gue dengar-dengar, nilai ujian lo banyak yang nggak lulus, ya? Nah, sekarang waktunya lo konsentrasi kuliah! Malu nggak sih, kalau misalnya mantan komandan Adventure sampai di-DO dari kampus?”

Marco mulai emosi. “Nggak perlu ngedikte apa yang harus gue lakukan. Gue tau kalau lo marah soal latihan di Citatah kemarin, karena lo nggak mau gue ikut.”

“Terus kenapa lo malah ikut?”

Cepi yang menjawab, “Karena anggota yunior ingin Marco ikut, mereka merasa aman kalau Marco ada bersama mereka. Kalau lo mau dipatuhi sama seluruh anggota Adventure, maka buatlah mereka merasa aman dan nyaman, saat bersama lo.”

“Gue nggak butuh saran kalian. Pergi sana! Homebase mau gue kunci!”

Cepi bicara lagi, dengan nada lunak, “Raymond, biar bagaimanapun, aku dan Marco adalah senior kamu, di kampus ini, maupun di organisasi. Setidaknya kamu masih bisa menghargai kalau umurku dan Marco itu lebih tua dari kamu.”

“Kalian aja nggak pernah menghargai aku sebagai komandan Adventure, bagaimana aku bisa menghargai kalian?”

Marco membalas, “Berapa duit sih, harga diri lo?”

Wajah Raymond memerah menahan marah, dia hendak bergerak mendekati Marco. Lekas Cepi berdiri di antara keduanya. “Sudah Maghrib Bro, kita pergi aja. Masak lo mau ribut saat adzan Maghrib?” Akhirnya Cepi berhasil membuat Marco beranjak meninggalkan homebase.

Akan tetapi saat di teras, Marco menoleh ke arah Raymond yang sedang mengunci pintu homebase. “Raymond, lo kurang ajar! Suatu saat lo bakal tau rasa, karena sudah ngusir gue dari homebase!”

“Minggat sana! Nggak ada yang butuh lo!” jawab Raymond sembari berjalan meninggalkan homebase yang sudah terkunci, dan kuncinya dia yang bawa.

Beberapa saat kemudian Marco melarikan motornya pulang ke rumahnya nan sepi, kali ini bersama Cepi. Malam itu mereka makan bareng, mengobrol sembari nonton beberapa acara TV. Akhirnya keduanya tertidur di karpet ruang tengah rumah.

“Aku mau mati sebagai climber!”

Marco terbangun, istighfar beberapa kali. Mimpi kali ini lebih buruk. Pemanjat itu, yang berteriak mau mati sebagai climber, adalah dirinya!

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags