Maryam telah memperoleh beasiswa sejak memulai semester III. Di waktu luangnya yang sedikit, Maryam membuat peyek, di rumah seorang temannya yang dekat kampus. Maryam dan temannya memasarkan peyek buatan mereka ke kantin kampus, dan beberapa warung di sekitar kampus. Lumayan laris, tapi karena pendapatan harus dibagi dua, laba yang didapat Maryam tidak banyak.
Maryam tetap bersyukur, karena dari laba jualan peyek dia bisa menabung sedikit demi sedikit. Maryam ingin beli laptop untuk keperluan kuliah. Supaya jika ada tugas kuliah, dia tak perlu lagi pinjam laptop milik organisasi dakwah kampus. Malu rasanya, ketika mau pinjam, ternyata laptop itu lagi dipakai buat keperluan organisasi. Biasanya Maryam akan bilang pinjamnya nanti saja. Ya begitulah kalau pinjam, harus bersabar hingga orang lain selesai menggunakannya.
Suatu pagi Maryam sedang berjalan menuju kampus, membawa sekantong besar peyek. Baru masuk gerbang kampus, dia berpapasan dengan Marco yang hendak ke luar gerbang.
“Hei Ukhti, bawa apa itu?” tanya Marco.
Sepagi itu kampus masih sepi. Jika sudah ramai, Maryam tidak akan buru-buru menjawab, karena merasa tidak yakin jika dirinya yang diajak bicara oleh komandan organisasi pencinta alam yang ganteng itu.
“Ini peyek, mau dibawa ke kantin.”
“Kamu yang bikin?”
“Iya.”
Marco tersenyum. “Saya sering beli peyek di kantin kampus, ternyata peyek bikinan kamu. Boleh saya beli?”
“Boleh.” Maryam tersenyum, dan senyumnya makin lebar karena Marco memborong sepuluh bungkus peyek kacang dan teri.
“Nama kamu Maryam, kan? Saya dengar temanmu manggil kamu Maryam,”
“Iya.”
“Kamu di sini kos? Atau tinggal dengan ortu?”
“Saya kos.”
“Kamu aslinya dari mana, Maryam?”
“Cirebon.” Maryam melihat Marco mengenakan kaus bertuliskan “Turnamen Panjat Tebing”, lantas Maryam memberanikan diri bertanya. “Kamu mau ikut lomba?”
Marco bilang dia dan rekan-rekannya akan berangkat ke Pajajaran Sport Hall, ada turnamen panjat tebing yang akan mereka ikuti. Maksudnya tentu tebing buatan, yaitu climbing wall. Sebelum berangkat ke arena, mereka kumpul di kampus dan akan sarapan bersama. Mereka sudah masak nasi di rice cooker buat sarapan, dan bikin telur dadar buat teman makan nasi. Marco yang belum mau makan kalau tidak ada kerupuk atau apa saja yang kriuk, lantas hendak ke luar kampus untuk mencari warung yang sudah buka. Saat itulah dia berpapasan dengan Maryam.
“Kamu mau mampir dulu di homebase?” tanya Marco setelah memberikan uang 50 ribu pada Maryam, untuk harga 10 bungkus peyek. “Kita bareng sarapan.”
Karena merasa sudah familier dengan homebase itu, sudah dua kali Maryam memasak di homebase itu, maka Maryam melangkah ke pintu homebase, dia tidak masuk, hanya melongokkan kepala melihat orang-orang yang sedang makan.
“Hei Teteh, sini makan bareng!” ajak mereka.
“Iya, mangga tuang sing raos.” sahut Maryam dalam Bahasa Sunda, artinya "silakan makan enak."
Maryam melihat mereka makan nasi dengan telur dadar dan kecap. Lantas Marco memberikan lima bungkus peyek untuk teman-temannya itu, yang segera disambut dengan gembira. Lima bungkus lagi ada di dalam ransel Marco.
“Jangan kebanyakan makan, kalau kekenyangan nanti kalian jadi lambat saat memanjat.” ujar Marco pada rekan-rekannya.
“Memangnya nggak ada kuliah hari ini?” tanya Maryam.
“Ada yang libur, ada yang bolos.” jawab Marco.
“Saya mau ke kantin dulu, mau kirim peyek.” Maryam pamit, tapi Marco malah berjalan menyertainya ke kantin kampus.
Maryam menyerahkan 12 bungkus peyek pada pengelola kantin.
“Cuma segini?” tanya penjaga kantin.
“Iya Bu.”
“Entar kalau hari Senin sampai Kamis, kirim peyek yang rada banyak ya, minimal sehari 30 bungkus. Soalnya kalau hari Senin sampai Kamis itu lebih ramai yang makan di kantin. Banyak yang nanyain peyek.”
“Iya Bu, nanti saya usahakan.”
Marco melihat etalase kantin yang masih kosong. Dia bertanya, “Sudah ada masakan yang mateng, Bu?” Marco berharap ada teman makan nasi selain telur.
“Ada gorengan tempe, gehu pedas, sama bala-bala.”
Marco enggan makan gorengan, karena suka kepancing untuk makan cabe rawit, padahal dia mau ikut turnamen climbing. Takut sakit perut pas lagi manjat dinding. Maka dia tidak beli apa-apa. Marco berjalan menyertai Maryam.
“Saya duluan.” ujar Maryam dengan perasaan tidak karuan, karena beberapa pasang mata melihat dia berjalan bersama Marco. Ada yang menyindir.
“O-em-ji, penampilan aja syar’i, gamis dan jilbab lebar, ternyata cegil juga, pengin nempel juga sama si Abang.” Itu suara perempuan, tapi Maryam tidak mau mencari sumber suara.
Maryam kembali ke tempat kos.
Setelah hari itu, Marco kerap beli peyek buatan Maryam, sebelum dikirim ke kantin. Katanya peyek itu buat teman makan nasi kalau di rumah, kadang jadi camilan saat dia sedang mengerjakan tugas kuliah. Maryam tentu senang punya pelanggan tetap yang selalu membeli peyeknya dalam jumlah cukup banyak.
Hingga saat Maryam menapaki semester VI, dia sudah bisa beli laptop, walau second. Maryam tidak perlu lagi menahan rasa malu ketika pinjam laptop milik markas dakwah kampus, dia sudah bisa tenang saat mengerjakan tugas, dan kelak bikin skripsi, dengan laptop miliknya sendiri.
Sekarang Maryam sudah di tingkat akhir, urusannya dengan Marco masih sebatas peyek kacang dan teri. Namun hati Maryam sulit menolak pandangannya yang terpesona juga dengan pemanjat tebing andalan kampusnya itu.
“Salahkah aku jika menyimpan rasa suka pada dirinya? Karena di mataku Marco itu orang yang baik. Tidak pernah ada sikapnya yang membuatku kesal. Tapi mau sampai kapan aku melamunkan dirinya? Ujung-ujungnya hanya halu. Ya Allah, aku nggak sanggup kalau terus saja mencintai seseorang … tapi orang itu nggak mungkin aku raih karena aku dan dia terlalu jauh berbeda dari segi ekonomi keluarga. Jangan biarkan aku patah hati, ya Allah, karena aku takut tidak sanggup menanggung rasa sakitnya. Singkirkan Marco dari pikiranku, dari hatiku. Biarkan saja hatiku hampa, daripada penuh dengan harapan semu.”
Saat ini Maryam sudah memasuki tahun ke empat masa kuliah. Maryam tidak sempat jualan peyek, karena sibuk praktik mengajar di sebuah SMP, di Cicalengka. Itu yang dilihat Marco di akun media sosial milik Maryam.
Marco dan Maryam saling follow akun medsos, walau Maryam jarang membuat postingan, Marco juga begitu. Postingan yang dibuat Maryam kadang-kadang diberi tanda like oleh Marco. Sedangkan postingan terakhir Marco di akun pribadinya, adalah saat dirinya melakukan serah terima jabatan komandan Adventure kepada yuniornya yang bernama Raymond Sanjaya. Postingan itu lewat di beranda akun medsos milik Maryam, dan Maryam tidak memberi jejak apapun pada tayangan video itu, hanya mengamatinya saja.