Suasana di ruang tengah itu cukup emosional, Pinan menceritakan tentang gelangnya sekaligus mengingat masa-masa di mana dulu dia tinggl, teman-temannya, keindahan kotanya, ibunya, ayahnya, dan banyak hal lainnya. Pinan sudah lama mengubur semua kenangan itu dan memulai hidupnya yang baru di Kota Alkroma ini. Akan tetapi, dia sadar bahwa tidak bisa selamanya menyembunyikan masa lalunya. Anak-anaknya tetap memiliki darah leluhurnya. Dia mungkin tidak bisa memberitahu apapun tentang rahasia rumah dan tanaman obat yang dia miliki, tetapi leluhurnya bisa melakukan itu semua.
Pinan mengalihkan pandangan dari gelang yang dia putar-putar tadi. Matanya menatap anak sulungnya dengan penuh harap. “Apa kamu mendengar suara seseorang yang berada di dalam mimpimu?” tanya Pinan.
Pinan memang menjadi anak pembangkan di keluarganya, tetapi dia yakin neneknya bisa memahami keadaannya. Matanya menatap Kina dengan sendu. Sedih rasanya mengingat semua kenangan yang berusaha dia tutup rapat-rapat.
“Enggak ada, Bu. Hanya ada cahaya kecil yang mengajakku untuk berjalan di gudang. Setelah itu aku mengintip dan kalian berdua ada di sana. Aku hanya sebatas melihat ibu mengambil sedikit potongan gading gajah putih dan memasukkannya ke dalam ramuan obat. Setelah itu aku terbangun,” jelas Kina sambil menerka-nerka ekspresi yang diperlihatakan oleh Pinan. Kina menyadari bahwa tidak semua cerita ibunya diceritakan kepadanya.
“Oke. Kalau gitu biar ibu tunjukkan gudang rahasia yang sesungguhnya.” Pinan berdiri. Ekspresinya berubah menjadi lebih tegar. Dia menghapus air matanya yang berkaca-kaca tadi. Setelah itu mereka berjalan ke gudang rahasia.
Pinan menempelkan gelangnya di lubang yang sesuai dengan bentuk berlian dan semanggi. Pintu gudang bergerak secara perlahan. Jika biasanya Kina dan Gyn melihat gudang itu penuh dengan tanaman obat dan ruangannya sempit. Kali ini mereka bisa melihat gudang dengan sepenuhnya. Gudang itu terlihat besar dengan interior yang mewah. Ada beberapa rak buku di depan mereka, tetapi buku-buku di sana terlihat keluaran lama. Seperti buku-buku kuno yang kertasnya terbuat dari kulit kayu dan tidak berwarna putih seperti sekarang. Warnanya seperti warna sepia, kuning kecokelatan.
Kina dan Gyn terpesona dengan ruangan itu. Kina mengambil salah satu buku berwarna hijau dengan logo khas tanaman obat. Bentuknya seperti akar tetapi melingkar. Tepat di bawahnya terdapat tulisan dari huruf arab. Kina penasaran dan membuka buku itu. Kertasnya cukup tebal, kasar dan seratnya terasa. Sepertinya buku itu adalah keluaran yang lebih lama. Kina melihat jajaran huruf arab tersusun rapi di sana. Dia tidak bisa membacanya karena memang tidak pernah mendapatkan pengajaran. Dia lalu menutup bukunya.
Kina lalu mengambil satu gulungan kain. Dia membukanya dan menemukan satu gulungan yang cukup berat. Gulungan tersebut terbuat dari daun lontar. Tulisan di daun itu tidak banyak, hanya muat untuk satu atau dua baris kalimat sehingga gulungannya besar dan berat. Tulisan yang digunakan di atas daun lontar itu adalah aksara jawa. Kina juga tidak memahaminya. Tidak ada materi pelajaran di sekolahnya. Sekolahnya adalah sekolah modern yang semi internasional sehingga tidak ada pelajaran lokal.
Kina lalu menutup gulungan itu. Sepertinya tidak ada tulisan yang bisa dia baca. Kina lalu mengambil satu lagi gulungan kertas, tetapi kali ini tidak ada sarungnya. Gulungan kertas itu dikaitkan dengan tali rami. Kina melepasnya dan kepalanya kembali dibuat pusing dengan aksara yang tidak bisa dia pahami. Sekali lagi, tidak ada yang bisa dia baca. Aksara yang ada di tulisan itu adalah aksara Bali. Kina lalu menutupnya dan memilih duduk di kursi bersama orang tuanya. Mereka ternyata sengaja berdiam diri agar anak-anaknya bisa mengerti isi gudang itu. Kina akhirnya ikut melihat adiknya yang mengamati tanaman obat.
Tanaman obat yang ada di dalam gudang itu ternyata lebih banyak. Meskipun kering tapi mereka memiliki harum yang berbeda-beda. Baunya lebih pekat daripada wangi yang biasanya. Gyn mencium semua bau tanaman obat dan mengingatnya di atas kepala. Dia juga melihat tanaman bunga yang ada di rumah Tante Daisy tadi. Gyn mengambil bunga mawar yang durinya tidak ada. Bunga mawar itu berubah warna menjadi cokelat tapi di mata Gyn, dia masih bisa melihat bahwa bunga mawar itu berwarna merah gelap. Gyn mencium baunya dan mengingat bau itu dengan baik.
Setelah itu dia kembali menatap daun-daun yang kering. Ada salah satu daun yang menarik perhatiannya. Daun itu memang kering, tetapi warnanya masih terlihat dengan jelas. Inti tanaman itu masih bersinar dengan kuat, warnanya pun berbeda. Daun itu adalah daun thyme yang memiliki julukan sebagai herbal abadi. Dia bisa hidup kembali meskipun sudah mati sehingga memiliki inti berwarna ungu.
Gyn tersenyum senang. Dia setidaknya menemukan sesuatu yang menarik dari gudang rumah ini. Dia pikir menjadi pemilik tanaman obat sangat menyenangkan. Selain dapat membantu banyak orang, Gyn juga bisa menemukan hal-hal ajaib lainnya. Tidak salah jika dia ingin tetap berada di sini ketika sudah dewasa nanti.
Gyn merasa puas saat ini. Dia ikut duduk di kursi tempat ayah, ibu, dan kakaknya duduk. Mereka terlihat senang. Inilah keluarga yang daridulu Gyn inginkan. Dia ingin duduk satu meja dengan bahagia bersama seluruh keluarganya. Kakaknya juga tidak memperlihatkan aura mengerikan seperti biasa. Gyn lalu memeluk lengan ayahnya. Dia tersenyum bahagia, setidaknya kali ini dia ingin menikmati hangatnya keluarga.
“Kalian sudah puas melihat lingkungan ini? Sekarang kita akan melihat hal-hal yang lebih menakjubkan lagi.” Pinan tersenyum bangga.