Loading...
Logo TinLit
Read Story - Because Love Un Expected
MENU
About Us  

Happy Reading🌻

 

"Ru, udah ada uangnya belum?" Tanya Bude Rum tepat saat aku baru turun dari sepeda motor yang masih nunggak.

Aku mengedipkan mata ringan. "Uang apa bude?"

Bude Rum gegas mengetuk ngetuk pintu kosku. "Uang kos lah Ru."

Aku memilih diam, memelintir ujung kemeja yang masih kupakai. Berjalan dengan santai ke arah kursi dekat pintu. Dengan gerakan terstruktur menaruh helm dan juga tas di sana. "Kalau sekarang belum ada bude.." diam sejenak mengumpulkan kata demi kata yang bisa kusampaikan.

Entah karena terlalu lama berdiam diri atau bagaimana. Bude Rum sudah menyambar perkataanku. Menjawab dengan tidak santai, padahal aku sedang tak mengajukan pertanyaan. "Ya terus kapan adanya Biru? udah dari tanggal 5 tak tunggu. Nyampe tanggal berapa ini Ru?"

Aku mengecek kalender di HP ku. Saat ini sudah menunjukkan tanggal 10 April. Hey siapapun juga tolong beritahu aku bagaimana caranya untuk menjawab pertanyaan Bude Rum yang satu itu. 

Bagaimana kalau Bude bertanya tentang sejarah masuknya Islam di Indonesia saja. Kurasa aku akan lebih mudah menjawabnya.

Dengan pelan aku akhirnya berani bersuara. Meski dengan tekanan yang terus menguras udara. "Tanggal 10 Bude." 

Bude Rum nampak memutar bola matanya sinis. "Tanggal 15 bude tunggu. Kalau gaada juga, silahkan pergi dari sini." Setelah itu beliau langsung meninggalkan ku sendiri.

Segera aku masuk dan mengunci kembali pintu. Lalu memasuki kamar sempit yang sesak ini. 

Aku menyandarkan kepala ke dinding yang cat--nya sudah mulai terkelupas sedikit demi sedikit seiring bertambahnya waktu. "Bagaimana caraku membayarnya." Bermonolog dalam hati, berdiam diri dan terlarut dalam sunyi yang semakin malam semakin menjadi-jadi.

Perlahan-lahan aku terbawa dalam alunan indah dari melodi mimpi. Membawa lautan awan ikut serta menjadi saksi. Langit malam pun tak lantas berdiam diri, ikut menggoreskan tinta warna-warni. 

Semuanya berjalan begitu indah. Sampai semuanya hilang kala mentari singgah menghampiri bumi. Banyak insan yang sudah bangun sepagi ini, tapi tak jarang masih banyak yang terlalu dimanjakan melodi mimpi.

Akhirnya aku terbangun setelah sekian lama bertapa di atas busa. Berjingkat karena menyadari sekian banyak detik yang kulewati tadi. Haishh mau apa kau Biru? Bangunlah heii!! Kau bukan puteri raja yang mendapat semuanya bahkan saat kau tak berusaha. 

Seperti dikejar kejar oleh penyihir yang sedang memainkan arloji untuk membuat ilusi. Tak menakutkan, tapi entah kenapa ini terasa terlalu menegangkan. Kau mau tahu rasanya? Seperti ada cobek yang menimpa dadamu, sesak.

Rasanya aku sangat ingin berteriak. Mengeluh pada takdir, menyalahkan nasib, menuntut kemenangan pada setiap pertarungan. 

Sudah dulu topik pengibaratan hidupku. Mari bergerak ke realita.

__________$__________

"Mba Biru, hey udah berapa lama gak ketemu." Saat sedang membeli bubur ayam untuk sarapan aku dikejutkan dengan suara perempuan. Ingatanku kembali dipaksa mengingat. 

Ohh noo, jangan kesini dulu. Aku sedang buru-buru, tolongg hariku sudah buruk jangan kau buat semakin buruk. Bayangkan saja, ini sudah pukul 07.00, aku bekerja mulai pukul 08.00.
Jika aku menghabiskan waktu untuk mengobrol dengannya apakah aku akan terlambat.. oh tentu saja.

Aku sudah mencatat di diary ku tadi. 
Jelas tertulis:
-07.00 : berangkat kerja.
-07.30 : sampai.
-07.31 : baca quora.
-08.00 : mulai kerja.

Lihatt? jika aku menghabiskan waktu di sini. Artinyaa aku merusak jadwal ku.. aih rasanya sangat amat menyebalkan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags