— Netherland, 1870-an
"Aku tidak boleh mati. Tidak sebelum membunuh ayahku."
Itu aturan pertama. Dan malam ini, Andita van Leyden sudah memastikannya.
Menatap potret itu, berdirilah ia dalam diam. Sedang model di potret itu tersungkur di dekat kakinya. Darah menodai lantai marmer, bau besi menggantung di udara.
"Kau memintaku jadi senjata, aku turuti. Kau mengirimku ke neraka. Dan aku menjadikannya rumah."
Dengan gerakan angkuh, Andita melempar pistolnya ke samping. Untuk waktu yang singkat, ia bertanya-tanya bagaimana reaksi mendiang Ibunya saat melihat kejadian ini.
"Zelfs de dood is mij vertrouwder dan jullie."
(Bahkan kematian pun lebih akrab denganku daripada kalian)
TIK.
Andita berbalik, terlalu lambat.
"Untuk negaraku. Dan kebaikanmu sendiri, Andjing Neraka."
Jantung Andita kini berdetak lebih tenang dari biasanya setelah peluru menembus jantungnya.
Oh.
Seorang perwira pribumi dengan mata seperti milik ibuku yang hilang.
Hening. Sunyi. Hidupnya seolah ... dijeda.
"Van Leyden..."
⸝⸝