Loading...
Logo TinLit
Read Story - IKAN HIU MAKAN BADAK! I LOVE YOU MENDADAK!
MENU
About Us  

Sudah dua bulan Arisha menganggur, padahal ia sudah mengirim CV ke banyak perusahaan. Namun sampai hari ini, belum ada tanda-tanda ia akan diterima oleh salah satu perusahaan tersebut.

Belum lagi seminggu yang lalu, ia harus kehilangan ponselnya. Akhirnya, niat ingin irit malah lebih banyak pengeluaran. Ia terpaksa membeli ponsel baru dengan nomor baru pula. Ia malas mengurus nomor lamanya.
Toh, tidak ada kenalan yang penting.
Pacar?
Arisha belum berminat menjalin hubungan dalam waktu dekat ini.
Ia masih trauma karena baru saja diselingkuhi oleh mantan kekasihnya.

Saat sedang asyik rebahan seraya memakan camilan, tiba-tiba saja pintu kamarnya ada yang mengetuk. Dari suaranya, itu adalah suara Mang Asep yang memanggilnya.
Arisha segera bangkit dan membuka pintunya.

"Ya, Mang, ada apa?" tanya Arisha saat melihat Mang Asep berdiri di depan kamarnya.

"Itu neng, ada tamu."

"Tamu? Buat saya?" Arisha memastikan.

"Iya. Cowok, neng. Katanya temen eneng Arisha," jelas Mang Asep.

Arisha takut Rian-mantan pacarnya yang datang.

"Bilang aja enggak ada, Mang. Itu pasti Rian," jelas Arisha.

"Bukan Rian, Neng. Ini mah orang baru. Lebih *kasep daripada Rian." Mang Asep mencengir setelah bicara dengan logat sundanya yang kental.

Akhirnya Arisha keluar dari kamar dan menguncinya. Ia menuju ruang tamu, diantar Mang Asep.
Tempat Arisha kost sangat ketat dalam menerima tamu pria. Mereka diharuskan bertemu dan mengobrol di ruang tamu atau keluar sekalian.

Saat sampai di ruang tamu, Arisha melihat seorang pria matang sedang duduk di sofa sana menunggunya. Wajahnya belum terlalu terlihat, tetapi dari gestur duduknya dan setelan kemeja pria itu sepertinya ia mengenalinya. Mang Asep langsung pamit begitu pria itu berdiri dan melihat kedatangan Arisha.

"Pak Kevin?!" Arisha begitu terkejut melihat Kevin datang ke kost-nya.

"Halo, Aris," sapanya canggung.

Arisha canggung, ia malu karena ia hanya memakai kaos rumahan beserta celana pendek.

"Maaf, Pak, baju saya kurang sopan." Arisha menunduk.

"Eng-enggak apa-apa, saya juga minta maaf karena datang ke sini mendadak. Bisa kita duduk dulu?" tanya Kevin.

Arisha duduk berhadapan dengan Kevin di ruang tamu yang besar itu, begitu juga dengan Kevin.

"Nomor telepon kamu diganti?" tanya Kevin.

"Iya, Pak. Hp saya hilang."

"Pantas saja. Saya telepon kamu dari minggu lalu, tapi baru malam ini saya sempat ke sini," beritahu Kevin.

"Saya ke sini, ingin meminta kamu kembali bekerja dengan saya lagi, Aris," lanjut Kevin.

"Hah?! Bapak enggak salah?" Arisha begitu terkejut mendengar ucapan Kevin.

"Saya serius, Aris."

"Maaf, Pak. Tapi Bapak bilang, kan, saya tidak berguna karena banyak kerjaan yang enggak bisa saya handle. Lagipula, saya enggak bisa kerja cepat seperti keinginan Pak Kevin," ucap Arisha tegas.

Sebenarnya ia masih kesal, saat ia meminta kesempatan terakhir, Kevin tidak memberinya. Sekarang, seenaknya ia meminta Arisha untuk kembali bekerja dengannya.

"Kali ini kamu sebagai asisten saya, tentunya dengan gaji yang tidak sedikit."

Arisha terdiam. Tunggu dulu, dia butuh uang untuk biaya hidupnya. Dia juga tidak mau munafik, apalagi dia sudah lama menganggur, uangnya sudah menipis. Belum lagi, ia harus mengirim uang untuk kedua orangtuanya di kampung halamannya.

"Ehem ... memangnya berapa Bapak akan menggaji saya?" Arisha berdehem, ia tak mau kelihatan gampangan karena sudah diiming-imingi dengan gaji besar.

"20 juta."

"Apa?! Seriusan?" Arisha menegakkan posisi duduknya. Ia tak bisa menutupi rasa terkejutnya.

Kevin tersenyum geli melihat reaksi Arisha yang terlalu kelihatan.

"Kalau kamu setuju, besok kamu ke kantor seperti biasa." Kevin bangkit dari duduknya, ia sudah selesai bicara.

"Kalau saya enggak datang?" Arisha menantang Kevin.

"Saya yakin kamu akan datang, lagipula, kesempatan emas hanya datang sekali, Aris. Jangan sia-siakan itu. Saya pamit dulu, sampai bertemu besok, Arisha Cassandra," ucap Kevin dengan senyum penuh arti. Ia keluar dari tempat kost Arisha.

Arisha masih duduk, membayangkan ia akan bergaji 20 juta. Sebenarnya, ia ingin sok jual mahal.
Namun ... 20 juta, tidak bisa ditolak semudah itu.
Arisha menghela napas dan menyenderkan punggungnya pada sofa.

"Oke! Demi 20 juta, gue bakal terima ini. Sebodo amat sama sok jual mahal, biaya hidup lebih mahal, booo!"

Arisha bangkit dan ia ingin segera menyiapkan pakaian untuk besok.

***
 

 

Arisha sudah datang lebih dulu, ia duduk di ruangannya. Hanya duduk, ia belum berani menyentuh berkas manapun. Karena ini bekas sekretaris sebelumnya.
 

 

Suara pantofel bergema di lantai tujuh, tempat ia dan Kevin berada dan juga bagian finance. Itu suara langkah Kevin, Arisha masih hapal suaranya. Ia bergegas keluar dari ruangannya. 
 

 

Kevin melihat Arisha keluar dari ruangan sekretaris. Ia tersenyum simpul. 
 

 

"Ke ruangan saya." Kata itu yang terucap dari bibir Kevin setelah senyumnya menghilang.
Arisha pun mengikutinya di belakang.
 

 

Setelah mereka duduk berhadapan di meja kerja Kevin yang sangat besar dan mengkilap, Kevin mengeluarkan sebuah map dan memberikannya pada Arisha.
 

 

"Itu surat kontrak dan perjanjian sebagai asisten baru saya," ucap Kevin.

"Ingat, jam kerja kamu bukan lagi nine to five, tapi selama saya membutuhkan kamu, kamu harus siap. Dan, kamu juga bertugas meng-handle gangguan dari luar, yang mengaku sebagai pacar saya. Sama seperti tugas sekretaris, jangan pernah menceritakan mengenai saya di luar, jika kamu membocorkannya, kamu akan saya tuntut 10x lipat dari gaji kamu. Jika kamu setuju, kamu bisa tandatangani perjanjian ini." Kevin membuka map tersebut.
 

 

Arisha pucat pasi ketika mendengar denda yang disebutkan tadi. 10x lipat?
Gaji dia sebagai asisten Kevin 20 juta, jika dikalikan sepuluh, berarti ... 200 juta?
Oh, tidak.
Arisha tidak sanggup menghitung uang sebanyak itu.

Namun, ia tidak menampik, 20 juta sangat sayang dilewatkan begitu saja. Arisha meneguhkan hatinya, ia menandatangani surat perjanjian tersebut. Berkas tersebut langsung ia berikan pada Kevin.

"Bagus. Nanti sekretaris kantor akan membantu kamu untuk menangani pekerjaan lain. Tugas utama kamu adalah fokus membantu saya."

"Saya butuh kamu, karena hanya kamu yang jago mengusir para wanita yang selalu memaksa datang ke kantor. Terlebih, kamu bisa bahasa mandarin. Itu kelebihan kamu," lanjut Kevin.

Pantesan ente manggil gue lagi, ternyata disuruh jadi bodyguard terselubung.

Arisha memutar bola matanya.
"Jadi, kelebihan saya karena jago ngusir para nenek lampir itu, Pak?"

Kevin tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Arisha yang terlalu terbuka.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags