The Next Singger.
Raina merasa sekujur tubuhnya merinding saat membaca tulisan yang tertera sepanjang lorong. Terlebih dengan banyaknya peserta audisi yang berada di ruang tunggu. Bukan hanya semangat untuk berkompetisi, rasa takut dan insecure pun turut tumbuh di dalam dirinya. Sebab sebagaimana yang selama ini dia ketahui, TNS bukan hanya kompetisi biasa melainkan salah satu kompetisi menyanyi paling bergengsi di Indonesia, di mana banyak jebolannya yang berhasil menembus pasar dan menjadi penyanyi papan atas.
Bahkan Randy yang sejak tadi duduk di sebelahnya itu pun alumsi TNS, dan seharusnya, bila tidak mengalami kecelakaan, dia pun akan menjadi juri bersama Natalia Frinda, Yoga Swadana dan Juliana Rosa, yang juga merupakan lulusan TNS season pertama, menggantikan empat juri utama yang telah resmi pensiun di season sebelumnya.
“Tenang,” kata Randy. “Yang penting nanti lo kalau nyanyi nggak usah gugup. Karena di kompetisi kayak begini, alasan orang kalah sering kali bukan karena suaranya jelek melainkan karena gugup. Jadi, santai saja. Oke?”
Raina memilih tidak menanggapi, dan hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tidak lama, pintu besar di ujung lorong terbuka, sontak saja semua orang menoleh, menatap wajah lesu peserta yang baru saja keluar dari ruangan audisi.
“Langsung saja, peserta selanjutnya!” ujar kru dengan tag nama Agustinus dengan bersemangat. Yang seketika membuat perut Raina seperti diremas-remas. “Silakan masuk, Kak!” lanjut pria itu sembari membukakan pintu, memaksa Raina mau tak mau harus berdiri.
Gadis mulai merasakan kedua tangannya berkeringat, dia menoleh ke kanan dan ke kiri, sebelum akhirnya menoleh ke arah Randy.
“Te-nang!” Tangan Randy menepuk udara, lengkap dengan senyuman lembut yang sangat menenangkan. Yang anehnya, segera memberi Raina keberanian.
Dengan mantap Raina berjalan memasuki ruangan tempat para juri berada, namun semangatnya segera runtuh saat mendapati siapa yang duduk di kursi yang seharusnya ditempati oleh Randy.
*_*
Meski dikenal sebagai seorang selebriti internet, tetapi kemampuan Joana Dane dalam dunia tarik suara juga tak bisa dianggap enteng. Terlebih sejak dirinya menjalin hubungan dengan Randy Bagaskara. Keduanya bahkan memiliki sebuah album yang ditulis dan nyanyikan berdua, yang mana lebih dari setengah lagu di dalamnya menduduki lima teratas dalam tangga lagu di berbagai platform musik.
Namun, Joana juga tidak mengelak bila dipilihnya dia sebagai juri di TNS lebih dipengaruhi faktor lain, yaitu hubungannya dengan Randy.
Semua orang melihat Joana sebagai perempuan yang tersakiti, dan itu membuat prestasinya semakin sempurna. Pasar menyukai kisah gadis cantik dengan drama ketimbang apa pun juga, yang jelas dapat menarik minat penonton baru.
Sebagus TNS, tanpa penggemar baru akan percuma. Terlebih penonton masa kini lebih mudah bosan. Dan untuk membawa mereka masuk perlu gebrakan baru yang harus diambil, salah satunya dengan menjadikan Joana juri baru.
“Bagaimanapun juga ini kesempatan yang bagus.” Itulah yang dikatakan oleh kakak sekaligus manager Joana, Lusiana, saat tawaran itu datang kepada mereka dua minggu lalu. “Kita harus memanfaatkannya sebaik mungkin, karena tidak akan tahu kapan Randy akan benar-benar mati.
“Tapi, Jo, kamu juga tidak perlu terlalu khawatir. Dia mati atau hidup, Randy adalah alat yang bisa kita gunakan untuk mengangkat keriermu.” Wanita kepala tiga itu tersenyum lebar, lalu menyandarkan pundaknya ke sofa, menatap langit-langit rumah mereka yang tinggi. “Rasanya seperti mimpi. Akhirnya, setelah bertahun-tahun lamanya kita bisa membalas perbuatannya, meskipun tidak pernah benar-benar setimpal.”
Joana yang sejak tadi diam dan mendengarkan kakaknya menyerocos akhirnya buka mulut. “Entahlah, Kak, tak tahu kenapa aku merasa bahwa apa yang kita lakukan sekarang ini ..., salah.”
Alih-alih marah, Lusiana justru terkekeh. Lalu, mengusap rambut indah Joana dengan lembut. “Apakah ini karena gadis itu?” Melihat ekspresi sang adik, Lusiana segera menyambung kalimatnya, “Kamu tidak perlu khawatir. Toh, kita sudah pernah menjawabnya, bukan?
“Buang jauh-jauh pikiran mistis dari kepalamu. Mereka hanya mencoba menipumu. Lagi pula, tanpa perlu diramal, semua orang juga sudah tahu kalau Randy cepat atau lambat akan segera mati.”
Joana menggigit kuku tangan kanannya, lantas melirik kakaknya tak nyaman.
“Tunggu! Apakah jangan-jangan kamu benar-benar mencintai Randy?”
Terus terang Joana tidak tahu apakah yang dia rasakan kepada pria itu ialah cinta sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang, sebab seumur hidupnya, Joana belum pernah merasakan cinta. Yang dia tahu, cinta merupakan pengaruh buruk yang bisa membuat orang menjadi gila. Dan kalau ditanya apakah ada senjata paling ampuh untuk membunuh tanpa penyentuh, Joana tidak akan ragu untuk mengatakan bahwa cintalah senjata itu, bukan santet atau sejenisnya. Sebab dengan cinta, seseorang bisa melakukan apa saja, persis seperti yang dia dan kakaknya lakukan selama beberapa tahun terakhir.
*_*
Joana tahu bahwa Randy pria yang buruk dan karena itu jugalah dia ingin memberi lelaki itu pelajaran, namun bukan berarti Joana ingin melihatnya mati.
“..., dia hanya ingin memanta maaf.” Meskipun telah hampir sebulan berlalu, nyatanya Joana tidak pernah sanggup membuang bayang-bayang gadis asing yang datang ke studio pribadinya itu. Gadis yang dengan penuh kesungguhan membawa kabar mengejutkan itu. “Aku nggak bohong. Aku beneran bisa lihat Randy.”
*_*
“Bagaimana? Peserta selanjutnya sudah siap?” Natalia, perempuan cantik dengan julukan Diva dari Surga yang duduk di sebelah Joana bertanya pada kru, tepat setelah gadis muda yang mereka tolak meninggalkan ruangan.
Sementara Yoga di ujung lain meja berkata, “Sebenarnya aku suka suaranya saat di video, ternyata saat didengarkan langsung suaranya jelek sekali.”
“Aku sudah curiga kalau video itu dibantu AI.” Juliana menanggapi. “Lo sih kemarin nggak percaya. Padahal kelihatan banget, iya kan, Jo?”
Joana mengangguk sekadarnya, karena memang ini baru kali pertama dia menjadi juri. Pengalaman ketiga rekannya tentu sudah lebih banyak ketimbang dirinya. Ada begitu banyak hal yang harus dia pelajari dari mereka.
“Peserta selanjutnya, siap masuk!”
Bersamaan dengan ucapan kru tersebut, pintu besi yang menghubungkan ruang tunggu dan ruang audisi terbuka. Seorang gadis muda nun jelita muncul, hanya saja, sebuah sengatan listrik seketika muncul di dada Joana, meletup-letup bersamaan dengan bertemunya tatapan mata keduanya. “Kamu?”
Gadis yang dimaksud ikut berkata, “Joana?”
*_*
“Kalian saling kenal?”
Di antara belasan orang termasuk kru yang berada di dalam ruangan, dan menyaksikan betapa awkward situasi di sana, hanya Natalialah yang berani buka suara.
Joana yang tersadar bahwa kini dirinya jadi pusat perhatian pun segera menggeleng, kemudian membuka amplop di tangannya. “Silakan. Perkenalkan diri.”
Di sisi lain, Raina merasakan perutnya seperti dipilin, nyeri luar biasa. Selain kaget bahwa bangku juri yang kosong akan diisi Joana, dia juga tak percaya bahwa perempuan anggun itu masih mengenalinya. Tahu begini, Raina sudah pasti tak akan pernah mau datang. Dia malu sekaligus takut setengah mati.
“Halo?” Yoga melambaikan tangan ke udara. “Cantik, kamu tidak dengar? Silakan perkenalkan dirimu. Kita diburu waktu, Sayang.”
“Oh, maaf, Kak,” ucap Raina gugup. “Eh, saya ..., perkenalkan ..., maaf ....”
“Santai! Santai!” ujar Juliana. “Jangan tergesa-gesa. Kami sudah melihat videomu kemarin, dan kami sangat tertarik untuk melihatmu menyanyikannya secara langsung. Jadi, jangan sia-siakan kesempatan ini. Oke?”
Raina mengangguk, lalu meraih microphone yang ada di tengah panggung. “Selamat malam, Dewan Juri. Perkenalkan saya Raina Siswoyo.”
“Oke, Raina, apa kesibukanmu sekarang?” tanya Yoga. “Kuliah? Sekolah? Atau ...?”
“Bekerja.”
“Di bidang musik?”
“Bukan, Kak Yoga.”
“Oh, benarkah? Suaramu bagus sekali, jadi kupikir kamu menggeluti dunia musik. Apakah kamu mengambil kursus?”
Raina menggeleng. “Hanya hobi.”
“Ya sudah, daripada buang-buang waktu mending sekarang saja.” Natalia menyela. “Ayo! Raina, siap?”
Raina mengangguk, menarik napas panjang bersamaan dengan alunan musik yang terdengar dari sudut ruangan, di mainkan oleh sekelompok grup musik yang memang selalu ada di setiap acara TNS. Mereka menyalin dengan sempurna sebagaimana yang Raina dan Randy tulis.
Mama, tak mengapa kau rasa lelah dan ingin menyerah
Aku pun tahu bahwa luka yang kau punya sudah terlalu parah
Andai bisa kuhentikan, tak tega kumelihatmu berdarah-darah
Meski bergetar, Raina bisa menstabilkan suaranya.
Mama, ke mana kita bisa temukan rumah?
Semua terlalu gelap, sampai aku tak bisa temukan jalan
‘Tuk obati sakit di dadaku, yang tak pernah bisa hilang
Meskipun waktu berjalan, mencoba hapuskan duka ini
Aku terlalu takut, namun jangan kau bersedih
Ingatannya jatuh ke masa kecilnya yang dipenuhi cinta dari kedua orang tuanya. Yang sayangnya, menyadari semua itu tak kembali, dia justru menjatuhkan air mata ke pipi.
Tak berlu khawatir, aku baik-baik saja
Cintaku padanya mungkin berdarah, sayangnya sama
Seperti putri raja, tak akan sanggup aku meninggalkan dia
Ada cinta di sana, tertulis dalam diriku meskipun engkau datang
Air mata Raina semakin deras jatuh, mengingat betapa mencekam situasi yang dia rasakan di malam Rindu dioperasi. Juga mengingat wajar-wajah ketakutan adik-adiknya.
Dan aku mungkin, merindukan kasihnya
Sayangnya, aku merindu dalam luka
Ayah, tak pernah kau melihat aku?
Andaikan kau kembali, aku tak akan benci
Sayangnya, aku telanjur patah hati.
Raina bisa melihat dengan jelas Randy menangis di sudut ruangan. Sebelum akhirnya, pria itu memutuskan benar-benar keluar.
Tidak ada rasa sakit yang lebih menyedihkan dari ini yang pernah Randy rasakan. Bahkan perasaan di ambang kematian pun rasanya tidak sesesak itu.
Padahal dia sudah mendengarkan lagu itu berulang kali kemarin, tetapi kenapa sekarang rasanya berbeda?
Seolah-olah jeritan hati Raina merobek dadanya.