Sore itu hujan turun cukup deras. Awalnya hanya terdengar suara hujan, namun kini suara petir mengelegar cukup nyaring. Cahayanya sedikit membuat Kala takut akan suara itu. Sesekali Kala membuka tirai jendela dari balik meja belajarnya. Melihat kondisi di luar rumah. Ia sebenarnya baru saja sampai di rumah usai asik membaca beberapa buku novel di sekolah hingga lupa waktu.
Terdengar suara pintu diketuk. Kala meletakkan tasnya di atas meja belajarnya. Segera ia membuka pintu kamar untuk mengetahui siapa yang baru saja mengetuk pintu kamarnya.
"Kala sayang..." ucap Dalisha-mama Kala sambil membelai rambut Kala.
"Iya bunda, kenapa?"
"Bunda boleh minta tolong?"
Kala terdiam sejenak menatap wajah Dalisha. Perasaannya mendadak tidak enak. "Boleh nda. Apa?"
"Emm... Bunda lagi buat kue, tapi Cheara belum mama jemput. Bunda lupa kalau hari ini kakak kamu ga bisa jemput. Kamu bisa 'kan jemput Ara?"
"Oh iya tapi maaf, Kal. Jas hujannya cuma ada satu, nanti kamu beli dulu ya di Alfa. Kalau ga ada jas hujan yang kamu pake kasih ke Ara. Bunda ga mau Ara sakit. Bisa kan Kala tolongin bunda?"
Belum sempat Kala menjawab permintaan Dalisha sudah berseru senang seakan Kala menyetujui permintaan nya.
"Oke... Bunda lanjut buat kue dulu ya... Takut gosong.." Dalisha lanjut pergi begitu menuju dapur.
Kala menarik napas panjang ,lalu menghembuskan dengan berat. Kala mendengus. Dalam hatinya berkata, 'Bunda takut kalo Ara sakit. Tapi bunda ga takut kalo Kala sakit?'
Dengan berat hati Kala menuruti perintah Dalisha. Ia mengambil jaket hoodie putih favorit-nya. Tidak lupa memasukkan uang ke dalam tas kecilnya. Buru-buru Kala keluar dari kamar dan turun dari tangga. Ia ingin pamit dengan Dalisha, namun melihat Dalisha sedang berbincang dengan tetangga yang juga langganan niat itu Kala urungkan.
Setelah itu Kala menaiki sepeda motornya menghidupkan mesin motor dan mengenakan jas hujan serta helm. Kala memeriksa selempang rajut yang ia gunakan, mencari-cari ponselnya yang ternyata lupa ia bawa. Dengan gerakan terburu-buru mengeluarkan tangan dari dalam tas tanpa sadar beberapa lembar uang yang berada di dalam tas terjatuh. Tanpa pikir panjang Kala kembali ke dalam kamar untuk mengambil ponselnya.
Selepas mengambil ponsel, perlahan Kala kembali menaiki motor dan mengendarainya. Menuju sekolah Ara. Hujan turun semakin deras, Kala menghentikan motornya untuk membeli jas hujan sekali pakai di sebuah toko. Mematikan mesin motor dan mencabut kunci motornya.
"Mba permisi ada jas hujan yang sekali pakai?"
Petugas toko yang saat itu sedang sibuk menata beberapa barang langsung sigap menjawab serta mengambil kan barang yang Kala minta.
"Ada Kak." Diletakkan jas hujan itu di atas etalase.
"Berapa, kak?"
"Dua puluh ribu."
"Oh iya sebentar ya,kak." Kala mencari-cari uang yang ia rasa sudah dimasukkan ke dalam tas, namun tidak ia temukan.
"Sebentar ya,kak," ucap Kala. Ia masih mencari-cari di mana letak uangnya. Kala mengigit bibir nya ia bingung harus bagaimana.
"Kak, maaf saya engga jadi beli. Uang saya ketinggalan. Maaf ya, kak," ujar Kala tidak enak hati.
Ponsel Kala tiba-tiba bergetar sebanyak tiga kali. Kala yang penasaran langsung melihat ponselnya.
Jangan lama, Kal... Adek kamu belum makan sore ..
Sebuah pesan dari Dalisha sukses membuat Kala tertegun dan tersenyum tipis.
"Kala juga belum makan, ma," kata Kala.
Suara petir terdengar lagi, membuat Kala otomatis menutup kedua telinganya. Tanpa mempedulikan suara petir yang terus-menerus berbunyi Kala nekat untuk segera menjemput Ara. Ia takut hanya Ara yang tinggal sendirian di sekolah. Kala menambah kecepatan motornya. Pikirannya dipenuhi rasa khawatir serta cemas pada Ara.
Dari kejauhan Kala sudah melihat Ara yang menunggu di pos satpam sekolahnya. Dengan wajah memelas serta takut. Dengan tas merah jambu apa Korea baju merah putih rambut sebahu. Tampak terlihat mengemaskan sekali untuk anak kelas satu SD. Kala memberhentikan motor nya tepat di depan gerbang sekolah. Ketika turun dari motor, Kala melihat seorang wanita paruh baya mengenakan baju guru. Ia yakin itu adalah wali kelasnya Ara.
"Ibu, permisi maaf saya mau jemput Ara," ucap Kala sambil menyalami guru tersebut.
"Ah akhirnya datang juga. Lain kali langsung dijemput jangan harus saya telepon dulu, ya. Saya juga ada kepentingan bukan nunggu adek kamu aja."
Mata Kala langsung beralih malas, namun ia tutupi dengan senyuman palsu. "Iya Bu maaf sebelumnya. Saya juga baru pulang sekolah. Terima kasih sebelumnya Bu. Ayo Ara, sambil sama Bu guru."
"Pamit Bu.."
Kala menghampiri motornya sebelum beranjak jalan, Kala melepaskan jas hujan yang ia gunakan dan jaket hoodie-nya. Karena Ara tidak menggunakan jaket dan ia terlihat kedinginan.
"Ara pake jaket sama jas hujan kakak ya biar ga sakit. Sama helmnya ya, Ara. Tapi helmnya Ara pengangin ya nanti kakak jalannya pelan-pelan biar helm Ara ga terbang. Oke Ara?" pungkas Kala sembari mengusap bahu Ara dan tersenyum simpul.
Hujan ternyata turun semakin deras Kala terus mengendarai sepeda motornya. Ia takut Dalisha marah karena tidak kunjung sampai rumah. Saat perjalanan masih cukup jauh tiba-tiba saja kepala Kala terasa pusing. Telapak tangan Kala kian terasa mengeriput ia sudah sangat kedinginan.
Saat Kala masih berusaha melawan rasa pusing di kepalanya, nasib siap mendatanginya. Motor yang ia kemudikan perlahan berhenti tiba-tiba Kala yang panik berusaha menyalakan mesin motornya, tapi tidak ada hasil. Ia melihat spidometer mesin motor yang ternyata sudah menunjukkan dipaling bawah atau habis sama sekali.
"Aduh Ya Allah..." Ia menarik napas kesal, namun ia berusaha untuk tenang karena tidak ingin adiknya tahu apa yang sedang terjadi.
"Ara.. kamu boleh turun sebentar?"
"Kenapa ka?"
"Kayaknya bensinnya habis.. kita jalan sebentar ke depan ya? mungkin di depan ada pom bensin atau pom bensin mini?"
"Ara engga mau kak.. Kaki Ara sakit, daritadi berdiri di pos satpam.."
"Oo.. oh oke ... Gak apa-apa kamu duduk di motor aja biar kakak yang dorong sendiri.."
Tanpa basa-basi Kala melangkah kaki mendorong motornya. Rasa pusing di kepala terasa semakin menjadi ketika hujan menguyur tubuhnya yang semakin basah kuyup. Tidak bisa berhenti sejenak sebab tidak ada tempat untuk berteduh di jalanan yang ramai tapi sepi dengan pepohonan ataupun rumah bahkan warung.
Kala memberhentikan langkah kakinya fisiknya sudah tidak kuat dengan tubuh yang sudah sangat basah kuyup, kepala yang pusing dan belum makan. Kala menyetandar kan motor nya tubuhnya limbung dan ia pun terjatuh. Ara yang melihat kakaknya terjatuh langsung turun dari motor. Menggoyangkan tubuh Kala sambil memanggil namanya.
***
"Ban, itu orang pingsan ya?" pungkas Andra pada Banu yang diboncenginyaa.
"Ha?Apa?"
"Itu bego di depan!" pungkas Andra.
"Santai ga usah ngegas juga!" jawab Banu sambil memukul pelan helm Andra.
Andra memarkirkan motornya di samping motor milik Kala yang sudah terparkir di pinggir jalan. Andra lebih dulu turun yang menghampiri Ara dan Kala. Ia masih belum tahu jika yang pingsannitu adalah Kala. Andra berjongkok untuk memastikan keadaannya.
"Kakak, tolongin kak Kala," ucap Ara khawatir dengan keadaan kakaknya.
Banu yang baru saja ikut berjongkok terdiam sejenak saat mendengar nama Kala.
"Mendingan kita bawa dulu ke halte sana," usul Banu yang melihat di depan sana ada halte bus yang tidak ada orang sama sekali.
"Boleh Ban. Tapi lu aja ya yang angkat. Tangan gua masih sakit soalnya," cetus Andra.
Banu langsung menuruti perintah Andra. Ia mengangkat tubuh Kala yang sudah sangat basah kuyup dan badannya terasa panas. Banu membaringkan tubuh Kala di atas tempat duduk halte bus yang berbuat dari semen. Jadi, cukup panjang dan lebar sehingga tubuh Kala tidak terjatuh. Banu duduk di samping sambil memangku kepala Kala.
"Kala bangun, Kal.." tutur Banu. Menepuk-nepuk pelan pipi Kala, namun Kala tidak kunjung sadarkan diri.
"Kal... Lo ga mati 'kan?" celetuk Andra. Banu yang mendengar ucapan Andra langsung melotot menatap Andra. Andra yang sadar dengan tatapan tidak biasa Banu tersenyum kikuk.
"Aduh gimana nih?!" ungkap Andra frustrasi melihat Kala yang tidak kunjung sadar. Andra membalikkannya tubuhnya melihat ke arah jalanan.
"Banu! Motor gua ilang! Motor gua ilang!" Pekik Andra.
Banu yang merasa kesal melempar Andra dengan sandalnya. "Berisik bat lu!"
"Noh motor lu masih di Sono!" Sahut Banu sambil menunjukkan Andra di posisi awal mereka menolong Kala.
"Lah anjir! Motor gua!!"
"Gua ambil motor dulu Ban!"
"Sekalian motor Kala!" Teriak Banu. Sebab Andra sudah berlari pergi menuju motornya berada.
Tidak lama berselang usai Andra mengambil motornya. Kini, ia sudah mendorong motor milik Kala.
"Wah gila cuy! Bensinnya abis!" kata Andra yang sekarang duduk di samping Banu. Ia terlihat kelelahan usai mengambil motor Kala.
"Kakak, kak Ara ga kenapa-kenapa, kan?" tanya Ara yang sejak tadi tidak henti-hentinya mengenggam tangan Kala. Banu tidak menjawab sebab Kala masih pingsan.
Suara dering ponsel memecah keheningan. Suara itu berasal dari slingbag milik Kala.
"Maaf ya, Kal.. pamit pamit.." ujar Andra sambil mengambil ponsel Kala dari balik slingbag.
"Kala... Sampe di mana kamu?! Cepetan pulang, Ara belum makan."
"Ma...." Belum sempat Andra berbicara suara disebrang sana sudah berbicara lagi.
"Mama tunggu ga pake lama cepetan pulang!" Dan panggilan terputus begitu saja.
"Lah anjir... Mati gua belom ngomong, bangke!" gerutu Andra kesal.
Andra berusaha untuk menghubungi nomor itu kembali yang sepertinya nomor itu adalah nomor mamanya Kala.
"Angkat dong woy!"
"Argh..." teriak Andra yang kembali merasa kesal, karena teleponnya diabaikan.
"Ndra, mendingan lo anter dia." ucap Banu melirik ke arah Ara. "Kayaknya kalau dia ga cepet di antar pulang. Kala bakal dapat masalah."
Andra terlihat memikirkan sejenak usulan dari Banu dengan berjalan mondar-mandir, sambil menggenggam ponsel Kala.
"Ya udah oke, Ban. Kayaknya ini masalah serius kalau misalnya itu bocil gak gua anter pulang. Tapi ban, gimana nanti sama Kala?" tanya Andra khawatir.
"Kala aman sama gua. Biar gua yang urus Kala."
"Bener ya? Soalnya ini udah mau jam lima dan bokap gua sebentar lagi pulang. Gua belum nyiapin makanan buat dia," jawab Andra memastikan.
"Iya bener, ndra!"
"Oke! Jangan Lo apa-apain anak orang!"
"Adek, Abang anter pulang yuk! Mama kamu udah nyariin soalnya," tukas Andra. Ia berjongkok untuk menyamai tinggi badan dengan Ara. Ara 5erlihat ragu untuk pulang.
"Tapi kak Kala gimana?" jawab Ara.
"Nanti kakak kamu diantar sama kak Banu. Kita temenan kok satu sekolah sama kak Ara. Jadi mau ya Abang Andra antar pulang? Ini udah sore banget juga, kamu pasti udah capek dan lapar 'kan?" imbuh Andra yang berusaha untuk mengajak Ara pulang.
"Ya udah. Ara pulang sama kakak!"
"Yuk Ara. Ban, ini HP Kala tolong taro tas dia lagi." Banu menerima ponsel Kala dari tangan Andra.
"Andra gua nitip beli bensin ya. Nanti gua sama Kala ga bisa pulang, pom bensin masih jauh juga."
"Oke Ban. Nanti gua beliin terus gua ke sini lagi. Abis itu gua langsung antar Ara."
Setelah itu Andra langsung mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi seperti kesetanan. Yang membuat beberapa pengendara terang-terangan mengumpat kesal pada Andra. Tidak sampai sepuluh menit Andra sudah sampai dipom bensin. Sebelum membeli bensin Andra sempat mampir di warung untuk membeli beberapa roti dan minuman untuk Kala, serta meminta botol plastik besar yang kosong untuk mengisi bensin.
Usai mengisi bensin di dalam botol. Andra langsung kembali ke halte tempat Banu berada. Di sana Kala belum sadarkan diri. Dengan Ara yang masih memegang erat tangan Kala. Andra memarkirkan motornya di belakang motor Kala. Ia langsung mencabut kunci motor Kala yang masih berada di motor. Dan membuka jok motor untuk sekalian mengisikan bensin. Dirasa sudah kosong botolnya, Andra pun menutup tangki besin dan motor. Membuang botol tersebut ke dalam tong sampah yang tidak jauh dari halte.
"Ara, ayo Abang Andra antar pulang," teriak Andra yang sudah di atas motor nya yang sudah siap untuk jalan.
"Pulang, Ara. Biar kak Banu yang antar kakak Kala." Mendengar ucapan itu Ara dengan berat hati meninggalkan Kala. Dan duduk di bangku jok belakang motor Andra.
"Gua duluan, Ban. Jaga Kala."
"Iya, hati-hati."