Pendingin ruangan di dalam kamar Kala tiba-tiba tidak menyala. Dikarenakan udara saat malam hari di bulan Mei ini cukup panas, mau tidak mau Kala terusik dari tidurnya. Lampu di kamar Kala masih padam, otomatis Kala harus bangkit dari tempat tidur untuk menekan saklar agar lampu kamarnya menyala.
Kala membuka sedikit jendala kamar agar udara malam masuk ke dalam kamar. Belum ada lima menit Kala membuka jendela. Pendengaran Kala terusik dengan suara seseorang yang sepertinya tidak asing baginya. Kala terkejut ketika ia melihat sosok itu, ternyata memang benar yang dikatakan bunda nya. Ada seorang anak sepantaran dengan nya tinggal di samping rumah. Yang Kala pikir rumah itu tidak berpenghuni, lantaran sang pemilik rumah jarang berada di rumah.
"Andra gak mau tinggal sama mama lagi! Biar Andra yang nentuin pilihan Andra. Andra mau tinggal sama papa di sini!" Andra menghempaskan tangan mungil yang sudah cukup keriput itu yang sudah dipasti itu adalah—mama nya Andra.
"Kamu udah berani ngebantah sama mama ya!" Andra menghela napas.
"Ya udah kalau itu keputusan kamu. Kalau sampai nanti terjadi apa-apa dengan kamu. Entah kamu jadi pelampiasan kemarahan papa saat mabuk, jangan adu ke mama!"
Wanita itu pun pergi dengan bahu naik turun, ia berusaha meredam amarah. Andra hanya bisa tertegun memandang punggung mamanya. Yang saat ini sudah masuk ke dalam taksi.
Kala yang saat itu tanpa sengaja melihat kejadian itu, memandang Andra nanar. Kala merasa iba melihat Andra. Kala tahu pasti berat dan sakit menjalani hidup dengan kedua orang tua yang sudah berpisah.
Pantas saja Andra jarang masuk sekolah. Ia sering membolos, sekalinya masuk Andra selalu tidur di kelas. Andra pun selalu datang terlambat setelah lima belas menit bel masuk berbunyi. Tidak jarang juga Kala melihat Andra dihukum oleh guru piket dikarenakan terlambat datang ke sekolah.
Meskipun begitu, Andra termasuk jajaran siswa yang difavoritkan para cewek-cewek. Ia memiliki mata bulat nan tajam, alis tebal, bulu mata lentik. Bibirnya tipis, kecil ia jarang sekali tersenyum, namun sekali Andra tersenyum.
Senyuman itu berkilat menampilkan wajah tengil. Meskipun begitu hal tersebut terlihat mengemaskan Dimata cewek-cewek. Belum lagi rambut poni yang diatur mengulung ke kanan bergelombang, ketika Andra menyugar rambutnya. Kulit sawo matang, lalu badanya jangkung terlihat berisi. Dan jangan lupakan lesung dipipinya yang membuat Andra semakin terlihat memesona tidak salah ia dijuluki "si hitam manis."
Saat Kala sedang asik memandangi Andra. Tiba-tiba saja cowok itu, mengarahkan pandangannya ke atas ke arah Kala. Merasa tertangkap basah sedang memperhatikan Andra. Kala cepat-cepat menutup kaca jendela kamar dan mengulung diri di dalam selimut.
"Aduh.... Bodoh, bodoh, bodoh...." gerutu Kala.
***
Andra melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah menuju ruang tidurnya. Sampai di kamar, Andra bukannya tidur tetapi ia malah memandang kosong ke arah jendela tetangganya. Andra berada di balkon rumah kamar, ia kini masih terus memandangi balkon kamar tetangga yang letaknya sangat dekat dengan balkon rumah. Jarak rumah yang saling bersisian tidak mengherankan jika Andra hanya tinggal memanjat dan melompat sedikit saja mungkin ia telah sampai pada balkon rumah tetangganya itu.
"Abang, bisa pelan-pelan gak nyetir nya?" tanya Kala disela Aksa—abangnya asik menyelinap dan menyalip beberapa kendaraan.
Kala masih merasa dibuat tegang dan jantungnya berdegup kencang saat Aksa masih saja tak mendengarkan omongan nya. Kala semakin berpegangan erat pada kedua bahu Aksa.
"Abang! Pelan-pelan!"
"Beriisik babget lo, Kal. Udah diem aja ga usah komen!" sentak Aksa.
Aksa kembali menaik gas motornya bahkan lebih cepat. Dan ketika hendak sampai Aksa dengan arogannya memegang rem dengan mendadak. Membuat dahi Kala terbentur helm Aksa.
"Aduh," lirih Kala sembari memegangi dahi.
"Turun Lo cepet!" desak Aksa.
"Tapi belum sampai sekolah, bang?"
"Manja banget Lo! Tinggal jalan dikit doang! Udah turun cepet!" Kala mencebikkan bibirnya. Mau tidak mau Kala pun menuruti perintah Aksa.
"Udah gua bilang jadi orang tuh mandiri! Jangan apa-apa gua. Pulang sendiri berangkat sendiri, kek!" pekik Aksa, ia menatap tajam Kala. "Lo, ganggu tidur pagi gua!bye!"
Setelah itu, Aksa dengan cepat melesat pergi hilang dari pandangan Kala. Kala mendengus sebal.
"Hei!" ucap seseorang.
"Mau bareng sampai sekolah?" tutur seseorang itu pada Kala.
Spontan Kala menoleh ke arah sumber suara. Mendapati seorang anak cowok dengan seragam yang sama dengan nya. Cowok itu terlihat tidak asing dimata Kala.
"Hei? Mau bareng sampai sekolah?" ucapnya untuk kedua kali menawarkan Kala tumpangan.
Cowok itu menggoyangkan tangan kanannya di depan wajah Kala yang terlihat melamun. Ia memiringkan kepalanya. Kala pun tersadar dari lamunan mengedipkan kedua bola matanya berkali-kali.
"E... engga, makasih kak. Aku jalan kaki aja. Lumayan olahraga pagi," pungkas Kala.
"Benaran nih? Biasanya kalau pagi ada angsa yang suka nyosor gitu di ujung jalan sana."
Kala terdiam sejenak menganalisis ucapan cowok itu. Kala menatap cowok itu dan berkata, "beneran ada soang?"
Cowok itu menjawab pertanyaan Kapan dengan anggukan. Kala sangat takut dengan hewan bernama angsa atau soang. Karena ia memiliki pengalaman pribadi yang buruk dengan hewan itu.
"Boleh kak, aku numpang ya."
Kala dengan ragu-ragu menaiki motor cowok tersebut. Setelah memastikan Kala sudah benar-benar duduk di kursi belakang. Reandra atau Andra—cowok yang memberikan tumpangan pada Kala, melajukan motornya. Tidak ada percakapan sama sekali diantara mereka. Perjalanan berlanjut tidak lama hanya sekitar lima belas menit untuk sampai dari ujung jalan menuju sekolah.
Kala turun dari motor Andra setelah sampai di parkiran. Andra melirik sekilas Kala, usai mengambil kunci motornya dan memasukkan ke dalam saku baju.
"Ayo," ajak Andra yang melihat Kala masih berdiri di depan parkiran. Mereka berjalan beriringan. Beberapa pasang mata sesekali melirik kearah Andra dan Kala.
"Makasih ya, Kak. Maaf ngerepotin," kata Kala.
Andra mengangguk kan kepalanya. "Sama-sama. Engga kok ga ngerepotin sama sekali," jawab Andra.
"Btw jangan panggil gua, Kak. Kita seumuran," lanjut Andra.
Andra menghela nafas. Ia mengulurkan tangannya seraya berkata, "Kenalin gua Reandra. Lo bisa panggil gua Andra."
Kala menghentikan langkahnya. Tatapan Kala jatuh pada rambut hitam Andra yang berantakan dan baju sekolah yang tidak beraturan. Dua kancing baju yang tidak dikancing sehingga memperlihatkan kaos putih, baju seragam yang keluar dan dasi yang tidak rapi.
Kala mengulurkan tangannya menyambut tangan Andra dengan senyuman. "Salam kenal Andra Aku, Anikala. Kamu bisa panggil aku Kala."
Setelah itu, mereka masuk ke dalam sekolah. Bersalaman dengan beberapa guru yang sudah berdiri menyambut murid-murid. Usai bersalaman dengan guru Banu dan Kala lanjut berjalan memasuki lorong sekolah. Mereka berpisah sesudah menaiki tangga. Banu berbelok ke arah kanan dan Kala berbelok ke arah kiri.
"Dah Kala," ujar Andra.
Kejadian itu adalah pertama kalinya Andra berkenalan dengan cewek yang bernama Kala. Hari itu juga merupakan saat pertama kali Andra masuk SMA untuk menjalani masa orintasi siswa atau MOS. Dan saat pembagian kelas ternyata Andra berada di kelas yang sama dengan Kala.
Ketika itu juga, bangku yang masih kosong adalah bangku di sebelah Kala. Sejak saat itu Andra sudah menjadi teman sebangku Kala. Dan kini, di kelas sebelas pun Kala menjadi teman sebangku nya lagi bahkan sekarang menjadi tetangganya. Namun, tidak banyak hal yang Andra tau tentang Kala.
Kala cewek yang sangat irit bicara seakan suaranya takut kehabisan bahan bakar. Tidak banyak orang yang mengenalnya termasuk segala teka-teki dihidupnya.