Kala berjalan lesu menuju rumahnya. Ia terpaksa untuk naik angkot setengah jalan dari rumah karena uangnya tidak cukup jika sampai di depan gang rumahnya. Bisa-bisa ia kena ocehan Abang supir angkot dan membuatnya malu dipinggir jalan. Jujur saya bukan hanya karena uang sakunya tidak cukup untuk naik angkutan umum, namun juga nila ulangan pelajaran ekonomi yang hanya sembilan puluh.
"KALA!!"
"APA-APAAN INI NILAI CUMA 90!"
"BUNDA BILANG 100 YA, KAL! 90 ITU UNTUK ANAK IPA KAYA ABANG KAMU! BUKANNYA 90!"
Dalisha mengepalkan kertas ulangan ekonomi Kala menjadi bulat dan melemparkan ke arah tong sampah. Ia pun menatap tajam ke arah Kala-anak nomor duanya
Kala bergedik ketika membayangkan Dalisha marah karena melihat nilai ulangannya. Kala mencengkram rambutnya, bahkan ia tidak tahu harus bersikap bagaimana nanti jika bertemu sang mama. Rasanya ingin menghilang dari bumi. Kala mengembuskan napas kasar.
"KALA!!"
"KALA... KALA.. KALAAA!!"
"AWAS!!"
Suara teriakan itu berhasil membuat lamunan Kala buyar, ketika Kala mendengar suara teriakan yang cukup familiar ia dengar. Dan belum sempat Kala melihat siapa seseorang yang meneriaki namanya. Sebuah benda sudah mengenai kepalanya dengan cukup keras.
BUGH
Seketika kepala Kala menjadi pusing, ia memegangi kepalanya. Perlahan namun pasti padangan Kala mulai buram. Dan Kala pun terjatuh begitu saja.
Banu menatap tajam ke arah Ghani. Yang saat itu tanpa sengaja melemparkan bola basket keluar lapangan. Padahal niatnya ingin memasukkan bola tersebut ke dalam ring, namun meleset. Banu yang sadar siapa seseorang yang pingsan tersebut langsung berlari menghampiri Kala dengan tergesa-gesa. Raut wajah cemasnya sangat terlihat dengan jelas.
Janu menyikut lengan Ghani dengan kasar. "Gara-gara Lo, noh," ucap Janu.
"Yeee... Gua kan gak sengaja..." Janu sedikit menyunggingkan bibir.
Sepersekian detik Janu, Arghani, Reandra, Ganendra dan Kenzie yang saat itu sedang latihan basket memusatkan perhatian mereka ke arah Banu yang terlihat sangat panik dengan keadaan Kala. Mereka pun menghampiri Kala yang sudah tergeletak di atas aspal tidak sadarkan diri.
"Pingsan, njir.." ujar Kenzie.
"Lo sih!" sindir Ganendra pada Ghani.
"Anjir, gua gak sengaja cuy.." bela Ghani. Yang sedikit kesal karena disalahkan terus menerus.
"Mendingan bawa ke bangku dekat lapangan aja, nu," usul Andra.
Banu pun menuruti perintah Andra. Ia mengangkat tubuh Kala. Sedangkan Ghani membawakan ponsel serta kertas ulangan milik Kala. Setelah sampai di bangku yang tersedia di dekat lapangan. Banu merebahkan tubuh Kala di atas bangku tersebut. Dengan paha Banu sebagai bantalan untuk kepala Kala.
"Kal.. bangun... Kala?" tutur Banu khawatir. Banu menepuk-nepuk pipi Kala dengan pelan. Berharap Kala segera bangun. Namun, usaha tersebut tidak berhasil.
"Aduh gimana nih, mampus guah," pungkas Ghani.
"Gak mati kan dia?" tanya Ghani tiba-tiba.
"Mati? Kucing kali," jawab Kenzie. Banu melirik Kenzie tajam. Kenzie yang menyadari hal tersebut lantas tersenyum kaku.
"Ada yang punya minyak angin?" tanya Banu.
"Gua bawa kayaknya. Bentar gua cek di tas." Janu pun berlari kecil menghampiri tas nya yang berada di pinggir lapangan. Mencari sebentar apa yang diperlukan Banu. Ketika sudah mendapatkan apa yang ia cari. Janu pun kembali berlari kecil.
"Nih minyak angin nya."
Banu mengambil minyak angin tersebut dan mengoleskan nya pada leher serta dekat hidung Kala. Berharap gadis itu segera sadar kan diri. Tidak lupa juga Banu mengipasi Kala dengan kertas yang dipegang oleh Ghani. Supaya Kala mendapatkan pasokan oksigen yang cukup. Tidak lama setelah itu Kala pun bangun dari pingsannya.
Perlahan Kala membuka matanya. Terbangun dengan kondisi kepala masih pusing dan ia berusaha untuk menerima cahaya yang masuk di kedua bola matanya.
Kala berkedip berkali-kali memastikan apakah ia masih di dunia atau sudah di akhirat. Pasalnya mengapa banyak sekali orang ditambah orang-orang tersebut menatap Kala dengan ekspresi yang sangat lucu.
"Lo gak apa-apa?" tanya Banu menatap Kala dengan jarak yang sangat dekat.
Mendengar itu sorot mata Kala beralih pada Banu. Kala menatap manik legam mata itu dengan bulu mata yang sangat lentik, Kala dibuat terpesona. Namun, rasa terpesona itu tidak berlangsung lama. Sebab Kala pun tersadar ia sedang dipandangi oleh banyak laki-laki!
'Oh tidak!! Gua di mana?! Gua kenapa?!' batin Kala panik sekaligus malu.
Menyadari bahwa ia sedang tertidur di atas bangku dengan kepala disangga oleh paha seorang laki-laki. Kala pun sontak bangun dan membenarkan posisi duduknya.
"Lo gak apa-apa?" tanya Banu kembali, berusaha memastikan.
Kala menolehkan kepalanya menatap Banu intens. Kemudian menatap teman-teman Banu bingung.
"Lo gak apa-apa?" pertanyaan dari Banu kembali muncul. Kala menatap Banu lama Sebab baru kali ini ada seseorang yang peduli terhadapnya. Banu menjentikkan jari tepat di depan mata Kala. Berharap gadis itu tidak bengong.
"Kal?" tanya Andra yang saat itu juga berada di sana.
"Ha?"
"E-"
"A-aku gak apa-apa, kok!"
"E-ya udah kalo gitu pamit pulang ya..." ucap Kala gugup.
Kala berusaha berdiri, namun kepalanya masih terasa pusing dan ia pun kembali duduk.
"Lo kenapa-kenapa itu, Kal," ujar Andra. Kala tersenyum kikuk.
"A-aku gak apa-apa, kok. Ya udah aku mau pamit ya. Aku harus cepat-cepat pulang."
Kala mengemasi barang-barang nya memasukkan ponsel serta kertas ulangan nya ke dalam tas. Dan ia penyampirkan tas pada pundak kanan. Ia membelah jalan yang tertutupi oleh teman-teman Banu yang saat itu masih memandanginya terheran-heran.
"Gua pamit bentar," Banu pun mengambil kunci motor di dalam tas. Dan segera berlari untuk mengejar Kala.
"Uhuy.. yang salah siapa, yang tanggung jawab siapa," tutur Ghani yang merasa dunia sedang lucu-lucunya.
"Yah namanya juga felling in love. Kan ku kejar dirimu sampai ke negeri Cina," pungkas Andra.
"Kayaknya Lo salah peribahasa deh," protes Kenzie.
***
Kala tidak suka menjadi pusat perhatian. Kala tidak suka dipandang dengan tatapan iba atau menyelidik. Kala tidak suka dengan hal itu. Karena sebab itu Kala memilih untuk cepat-cepat pergi dari lapangan komplek agar bisa sesegera mungkin untuk menghindar dari cowok-cowok itu. Dengan langkah cepat dan sesekali ia menoleh ke belakang memastikan satu dari cowok itu tidak ada yang mengikuti nya.
"KALA!" teriak seseorang dari kejauhan.
Langkahnya tiba-tiba terhenti sejenak memastikan apakah pendengaran nya salah atau tidak.
"KALA! TUNGGU!"
Suara itu berhasil membuat langkah Kala terhenti tiba-tiba. Ia perlahan membalik tubuh untuk melihat siapa seseorang yang sudah memanggil namanya. Pupil mata Kala membesar ketika melihat seorang cowok mengejarnya dengan motor matik berwarna putih. Belum sempat cowok itu sampai, Kala sudah berlari untuk menghindar.
"KALA!" suara cowok itu kembali terdengar dan Kala semakin mempercepat langkah kakinya.
BRUK!!
Tubuh Kala terjatuh di aspal. Dengan lutut yang terlebih dahulu mencium aspal. Banu-sosok cowok yang mengejar Kala lantas menghentikan laju motornya. Memarkirkan motor serta mengambil kunci motor. Ia pun berlari kecil menuju Kala yang terjatuh.
"Lo gak apa-apa? Sini gua bantu."
Banu mengulurkan tangannya untuk membantu Kala berdiri. Kala hanya menatap Banu. Sejujurnya Kala tidak ingin menerima uluran tangan Banu dan ingin menepis tangan itu. Sebab Kala malu. Malu, karena Banu melihatnya jatuh.
'Aargh... Semesta kenapa pertemuan ini begitu memalukan?'
"Bentar gua ambil obat merah buat obatin luka, lo. Kebetulan ada di jok motor," ujar Banu. Ia melangkahkan menuju motor.
Sementara Kala masih terduduk di aspal. Sambil sesekali meniup luka di lututnya. Tidak lama Banu sudah kembali dengan membawa satu gelas air mineral, tissu, obat merah dan plaster luka. Banu pun menyamai duduk dengan Kala.
"Sini gua liat dulu luka, lo." Kala mengeleng.
"Gak apa-apa. Gua bukan orang jahat. Gua temannya Andra. Apa lo, lupa?"
"Sini gua liat lutut lo."
Kala pun dengan terpaksa memperlihatkan luka dilutut nya. Banu pun mengajak Kala untuk duduk di pinggir trotoar untuk mengobati luka.
"Sorry sebelumnya. Gua obatin, sakitnya cuma sebentar, kok."
Banu dengan perlahan menyiramkan air pada lutut Kala. Setelah itu menyeka air tersebut dengan tissu yang sudah ia ambil dari jok motor nya. Dirasa sudah kering, Banu pun membuka tutup botol obat merah. Membalurkan obat tersebut di lutut Kala. Kala sedikit meringis saat Banu membalurkan obat merah itu.
"Sakit, ya?" tanya Banu yang melihat ekspresi wajah Kala. Kala mengangguk pelan. Banu pun meniup luka Kala yang sudah terbalur obat merah. Berharap rasa perih itu sedikit hilang dari lutut Kala.
"Ini nanti kalo udah sampe rumah pake plaster ini ya." Banu memberika palster luka pada Kala. Kala pun menerima itu dan memasukkan ke dalam saku baju.
"M-makasih-"
"Banu Sastra," ucap Banu. Ia mengulurkan tangannya tanda perkenalan.
"Kala," jawab Kala. Mereka berdua pun mengulurkan senyum.
"Gua anter Lo pulang, ya?"
"E-engga usah. Makasih, aku bisa sendiri. Takut ngerepotin."
"Gua bisa anterin Lo. Biar lo gak pulang sendiri," ujar Banu.
"Oke?"
"Gua anter pulang, ya."
Kala merenung. Namun, ia mulai membuka bibir dan berkata, "Iya ya udah boleh. Tapi maaf kalo aku ngerepotin."
Banu yang mendengar ucapan Kala mengulum senyum senang. "Engga.. engga sama sekali."
Mendengar itu Kala terkekeh singkat sebelum akhirnya menghela napas. Terpaksa ia menuruti perintah Banu. Yang sebenarnya ia tidak terlalu kenal pada cowok ini. Melihatnya saja baru beberapa hari lalu. Entah, sebenarnya ia merasa ragu ketika Banu memaksa untuk mengantarkannya pulang.