PAGI hari yang cerah. Di depan Kelas Platinum, Johni sibuk menatap layar tabletnya. Sesekali membenarkan letak kacamatanya yang entah kenapa sering sekali mengganggu. Dion sibuk menggoda para siswi perempuan. Sedangkan Tara bersikap sok cool ketika salah seorang siswi malu-malu memberinya hadiah. Dari kejauhan Leon berlari menghampiri mereka. Wajahnya terlihat panik.
“Ada apa? Apakah kau mau pamer soal tanda tangan penulis buku syair favoritmu lagi?” Tanya Johni tak melepaskan pandangannya dari tablet. Leon memanyunkan bibirnya.
“Kalian harus mendengarnya!” Pekik Leon berusaha mengatur napas. Johni, Leon, Dion, dan Tara langsung mengalihkan pandangan ke arah Leon. Bersamaan dengan itu, segerombolan siswa datang menghampiri mereka yang masih berwajah penuh tanya. Tori dan kawan-kawan.
“Lihat, idola yang mereka banggakan kini tidak bersama dengan mereka. Apakah karena dia telah berkhianat sehingga dia malu harus memperlihatkan diri di sekolah?” Seru Tori yang di amini kawan-kawannya dengan tawa renyah.
“Apa maksud ucapanmu cowok pakaian aneh?” Balas Johni membuat anggota Perfect Gank memandang ke arahnya, heran.
“Ya. Apa maksudmu brengsek?!” Sambung Dion tersulut emosi. Dia terlihat sudah bersiap dengan kuda-kuda berkelahinya.
“Hei-hei, santai dong. Tidak usah emosi dulu. Bukankah ucapanku benar? Kalian tidaklah pantas di panggil Perfect Gank jika jumlah kalian tidaklah sempurna. Dimana ketua kalian yang selalu kalian banggakan itu?” Seru Tori lagi. Dia melemparkan secarik kertas pada mereka. Johni mengambil dan memperlihatkannya pada semua anggota.
“Lihat? Kalian terkejut bukan? Tentu saja iya. Idola itu telah mengkhianati kalian. Dia menyembunyikan identitas aslinya pada kalian, pada kita semua. Parahnya lagi, bahkan dia mengganti nama dan menyamarkan nama orang tuanya di sekolah.
Apa kalian tahu jika dia adalah seorang pewaris tunggal seorang pebisnis kaya raya di negeri ini? Nama orang tuanya selalu muncul di TV dan selalu trending di sosial media. Sungguh di luar dugaan jika ternyata dia sedang menjadi buronan. Lebih tepatnya kabur dari rumah. Bahkan orang tuanya tidak segan memberi hadiah sebesar 10 miliyar bagi yang menemukannya.” Seru Tori lagi kini membuat semua anggota Perfect Gank semakin terkejut.
“Melihat wajah kalian yang terkejut mendengar berita ini. Sepertinya kalian benar-benar tidak tahu dimana keberadaannya saat ini bukan?” Tori memandang satu per satu anggota Perfect Gank dengan tajam. Memastikan bahwa di antara mereka tidak ada yang berbohong.
“Baiklah. Sepertinya kalian juga tidak tahu. Atau kalian menyembunyikannya. Aku juga tidak tahu. Namun yang jelas. Cepat atau lambat aku akan menemukannya. Dia tidak akan bisa lari lagi.”
“Brengsek! Sekali lagi kau bilang-” Kata Dion tertahan.
“Ya. Kami memang tidak tahu. Jika kau ingin mencarinya. Carilah dia. Ku harap kau tidak pernah menemukannya. Lalu segera pergilah dari sini. Atau kepalan tinju Dion berakhir di wajah kalian masing-masing.” Potong Johni cepat. Lagi-lagi anggota Perfect Gank memandangnya heran. Baru pertama kali mendengar Johni yang terkenal pendiam bicara berani di hadapan banyak orang.
“Apa boleh buat. Sebaiknya kita segera pergi sebelum hadiah itu diambil orang.” Kata Tori memberi kode pada kawan-kawannya untuk pergi dari hadapan mereka. Meninggalkan tanya yang masih memenuhi pikiran Perfect Gank.
“Apakah berita ini yang akan kau sampaikan pada kami, Leon?” Tanya Johni tiba-tiba. Leon yang terkesiap langsung mengangguk. Dia memberikan secarik kertas padanya. Kertas yang sama seperti apa yang Tori berikan.
“Aku mendapatkannya ketika berangkat sekolah pagi ini. Selebaran ini terlihat bertebaran di depan sekolah. Orang-orang bertubuh kekar pun datang mengunjungi sekolah. Aku dengar mereka menginterogasi Kepala Sekolah mengenai Naru.
Jika apa yang Tori dan selebaran katakan ini benar. Bukankah saat ini ketua kita sedang dalam kesulitan?” Seru dan tanya Leon memandang satu per satu anggota Perfect Gank.
Suara bel masuk berbunyi. Seluruh siswa berlomba untuk memasuki kelas. Bersamaan dengan itu, sebuah bunyi ringtone telepon masuk terdengar dari layar tablet Johni. Dia segera mengangkatnya. Nomor tak dikenal.
“Johni! Ini aku Naru!” Kedua mata Johni terbelalak kaget.
“Naru?! Kau ada dimana sekarang?” Tanya Johni tanpa menunggu. Kompak Perfect Gank pun maju mendekati Johni.
“Aku ada di Rumah Singgah. Apakah kalian bisa kesini sekarang juga?” Suara Naru terdengar panik.
“Apakah ini ada hubungannya dengan hadiah 10 miliyar?” Tanya Johni memastikan.
“Apa? Hadiah? Apa yang sedang kau bicarakan?” Semua orang memandang tak mengerti.
“Jangan kemana-mana. Kami akan segera kesana sekarang juga.”
“Tunggu! Tolong bawa Eri dan Ibunya juga ke sini. Akan aku jelaskan semuanya di Rumah Singgah nanti. Apa kau bisa melakukannya?” Johni memandang satu per satu anggota Perfect Gank.
“Ya. Tentu saja.”
*
Pintu Rumah Singgah terbuka lebar. Anggota Perfect Gank masuk dan berteriak ke segala arah. Memanggil nama Naru berkali-kali. Namun nihil. Di belakang, Eri mengantar Ibunya masuk ke dalam Rumah Singgah. Wajahnya terlihat kagum sekaligus heran tak mengerti. Di kelilingi banyak laki-laki muda membuat naluri keibuannya bahagia dan juga khawatir sekaligus.
“Apakah mereka semua teman-temanmu, Eri?” Tanya Ibunya. Eri mengangguk mengiyakan.
“Apakah mereka semua baik?” Tanya Ibunya lagi. Kali ini Eri tersenyum. “Ya. Insha Allah mereka orang-orang yang baik, Bu.”
“Apakah Naru pergi ke suatu tempat?” Tanya Dion menerka. Johni menunjuk motor milik Naru yang masih terparkir di depan Rumah Singgah. Itu pertanda jika Naru masih berada di dalam rumah.
“Akhirnya kalian datang juga!” Seru suara Naru terdengar dari lantai dua. Di kedua tangannya seekor kucing terlihat menggeliat meronta.
“Apakah itu kucing yang ada di tanganmu?” Tanya Johni menunjuk hewan mungil itu. Naru mengangguk. Wajahnya terlihat senang dan juga berantakan. Termasuk kedua pipinya yang merah dan lebam.
“Aku baru saja menolongnya yang terjebak di atas genting lantai dua. Sepertinya dia baik-baik saja. Aku baru saja mau mengambilkan makanan untuknya ketika mendengar suara berisik dari depan rumah.” Jawab Naru mencoba memberikan kucing itu pada Dion.
Namun dia malah menghindar menjauh. Dia tahu jika Dion paling takut kucing. Tidak sepadan dengan sikap dan tubuhnya yang terlihat kekar tapi pengecut dengan hewan mungil seperti kucing.
“Jadi, bisa kau mulai jelaskan sebenarnya apa yang sedang terjadi? Eri dan Ibunya ingin mendengarnya langsung dari mulutmu. Aku harap dia tidak salah paham.” Kata Johni memulai percakapan serius. Naru menghela napas panjang.
Jam dinding yang menghadap pintu masuk Rumah Singgah masih menunjukkan pukul sembilan pagi. Semua orang telah berkumpul dan duduk di setiap tempat di ruang tamu. Mendengarkan dengan saksama apa yang Naru katakan.
“Jika kalian sudah mendengar tentang aku yang kabur dari rumah. Itu benar.” Naru berhenti bicara. Dia memandang semua orang.
“Jika kalian tiba-tiba aku suruh untuk datang ke Rumah Singgah hingga membuat kalian bolos sekolah. Atau membuat Eri dan Ibunya juga terlibat. Itu juga benar. Karena itu, aku minta maaf.” Lanjut Naru lagi. Dia meraih selebaran kertas yang sedari tadi Leon genggam hingga kucel dan lusuh.
“Jika setelah ini aku menceritakan detail ceritanya pada kalian. Maka hidup kalian juga terancam.” Kata Naru terdengar menakutkan.
“Maksudmu nyawa kami? Nyawaku?” Seru Dion memastikan. Naru mengangguk kuat. Raut wajahnya yang serius tak perlu di ragukan lagi.
Prang! Suara vas jatuh ke lantai. Mengejutkan semua orang. Bahkan Dion sampai terjatuh menginjak kaki Leon. Tak sengaja tangan Leon mendorong tubuh Tara. Johni yang sigap mencegah tubuhnya jatuh agar tidak menimbulkan efek domino.
Setelah itu, semua orang melihat ke sumber suara. Seekor kucing dengan wajah tanpa dosanya sedang berdiri di antara pecahan kaca dan bunga yang berserakan. Rasa terkejut mereka langsung musnah seketika.