Loading...
Logo TinLit
Read Story - YANG PERNAH HILANG
MENU
About Us  

 SENJA sudah lama berlalu. Hanya derik jangkrik dan hembusan angin malam yang menemani dua insan yang masih berdiri saing berhadapan. Tanpa berkata beberapa detik lamanya. Saling mencuri pandang. Hingga sebuah cahaya lampu di sudut sekolah bersinar. Membuat mereka segera sadar jika waktu tak akan membiarkan mereka begitu saja untuk waktu yang lama. 

“Ikuti aku!” Pinta Eri berjalan menjauh. Meninggalkan Naru yang masih belum percaya. Walaupun akhirnya dia tak bisa hanya mematung saja. Tanpa sadar dia pun mengikutinya. 

Langkah kakinya yang kecil-kecil namun cepat membuat Naru tak bisa berhenti memandanginya. Tubuh yang terbalut baju serba tertutup itu membuatnya tak sadar jika sosoknya berlomba dengan bayangan malam. 

Naru melihatnya yang kini telah berada di depan sebuah ruangan. Beberapa kali dia terlihat waspada melihat ke segala penjuru. Memastikan tidak ada orang lain yang melihat. 

Ketika di buka, ruangan itu langsung tercium bau karbon dan obat-obatan. Sebuah ranjang dan kotak obat yang terpasang di sudut terlihat memenuhi ruangan serba putih itu. Di sudut lainnya sebuah wastafle terpasang di bawah cermin besar yang menggantung. Dengan cekatan Eri membuka dan memilah setiap kotak obat dan membawanya di atas meja. 

“Waktu kita tak banyak. Sekolah akan benar-benar terkunci jika kita tidak segera pergi dari sini.” Seru Eri membasuh kedua tangannya di wastafle. Airnya terlihat segar di mata Naru. Dia masih mematung di depan pintu UKS yang masih terbuka. Merasa enggan untuk masuk ke dalam. Sebelum akhirnya Eri dengan tatapan tajamnya menyuruhnya segera duduk di tepi ranjang. Membiarkan pintu tetap terbuka.

“Maaf telah membuatmu jadi begini...” Kata Eri membuka percakapan. Tangannya yang terlihat mungil lihai membasahi kain basah. Membersihkan luka-luka di wajah Naru. Dia sama sekali tak memandangnya. Sesekali Naru mengeryit menahan rasa sakit. 

“Lukamu begitu banyak. Bahkan darah tak habis keluar dari pelipismu. Apakah ini tidak apa-apa?” Tanya Eri lagi. Naru menggeleng cepat. 

“Kenapa kau yang harus meminta maaf?” Kini Naru yang memberi pertanyaan. 

“Tentu saja karena ini juga salahku.” Semua luka di wajah Naru telah bersih, hanya menyisakan luka yang masih berdarah. Wajah Naru kini terlihat kembali tampan walaupun masih terdapat bekas luka dan lebam di sana-sini. Eri tak menghiraukannya dan sibuk menutup luka itu dengan cepat. 

“Apakah hanya itu yang bisa aku dengar?” Tanya Naru lagi setelah menunggu tak ada jawaban. Eri berhenti bergerak. Dia terlihat diam. Hanya punggungnya saja yang terlihat membelakanginya. Naru tak mengerti. 

“Aku sungguh minta maaf. Jika saja aku memperingatkanmu dari awal. Pertarungan itu pasti tidak akan terjadi. Kau tidak akan terluka seperti ini. Lihat! Bahkan jari-jemarimu saja penuh darah!” Suaranya terdengar bergetar. Eri berusaha menahan tangis. 

“Apakah kau menangis?” Tanya Naru tak mengerti. Eri hanya diam dan kembali sibuk dengan membawa kain dan air bersih yang baru. Membuka kain kotor yang membebat jari-jemari tangan Naru.

“Berhenti. Aku yang tak mengerti dengan ucapanmu. Apakah kau akan tetap diam membiarkan aku tak mengerti dengan ucapan dan tingkahmu ini?” Naru menghentakkan tangannya. Menolak Eri yang hendak membersihkan luka di tangannya. Memandangnya dengan tatapan penuh tanya. Sambil masih menunduk dalam Eri berusaha kembali mengeluarkan suara. 

“Aku mendengar Tori dan kawan-kawannya telah merencanakan kejadian sore tadi padamu. Aku mengira jika dia hanya sedang kesal saja. Tidak mungkin seorang Tori akan melakukannya. Tapi aku salah. Aku tak tahu kenapa Tori berubah menjadi sangat menyeramkan dengan me-” 

“Ini bukan salahmu. Akulah yang sejak awal sudah memancing amarahnya. Siapa yang menyangka jika Tori dan kawan-kawannya akan berbuat hal gila seperti itu. Sepertinya dia sudah tidak peduli dengan statusnya di sekolah ini. Atau mungkin dia memang sudah membenciku sejak awal.” potong Naru santai. 

Naru mengambil peralatan medis yang sejak tadi Eri pegang. Berusaha membersihkan dan menutup lukanya sendiri.

“Jadi kau sudah mengiranya? Tapi kenapa kau diam saja? Bukankah seharusnya kau memberitahu pihak sekolah setelah kejadian tadi? Membuat Tori dan kawan-kawannya jera dan-” 

“Aku mendengar gosip jika Tori adalah pelindungmu. Tidak ada yang akan berani mendekatimu di sekolah ini. 

Jadi, ketika aku datang dan berusaha mendekatimu dengan menjahilimu. Tori telah mengambil langkah terlebih dahulu. Jadi jangan salahkan dirimu lagi. Karena ini urusan para cowok.” Seru Naru masih sibuk dengan kain kasa yang kesulitan dia buka. 

“Aku tak pernah mau menerima gosip itu.” Jawab Eri menarik kain kasa, membukanya dan membalut luka-luka di jari jemari Naru.

“Jadi, apakah benar yang aku dengar dari semua orang bahwa Tori adalah pelindung bagimu?” Tanya Naru tergagap. Berkali-kali ia mengalihkan pandangan darinya. Eri hanya terdiam. 

“Berarti benar apa kata me-“ 

“Tidak!” potong Eri cepat.

“Mereka bilang begitu. Tapi aku tak suka ketika mendengarnya. Dan jika kau mengikuti kata mereka. Jangan lagi kau coba mendekatiku walaupun itu hanya kejahilanmu, kalau tak mau terjadi seperti hal ini untuk yang kedua kalinya.” Jawab Eri datar. Ia juga masih tak memandang ke arah Naru. 

“Oh, begitu. Tak masalah bagiku. Justru itu semakin menarik. Baiklah. Terimakasih sudah mengobatiku, Eri.” Kata Naru membuat Eri memandang sejenak ke arah Naru dengan tatapan tak mengerti. 

“Apalagi? Kalian adalah pasangan terkenal di sekolah favorit ini bukan? Jadi wajar jika-“ 

“Tolong mengertilah. Kami hanyalah teman. Gosip atau apapun itu sama sekali tak benar. Jadi jika kau ingin terluka serperti ini lagi. Terserah.. Aku sudah memberi peringatan padamu.” potong Eri cepat seraya mengembalikan kotak obat ke tempat semula. Kembali sibuk membersihkan tangan di wastafel. 

“Ahhh! Enak sekali tiduran di sini. Kenapa kau tak mempersilahkanku duduk di ranjang dari tadi? Aku lelah berdiri terus tahu!” Seru Naru merebahkan diri di atas ranjang dengan bertingkah seperti kucing. Eri yang melihat gelagatnya langsung terlihat khawatir. 

“Apa yang kau lakukan? Pergi dari sini! Atau-“

“Kau mengusirku setelah mengobatiku? Jadi beginikah cara kerja anggota PMR di sekolah favorit ini? Memperlakukan pasien dengan kasar.” 

“Bukan begitu! Tolong jangan salah paham. Sekarang kita sedang berada di tempat yang sepi dan berdua saja. Ini tidaklah baik. Maka dari itu aku tak mempersilahkanmu untuk masuk ke ruangan ini.” Jawab Eri terlihat kesal. Dia mendekat ke arah pintu. Naru justru membalasnya dengan tersenyum jahil.

“Apakah ini dilarang oleh agamamu?” Tanya Naru kini duduk di tepi ranjang. Wajahnya terlihat penuh tanya. 

“Ya? Tentu saja! Apakah kau baru tahu?” 

“Ya. Sepertinya aku memang baru tahu. Maaf.” Naru langsung beranjak dari ranjang dan menghampiri Eri yang berdiri di pintu. Dengan cepat dia menghindarinya. Memberi tempat bagi Naru untuk keluar dari ruangan berbau karbon. 

“Aku memang tak tahu apa hubunganmu dengan Tori. Namun yang jelas aku tahu kau pasti sudah tahu bagaimana sikapnya. Jadi aku tak perlu lagi memperingatkanmu tentang dirinya bukan? 

Terima kasih sudah memberi penjelasan padaku. Juga mengobati luka-luka ini. Kau tahu? Luka ini tidaklah seberapa. Jadi jangan terlalu khawatir. Oke?” Seru Naru penuh percaya diri. 

Eri hanya mengeryitkan dahi heran. Melihat sosok Naru yang kini berjalan menjauhi ruangan itu. Melangkah di bawah sinar lampu.

“Dasar aneh.” Lirih Eri seraya mengunci pintu ruangan. Tidak ada yang tahu jika setelah itu terlihat siluet garis tipis di bibirnya. Sebuah senyum.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Behind The Spotlight
3199      1547     621     
Inspirational
Meskipun memiliki suara indah warisan dari almarhum sang ayah, Alan tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang penyanyi, apalagi center dalam sebuah pertunjukan. Drum adalah dunianya karena sejak kecil Alan dan drum tak terpisahkan. Dalam setiap hentak pun dentumannya, dia menumpahkan semua perasaan yang tak dapat disuarakan. Dilibatkan dalam sebuah penciptaan mahakarya tanpa terlihat jelas pun ...
Imajinasi si Anak Tengah
1753      1039     16     
Inspirational
Sebagai anak tengah, Tara terbiasa berada di posisi "di antara" Di antara sorotan dan pujian untuk kakaknya. Dan, di antara perhatian untuk adiknya yang selalu dimanjakan. Ia disayang. Dipedulikan. Tapi ada ruang sunyi dalam dirinya yang tak terjamah. Ruang yang sering bertanya, "Kenapa aku merasa sedikit berbeda?" Di usia dua puluh, Tara berhadapan dengan kecemasan yang tak bisa ia jel...
Manusia Air Mata
918      562     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...
Wabi Sabi
90      73     2     
Fantasy
Seorang Asisten Dewi, shinigami, siluman rubah, dan kucing luar biasa—mereka terjebak dalam wabi sabi; batas dunia orang hidup dan mati. Sebuah batas yang mengajarkan jika keindahan tidak butuh kesempurnaan untuk tumbuh.
Sebab Pria Tidak Berduka
103      87     1     
Inspirational
Semua orang mengatakan jika seorang pria tidak boleh menunjukkan air mata. Sebab itu adalah simbol dari sebuah kelemahan. Kakinya harus tetap menapak ke tanah yang dipijak walau seluruh dunianya runtuh. Bahunya harus tetap kokoh walau badai kehidupan menamparnya dengan keras. Hanya karena dia seorang pria. Mungkin semuanya lupa jika pria juga manusia. Mereka bisa berduka manakala seluruh isi s...
VampArtis United
920      596     3     
Fantasy
[Fantasi-Komedi-Absurd] Kalian harus baca ini, karena ini berbeda... Saat orang-orang bilang "kerja itu capek", mereka belum pernah jadi vampir yang alergi darah, hidup di kota besar, dan harus mengurus artis manusia yang tiap hari bikin stres karena ngambek soal lighting. Aku Jenni. Vampir. Bukan yang seram, bukan yang seksi, bukan yang bisa berubah jadi kelelawar. Aku alergi darah. B...
Langkah Pulang
340      254     7     
Inspirational
Karina terbiasa menyenangkan semua orangkecuali dirinya sendiri. Terkurung dalam ambisi keluarga dan bayang-bayang masa lalu, ia terjatuh dalam cinta yang salah dan kehilangan arah. Saat semuanya runtuh, ia memilih pergi bukan untuk lari, tapi untuk mencari. Di kota yang asing, dengan hati yang rapuh, Karina menemukan cahaya. Bukan dari orang lain, tapi dari dalam dirinya sendiri. Dan dari Tuh...
Kaca yang Berdebu
92      73     1     
Inspirational
Reiji terlalu sibuk menyenangkan semua orang, sampai lupa caranya menjadi diri sendiri. Dirinya perlahan memudar, seperti bayangan samar di kaca berdebu; tak pernah benar-benar terlihat, tertutup lapisan harapan orang lain dan ketakutannya sendiri. Hingga suatu hari, seseorang datang, tak seperti siapa pun yang pernah ia temui. Meera, dengan segala ketidaksempurnaannya, berjalan tegak. Ia ta...
Matahari untuk Kita
644      378     9     
Inspirational
Sebagai seorang anak pertama di keluarga sederhana, hidup dalam lingkungan masyarakat dengan standar kuno, bagi Hadi Ardian bekerja lebih utama daripada sekolah. Selama 17 tahun dia hidup, mimpinya hanya untuk orangtua dan adik-adiknya. Hadi selalu menjalani hidupnya yang keras itu tanpa keluhan, memendamnya seorang diri. Kisah ini juga menceritakan tentang sahabatnya yang bernama Jelita. Gadis c...
Smitten Ghost
175      143     3     
Romance
Revel benci dirinya sendiri. Dia dikutuk sepanjang hidupnya karena memiliki penglihatan yang membuatnya bisa melihat hal-hal tak kasatmata. Hal itu membuatnya lebih sering menyindiri dan menjadi pribadi yang anti-sosial. Satu hari, Revel bertemu dengan arwah cewek yang centil, berisik, dan cerewet bernama Joy yang membuat hidup Revel jungkir-balik.