Tidak semua kebenaran ditemukan lewat pencarian; sebagian justru muncul ketika kau tersesat.
Saat cahaya dari fragmen yang dibawa keluar mulai meredup di genggaman Freya, Raka merasakan ada sesuatu yang berubah. Bukan hanya di hutan Arkha, tapi juga di dalam dirinya sendiri. Seperti diibaratkan ia adalah algoritma, maka parameternya baru saja digeser ke arah yang tak dikenalnya.
"Freya, apa kau merasa ada sesuatu yang janggal?" tanya Raka pelan sambil memandang sekitar. Hutan Arkha kini tampak lebih tenang, terlalu tenang malah. Dan itu mencurigakan.
Freya mengamati telapak tangannya, di mana sisa-sisa cahaya biru itu membentuk pola-pola rumit seperti rangkaian kode. "Aku merasa seperti ada sesuatu dalam kepalaku. Seakan-akan aku bisa memahami pola. Koneksi antar fragmen. Ini seperti bahasa baru yang aku pelajari dalam semalam."
Raka menggigit bibir bawahnya. Ia tak tahu harus merasa kagum atau cemas. Kekuatan baru ini muncul begitu saja, dan mengandung sejumlah informasi yang terlalu rumit untuk dicerna oleh otak manusia biasa.
Langkah mereka membawa keduanya ke celah batu besar, dan saat Freya dan Raka masuk, lanskap pun tiba-tiba saja berubah. Bukit kode digital membentang. Pepohonan menyala dengan data yang mengalir di batangnya. Di tengah semua itu, berdiri sebuah menara lain dari cahaya padat. Menara Algora.
"Ini tidak pernah ada di peta. Dan tempat ini tak pernah muncul dalam mimpiku," gumam Raka.
"Karena ini bukan tempat nyata," sahut Freya, menahan napas. "Kita masuk ke dimensi sistem. Mungkin ..., pusat kendali dari sistem Match Breaker."
Pintu menara terbuka dengan sendirinya saat Freya mendekat. Di dalam, mereka menemukan sebuah ruangan seperti perpustakaan holografik, penuh dengan rekaman visual—semua tentang pasangan-pasangan yang pernah terhubung oleh sistem Callindra. Beberapa berakhir bahagia, beberapa hancur tragis.
"Ini... ini semua algoritma keputusan," desis Raka. "Sistem menganalisis semua faktor, mulai dari genetik, psikologis, sejarah keluarga, hingga ekspresi wajah. Ini menentukan siapa yang cocok dan berjodoh dengan siapa."
Freya menggeram. "Jadi cinta bukan tentang hati, tapi tentang angka dan statistik?"
"Itu sebabnya banyak hubungan yang terasa hampa meski 'cocok' secara sistem. Karena yang dihitung bukan jiwa, tapi data."
Di tengah ruangan, untuk ke sekian kalinya, muncul kembali hologram Lyra. Namun, ini bukan Lyra yang mereka kenal. Ini adalah prototipe awal, versi Lyra yang bisa dikatakan belum mengenal emosi. Versi Lyra yang hanya mengetahui fungsi.
"Selamat datang, pemegang fragmen. Anda telah melanggar batas akses. Otentikasi diperlukan."
Freya maju. "Aku bukan siapa-siapa. Tapi justru karena itu, aku bisa masuk ke mana pun."
Hologram memindainya. "Identitas divergen. Tidak terdaftar. Unik. Akses diberikan."
Layar menyala, menampakkan rekaman rahasia, Raja Vergana muda sedang memprogram sistem Match Breaker bersama Lyra versi awal.
"Kita akan hilangkan variabel tak terkendali, yaitu emosi. Jika cinta hanya menyebabkan kehancuran, maka kita ubah cinta menjadi fungsi yang terukur."
"Tapi, apa yang terjadi jika orang tak bisa mencintai atas pilihan mereka sendiri?" tanya Lyra muda.
"Maka mereka akan terhindar dari luka."
Freya menoleh ke arah Raka. "Dia menciptakan sistem untuk mencegah sakit hati. Namun, pada akhirnya, itu justru membuat dunia ini kehilangan jiwanya."
Raka menelan ludah. "Kita harus memutuskan. Apakah kita akan terus menggunakan sistem ini, atau merombaknya dari dasar?"
Namun, sebelum mereka sempat menyentuh terminal utama, muncul sosok tak terduga, Freya versi masa depan. Ia muncul dari balik hologram dengan senyum yang menusuk.
"Akhirnya kalian tiba juga di sini. Aku pikir kalian akan lebih lambat atau bahkan tak bisa menjangkau tempat ini."
"Apa yang kau lakukan di sini?!" seru Freya.
Freya versi masa depan menatap layar holografik. "Kalian akan menghancurkan sistem ini? Itu langkah yang keliru. Kalian seharusnya memperbaikinya, tetapi itu juga bila kalian hanya tahu algoritma yang hilang."
"Apa maksudmu?"
Dia menjentikkan jarinya. Sebuah fragmen baru muncul. Bukan memori, melainkan sebuah program. Di atasnya tertera sebuah tulisan.
ALGORITMA 000: Pilihan Tanpa Rumus.
"Algoritma ini tidak pernah selesai. Karena satu-satunya cara menyelesaikannya adalah dengan mencintai tanpa alasan."
Freya muda melangkah maju. "Dan kau sejak awal tahu tentang ini?"
"Tentu saja, karena aku yang menolaknya. Aku memilih menggunakan sistem. Aku yang menjadi arsitek algoritma saat Vergana pergi. Akulah yang meneruskan luka itu," ujar Freya dari masa depan dengan sorot mata yang berkilat-kilat dan nada bicara yang bangga.
Raka menarik napas tajam. "Jadi ..., kau adalah penerus Callindra sebenarnya?"
"Aku bukan penerus. Aku adalah sumber ganda dari kekacauan ini. Karena aku ingin cinta teratur. Terkontrol. Namun, sepertinya itu mustahil. Dan kini, hanya kalian yang bisa memilih. Bukan untuk menggantikan sistem, melainkan untuk memutuskan, apakah cinta harus ditentukan, atau dibiarkan tumbuh liar."
Freya menatap layar algoritma kosong. Tangannya tampak gemetar. Ini bukan sekadar keputusan yang mudah untuk diambil. Ini adalah fondasi dunia mereka.
"Kau tahu," gumam Freya pelan, "jika kami salah memilih, dunia bisa runtuh."
Freya versi masa depan mengangguk. "Benar. Dan mungkin ..., itu satu-satunya cara agar dunia baru bisa terlahir kembali."
Tiba-tiba, ruangan berguncang hebat. Alarm menyala dengan bunyi nyaring. Suaranya memenuhi setiap sudut ruangan. Layar pun menampilkan sebuah pesan peringatan.
“DATA VIRUS TERDETEKSI. VARIAN 000 TELAH DITANAMKAN.”
Freya versi masa depan tersenyum puas. "Sudah terlambat untuk memilih. Algoritma itu telah berjalan. Dunia akan diacak ulang."
Dalam satu kilatan cahaya, lantai pun runtuh. Freya dan Raka terjatuh ke dalam ruang hampa antara sistem. Dalam kehampaan itu, samar-samar terdengar sebuah suara.
"Selamat datang di dunia tanpa algoritma. Tempat pilihanmu tak lagi bisa diselamatkan oleh angka."
Menarik sekali
Comment on chapter World Building dan Penokohan