Loading...
Logo TinLit
Read Story - Monologue
MENU
About Us  

Majass—editor senior merendahkan suara sambil menumpuk naskah-naskah yang telah masuk di atas meja Pak Aksa, kepala redaksi.

"Sampai hari ini, belum ada kabar apa-apa dari editor genre romantis kita yang hilang. Bahkan dua hari sebelum itu, dia keluar dari WA grup tim editor."

Pak Aksa mengusap pelipisnya, gusar. "Terakhir saya tau, dia tampak baik-baik saja, sebelumnya dia menghubungi saya, ingin meminta cuti panjang, tapi belum pasti kapan harinya." Dilipat tangannya di atas meja. "Karna itu saya percayakan Anka yang mengambil alih naskah itu. Naskah itu harus cepat selesai. Deadline hanya sebentar lagi."

"Kenapa bukan Gasha?" Majass menerawang bagaimana Anka menolak mentah-mentah saat pertama kali dapat penawaran untuk menangani genre romantis. "Anka si anti romansa."

"Saya tau itu, tapi hanya Anka yang memiliki kemampuan membedah naskah dengan cepat."

"Dia kehilangan daya sejak naskah itu diterima."

Tentu, semua tau. Bahkan satpam di depan kantor menyadarinya. Anka yang memang anti romansa itu seperti sedang berduka. Tanpa daya. Seperti berusaha tetap berjalan demi menghela napas.

Pak Aksa berbisik, menyampaikan satu pernyataan dengan isyarat berat. "Naskah milik Denting bukan sekedar fiksi. Ada sisipan nyata yang mungkin tak disadari siapa pun. Termasuk... Anka."

***

Suara pintu berderit pelan. Majass dan Pak Aksa menoleh hampir bersamaan.

"Gasha?" ucap Pak Aksa.

Gasha berdiri di ambang pintu, membawa secangkir kopi yang masih panas.

"Maaf mengganggu. Saya hanya ingin mengantarkan kopi untuk Pak Aksa," katanya dengan senyum tipis, tapi matanya tak bergerak dari tumpukan naskah yang baru saja disebut-sebut: Revisi Emosi.

Pak Aksa mengangguk, menerima kopi. "Terima kasih."

Sebelum pergi, Gasha sempat menatap Majass. Kalimatnya terdengar biasa, tapi mengandung makna lain.

"Kalau Anka merasa keberatan, saya bersedia ambil alih naskah Denting. Saya juga sempat riset. Nama ‘Denting’ tidak muncul di data penulis mana pun selama satu tahun terakhir. Seolah dia hanya muncul… untuk naskah ini saja."

Majass mengernyit heran, tapi Gasha sudah membalikkan tubuhnya. Langkahnya pelan, tapi napasnya seperti tengah terburu-buru. Dia tahu ada yang aneh sejak naskah itu masuk. Dan mungkin, bukan hanya Anka yang sedang diintip oleh isi cerita.

***

Gasha tidak suka kehilangan peluang baik. Apalagi jika peluang itu hanya jatuh ke sosok yang tak sudi menerimanya.

Anka.

Nama itu sudah lama membuat Gasha kesal dalam diam. Selalu tampil tenang, dingin, dan nyaris tak pernah salah menilai naskah. Namun sekarang, dia mendekap naskah Revisi Emosi seperti menikmati kutukan.

Gasha hanya perlu menunggu waktu sampai editor paling logis itu tak lagi sanggup menangkalnya.

Sambil menyeduh kopi di pantry kantor, Gasha membuka kembali hasil pencariannya pagi tadi.

Nama: Denting
Tahun aktif: —
Karya terdokumentasi: —
Sosial media: —
Penerbit sebelumnya: tidak ada

Semuanya kosong. Kecuali, nama.

Bahkan akun e-mail Denting tampak baru dibuat. Tak ada jejak digital sebelumnya. Seolah penulis itu muncul hanya untuk satu alasan: menyampaikan sesuatu melalui naskah ini.

"Apa yang sebenarnya sedang lo tulis, Denting?" gumamnya, memikirkan siapa sosok di balik nama aneh itu.

Denting. Denting. Denting.

Jika Anka dijebak, lalu apa namanya jika dia saja selalu iri pada editor satu itu?

"Gasha?" Anak baru—asisten editornya datang. Wajahnya polos, tanpa riasan, dengan kacamata tebal, dan rambut yang diikat sederhana.

"Gasha?" Gasha menjentikkan jemarinya—memamerkan cat kukunya yang berwarna biru. "Kakak!"

"Oh, maaf. Kak Gasha. Tadi kakak manggil saya, ada apa ya?"

Gadis itu membisikkan sesuatu. Matanya mengerjap-ngerjap pada meja lainnya di ruang itu. Yang pemiliknya sedang ke toilet. Sudah lebih dari tiga kali.

Entahlah, mungkin Anka keracunan sarapan yang tadi diberi Gasha.

Ah, iya! Sayur kemarin yang dihangatkannya itu dia sajikan pada Anka. Tak ada niat meracuni laki-laki berperawakan tinggi, dengan hidung mancung yang proporsional di tengah wajahnya, rambut yang ditata rapi, dan kemeja yang kadang digulung sampai siku.

Mudah, bukan? Menggambarkan bagaimana sosok Anka di mata Gasha?

Kulit Anka bahkan lebih terang dari Gasha. Dapat dilihat dari foto-foto Anka dengan teman-temannya sewaktu sekolah dulu—dia, laki-laki, tapi kulitnya paling bersih dan terang.

Gasha? Sengaja memutihkan kulit karena malu jika kalah terang dengan kulit Anka.

Anka tau itu. Karena pertama kali Gasha bekerja di Kapas Langit Media, kulitnya agak gelap. Wajah tanpa polesan makeup terang. Hanya bedak bayi dan sedikit pelembap bibir. Tidak ada kuku warna warni. Hanya kuku rapi yang dipotong bersih seminggu sekali.

Apa Gasha menyukai Anka? Jawabannya... bisa iya, bisa tidak.

Bagaimana Gasha bisa menyukai seseorang, yang pada dirinya sendiri saja tidak berperasaan?

"Gasha! Lo tau, gue harus jaga kesehatan buat Denting!" Gertak Anka yang kini berwajah pucat, tubuhnya terkulai lemas di atas kursi, lalu menyadarkan punggungnya.

Gasha terpaku. Apa dia tidak salah dengar?

"Makanan lo tadi pagi, sengaja lo kasih ke gue?"

Gasha masih diam.

"Denting butuh gue, Gasha."

Wajah Gasha menegang. Dia sadar arti kalimat itu. Karena sekeras apa pun Ghasa mencoba untuk merebut, pada akhirnya Anka akan menetap—untuk naskah yang telah jatuh ke tangannya.

***
 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Akhi Idaman
1219      760     1     
Short Story
mencintai dengan mendoakan dan terus memantaskan diri adalah cara terbaik untuk menjadi akhi idaman.
Di Antara Luka dan Mimpi
268      148     27     
Inspirational
Aira tidak pernah mengira bahwa langkah kecilnya ke dalam dunia pondok akan membuka pintu menuju mimpi yang penuh luka dan luka yang menyimpan mimpi. Ia hanya ingin belajar menggapai mimpi dan tumbuh, namun di perjalanan mengejar mimpi itu ia di uji dengan rasa sakit yang perlahan merampas warna dari pandangannya dan menghapus sebagian ingatannya. Hari-harinya dilalui dengan tubuh yang lemah dan ...
Merayakan Apa Adanya
207      143     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Harsa untuk Amerta
189      161     0     
Fantasy
Sepenggal kisah tak biasa berlatar waktu tahun 2056 dari pemuda bernama Harsa sang kebahagiaan dan gadis bernama Amerta sang keabadian. Kisah yang membawamu untuk menyelam lebih dalam saat dunia telah dikuasai oleh robot manusia, keserakahan manusia, dan peristiwa lain yang perlahan melenyapkan manusia dari muka bumi. Sang keabadian yang menginginkan kebahagiaan, yang memeluk kesedihan, yan...
Mars
1137      619     2     
Romance
Semenjak mendapatkan donor jantung, hidup Agatha merasa diteror oleh cowok bermata tajam hitam legam, tubuhnya tinggi, suaranya teramat halus; entah hanya cewek ini yang merasakan, atau memang semua merasakannya. Dia membawa sensasi yang berbeda di setiap perjumpaannya, membuat Agatha kerap kali bergidik ngeri, dan jantungnya nyaris meledak. Agatha tidak tahu, hubungan apa yang dimiliki ole...
LABIL (Plin-plan)
7829      1613     14     
Romance
Apa arti kata pacaran?
April; Rasa yang Tumbuh Tanpa Berharap Berbalas
1465      615     0     
Romance
Artha baru saja pulih dari luka masa lalunya karena hati yang pecah berserakan tak beraturan setelah ia berpisah dengan orang yang paling ia sayangi. Perlu waktu satu tahun untuk pulih dan kembali baik-baik saja. Ia harus memungut serpihan hatinya yang pecah dan menjadikannya kembali utuh dan bersiap kembali untuk jatuh hati. Dalam masa pemulihan hatinya, ia bertemu dengan seorang perempuan ya...
The Rich
133      122     0     
Romance
Hanya di keluarga Andara, seorang penerus disiapkan dari jabatan terendah. Memiliki 2 penerus, membuat Tuan Andara perlu menimbang siapakah yang lebih patut diandalkannya. Bryan Andara adalah remaja berusia 18 tahun yang baru saja menyelesaikan ujian negara. Ketika anak remaja seumuran dengannya memikirkan universitas ataupun kursus bahasa untuk bekal bersekolah diluar negeri, Bryan dihadapka...
Waktu Mati : Bukan tentang kematian, tapi tentang hari-hari yang tak terasa hidup
1285      607     25     
Romance
Dalam dunia yang menuntut kesempurnaan, tekanan bisa datang dari tempat paling dekat: keluarga, harapan, dan bayang-bayang yang tak kita pilih sendiri. Cerita ini mengangkat isu kesehatan mental secara mendalam, tentang Obsessive Compulsive Disorder (OCD) dan anhedonia, dua kondisi yang sering luput dipahami, apalagi pada remaja. Lewat narasi yang intim dan emosional, kisah ini menyajikan perj...
Perfect Love INTROVERT
10544      1978     2     
Fan Fiction