Loading...
Logo TinLit
Read Story - Loveless
MENU
About Us  

Selly nggak bohong sama ucapannya. Setelah pasien habis, dia naik ke lantai dua dengan berani, menghadapi lelaki itu sendiri. Gue nggak diam aja, gue mau ikut, tapi dia nggak memperbolehkan. Jadi, sepanjang dia ngobrol sama atasan gue, kita teleponan. Jadi, gue bisa mendengar secara langsung apa yang mereka bicarakan. Gue sengaja menekan tombol load speaker supaya Lala bisa mendengarnya. Selly pun sebenarnya bawa dua HP, punya dia yang dipake telepon dan HP Lala yang satunya buat merekam, takut kalau tiba-tiba sambungan bermasalah.

Selly minta izin buat masuk, dan atasan gue menyambut dengan suara datar. Benar-benar bukan kayak dia yang biasa. Sebenarnya, gue deg-degan, takut Selly diapa-apain, tapi Lala berusaha menenangkan. 

"Kenapa kamu berbuat seperti itu? Bapak pikir kita punya ikatan emosional."

Itu hal pertama yang dia tanyakan, dan gue spontan mengumpat mendengar itu. Lala mungkin kaget, tapi berusaha memahami kemarahan gue. Kalau tadi saya-kamu seolah benar-benar beda status, kali ini dia menyebut dirinya sendiri bapak.

"Karena Bapak terus memojokkan saya. Seolah saya manusia paling nggak punya etika di muka bumi. Bapak sampai nunjuk-nunjuk saya dan merendahkan kakak saya."

"Kalau kamu punya unek-unek, kenapa tidak didiskusikan dengan Bapak berdua di sini? Kejadiannya juga waktu itu, kan, cuma berdua. Bapak itu istilahnya mental breakdown lho setelah kamu bicara. Di luar banyak orang, suara kamu keras. Apa yang mereka pikirkan tentang Bapak kalau mendengar kamu bicara seperti itu?"

"Lho? Bapak pikir, setelah apa yang terjadi saya masih berani menemui Bapak berdua seperti ini? Saya takut, Pak."

"Takut kenapa? Ya, terserahlah daripada Bapak yang malu lebih baik kamu yang takut."

Gue mengumpat untuk kedua kali. Gue pengin menyalahkan kampusnya bahkan profesinya, tapi semua nggak salah. Dia cuma kebetulan punya uang, tapi cabul, dan berhasil sekolah sampe punya gelar suci itu.

"Saya, tuh, nggak punya pikiran negatif sebelumnya sama Bapak. Saya bahkan bilang sama kakak dan ibu saya kalau Bapak baik banget mau biayain kuliah saya. Tapi, kenapa Bapak melakukan hal seperti itu? Bapak cium-cium saya, meluk saya, pegang-pegang payud*ra saya, bahkan gendong saya dan hampir ... hampir ...."

Selly nangis, dia nggak sanggup lanjutin kalimatnya. Gue nggak tahan banget pengin ke atas, tapi Lala mencegah. Katanya tunggu sampe atasan gue mengaku, mau itu secara langsung ataupun nggak.

"Ya, kan, kalau misal kamu nggak terima sama perbuatan Bapak kamu bisa ke sini. Ketuk pintu baik-baik, dan bilang kalau kamu nggak suka cara Bapak memperlakukan kamu. Selesai. Kenapa harus teriak-teriak seperti itu. Kalau Bapak bicara begitu wajar. Bapak lebih tua dari kamu, dari segi pendidikan juga jauh, Bapak dokter dan mantan pejabat. Kamu apa?"

Kali ketiga gue mengumpat berbarengan dengan tangan gue yang melayang ringan meninju dinding. Lala kaget, dia udah nangis, tapi masih sempat buat nenangin gue dengan ngusap-ngusap punggung tangan gue yang memerah. Gue marah banget karena dia merasa cuma dia yang berhak berbuat seenaknya, sementara adik gue nggak boleh mengatakan apa pun karena dia cuma anak kecil dan manusia rendahan.

"Berapa kali saya bilang, saya takut ... saya takut!"

Nada bicara Selly sarat akan rasa marah, tapi gemetar di saat bersamaan. Gue rasanya pengin lari ke sana dan meluk dia.

"Coba Bapak tanya Bu Ola, kalau misalkan dia jadi korban pelecehan, apa dia masih punya keberanian buat ngobrol berdua sama pelakunya?"

Gue nggak nyangka Selly bisa bicara setegas itu, tapi gue suka. Atasan gue diam lama. Dia kayaknya mulai tersudut dan nggak tau mau bilang apa. Pertama, dia mungkin kaget karena tadi Selly berani bicara karena selama ini kebanyakan korbannya diam.

"Ya, pokoknya kamu nggak berhak melakukan itu."

"Apa tawaran buat kuliah itu seperti uang muka untuk perbuatan Bapak yang seperti ini? Apa karena saya orang nggak mampu jadi Bapak merasa saya semurah itu mengorbankan diri saya untuk mimpi?"

"Nggak bukan begitu. Kamu cuma mirip mantan Bapak pas SMA dulu, cinta pertama Bapak. Dulu pas Bapak kuliah semester dua, dia baru masuk SMA. Nama kamu juga sama kalau itu Selly Ana, sekarang dia istri profesor di Universitas Bandung. Jadi, bapak heran kok orang-orang di sekitar Bapak namanya itu, bahkan istri Bapak juga Selly. Selly Noviantika. Tapi, bukan berarti Bapak ingin menikahi kamu lho, ya, kan sudah ada Ibu."

"Dasar hewan. Siapa juga yang mau dinikahin sama maneh!"

Demi Tuhan itu bukan suara gue, tapi Lala. Setelah beberapa kali menahan gue buat bergerak, akhirnya dia yang meledak. Selama kerja gue nggak pernah dengar dia ngomong kasar apalagi pake bahasa Sunda. Gue aja jijik sebagai laki-laki, gimana Lala yang perempuan. Kebayang Selly juga semarah apa dengar itu. Alasan nggak masuk akal. Cuma karena mirip mantan, dia merasa berhak melakukan perbuatan kurang ajar itu sama adik gue. Bahkan, sepanjang mereka ngobrol, nggak ada permintaan maaf sama sekali.

"Terus Bapak merasa berhak melakukan itu sama saya cuma karena saya mirip mantan Bapak? Alasan Bapak aneh. Nggak masuk di akal anak kecil kayak saya, Pak. Tapi, menurut saya yang cuma anak kecil yang masih SMK, apa yang Bapak lakukan nggak bisa dibenarkan. Bapak bisa terkena pasal berlapis, apalagi itu terjadi sama anak di bawah umur. Ini bukan pertama kali juga, kan? Yang kemarin ribut-ribut itu juga termasuk?"

Oke, gue nggak bisa diam lagi. Ucapan Selly bisa membuat atasan gue merasa terancam dan akhirnya nekat berbuat sesuatu. Selly udah dapat apa yang dia mau, dan waktunya dia pergi sekarang. Tanpa pikir panjang gue langsung naik ke lantai atas, dan menerobos masuk tanpa permisi. 

Gue narik tangan Selly, membawa anak itu keluar dan turun nemuin Lala. Sementara gue masuk lagi. Gue tipe orang yang males ribut. Lebih baik diinjak, daripada berdebat. Sekarang nggak lagi. Adik gue udah seberani itu, masa gue biarin dia berjuang sendiri.

Sebelum benar-benar turun, Selly tiba-tiba bilang, "Mas jangan ngapa-ngapain. Jangan sampe jadi kita yang salah."

Gue mengangguk karena tau apa yang harus dan nggak boleh gue lakukan. Gue kembali masuk ke ruangan itu, dan kali ini benar-benar berhadapan sama Pak Taufik.

"Selama ini saya diam mau Bapak memperlakukan saya seperti apa pun. Mau saya dihina, dicaci-maki, direndahkan. Saya bahkan masih punya niat baik untuk membersihkan nama baik Bapak setelah banyak pengaduan tentang pelecehan itu, karena saya masih menghormati Bapak sebagai atasan saya. Sekarang nggak lagi. Saya nggak nonjok Bapak aja sekarang udah untung banget, tapi saya mohon izin mau berhenti kerja. Bapak nggak perlu khawatir, saya akan tetap mencari ganti seperti yang tertera dalam surat perjanjian kerja."

Dia sama sekali nggak bilang apa-apa. Wajahnya juga pucat. Sebenarnya Pak Taufik nggak seberani itu, kalau harganya diambil aja, dia nyaris mustahil bisa bertahan hidup dengan perangainya yang seperti itu.

Sebelum keluar, gue kembali bersuara. "Oh iya, satu lagi. Saya tunggu pengakuan dan permintaan maaf secara tertulis. Kalau nggak, saya akan membuat Bapak kehilangan sesuatu yang selama ini membuat Bapak hidup. Nama baik."

Setelah bicara kayak gitu gue keluar dan masuk ke salah satu kamar mandi. Klinik udah sepi, Selly sama Lala di apotek, area klinik nyaris gelap sepenuhnya, dan gue memilih melampiaskan semuanya di sama. Dinding kamar mandi yang dingin itu jadi samsak. Gue berhasil buat nggak nonjok dia, tapi gue nggak bisa menahan diri buat nggak merasa marah.

Dengan sadar gue melihat buku-buku jari tangan gue luka, tapi gue tetap melakukannya karena belum merasa lega. Sampai tiba-tiba pintu kamar mandi diketuk.

"Nu, buka pintunya. Ayo pulang."

Gue nggak tau mencipta suara senyaring apa sampe Selly dan Lala merasa terusik. Gue keluar dengan kondisi yang benar-benar berantakan. Setelah semarah itu tenaga gue kayak hilang sepenuhnya, berganti sakit melihat Selly sekarang.

"Kita pulang, ya, Mas," katanya sambil meluk gue.

Akhirnya, gue mengiakan. Siapa sangka Lala ikut ke rumah, padahal ini udah hampir jam sepuluh malam. Cewek itu merangkul Selly sepanjang jalan, berusaha menenangkan, sementara gue di belakang berjalan linglung. Gue nggak tau kebahagiaan sebesar apa yang Tuhan siapkan untuk ujian sebesar ini. Tapi, gue harap kebahagiaan itu ada. Benar-benar ada.

Ibu kaget melihat kedatangan Lala, tapi lebih kaget lagi pas sadar kondisi gue sama Selly berantakan.

"Kalian kenapa? Ayo masuk-masuk."

Sebelum masuk, Lala sempat telepon sopirnya dan ngasih alamat gue biar nanti jemput ke sini, tapi dia nggak langsung pulang. Seolah tau kalau gue sama Selly nggak akan bisa ngomong, Lala bantu menjelaskan semuanya sama Ibu. Pelan banget. Dia berusaha buat nggak terlalu bikin Ibu kaget.

Awalnya, Ibu masih tenang, sampai kemudian tangisnya pecah.

"Ya Allah, Ibu salah apa sampai kalian seperti ini, Nak." Gantian Ibu meluk gue sama Selly. "Ibu cukup hancur tau masmu sakit parah, sekarang kenapa kamu nggak bilang kalau hal buruk juga terjadi sama kamu?"

Pernyataan Ibu cukup bikin gue kaget. Jadi, Ibu tau gue sakit?

"Maafin Ibu, Nak. Maafin Ibu. Ibu nggak becus menjaga kalian."

"Bu, ini bukan salah Ibu. Ini takdir kami. Nggak masalah. Aku udah terima semuanya," jawab gue.

Selly mengangguk. "Ibu udah kerja keras demi kami, jadi kami minta maaf, ya, Bu. Maaf kalau kami masih merepotkan dan jadi beban buat Ibu."

Lala ikutan nangis, tapi nggak sampe yang gimana. Diam-diam dia keluar dari rumah gue, duduk di luar sendirian."

Ibu meluk gue erat banget nggak kayak biasanya, dan itu ngasih sensasi hangat. Setelah lebih tenang, gue bertanya, "Ibu tau dari mana aku sakit?"

"Icel yang cerita. Dia bilang Mas Nu sakit keras. Mas Nu harus berobat, karena kalau nggak ... umur Mas Nu cuma hitungan bulan, bahkan bisa nggak sampe setahun."

Gue tau omongan dokter jahat, tapi realistis. Mereka nggak mungkin menjanjikan sesuatu yang mustahil. Selly dengar pas gue lagi ngobrol sama dokter, karena pake tirai, gue nggak tau ada yang datang. Ternyata hari itu dia emang bolos sekolah, sengaja pengin jagain gue.

"Aku pengin hidup lebih lama, Bu. Boleh, kan, aku berobat?"

Ibu mengangguk tanpa berpikir. Dia meluk gue lagi, lebih erat dari sebelumnya, dan Selly melakukan hal yang sama. Untuk pertama kalinya, gue merasa ingin hidup lebih lama, bukan karena gue dibutuhkan, tapi demi diri gue sendiri. Gue pengin ngerasain kehangatan ini lagi, nanti ... dan seterusnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 2
Submit A Comment
Comments (36)
  • serelan

    Bahagia selalu ya kalian... Mas Nu udh nemuin kebahagiaan.. tetap bahagia selamanya, skrng ada orang² yg sayang banget sama Mas Nu. Ibu, Icel sama calon istrinya🥰

    Comment on chapter Chapter 24 - Penuh cinta
  • serelan

    Kejahatan pasti terbongkar. Mau sepintar apapun nyembunyiin bangkai pasti lama² kecium jg baunya.. para korban akhirnya pada speak up. Gak akan ada celah lagi buat si Topik ngelak. Kalo selama ini dia bisa bungkam para korban dengan powernya. Klo kasusnya udh nyebar gini udh gak bisa d tutupin lagi.. buat Wisnu harus sembuh ya biar bisa lebih lama lagi ngerasain kehangatan keluarganya..

    Comment on chapter Chapter 23 - Titik hancur
  • serelan

    Harus bahagia ya kalian.. jadi keluarga yg saling jaga.. dan si Topik² itu pokoknya harus dapet karma dari perbuatannya gimanapun caranya, dimudahkan jalannya..

    Comment on chapter Chapter 22 - Hangat
  • serelan

    Ya allah... siapa yang naro bawang di chapter ini? 😭 nangis banget baca ini...

    Comment on chapter Chapter 21 - Keputusan besar
  • serelan

    Nah ketauan kan sifat si Topik Topik itu.. ke orang² aja dia selalu bilang etika sopan santun pengen banget d pandang tinggi sama org. Tapi etika sopan santun dia aja minus. Dia lebih rendah drpd org yg dia kata²in.. sakit otaknya, cuma org² yg jual diri kyanya yg dia anggap punya etika sama sopan santun.. udh kebalik otaknya.

    Comment on chapter Chapter 20 - Pengakuan mengejutkan
  • serelan

    Nah gitu bu... baek baek sama Wisnu. Lagi sakit loh itu anaknya... Kira² Mas Wisnu bakal jujur gak ya ke keluarganya soal penyakitnya?

    Comment on chapter Chapter 19 - Memberi ruang
  • serelan

    Itu uang yang dihasilin sama Wisnu dari hasil kerja kerasnya selama ini yang selalu diambil semuanya sama si ibu ibu itu anda anggap apa bu? Kok masih aja bilangnya gak mau membantu keluarga padahal hasil kerjanya anda ambil semua. Selalu seneng klo ambil lembur karena nambah duit yg akhirnya diambil anda juga.. Masa gak boleh sesekali bahagiain diri sendiri buat apresiasi dari hasil kerja kerasnya, walau capek bisa tetap bertahan. Gak tiap hari loh bu... si ibu pengennya idup enak tapi Wisnu anaknya jadi sapi perah terus

    Comment on chapter Chapter 18 - Hilang fungsi
  • serelan

    Nu, kuat ya kamu... harus kuat... Icel jangan berubah pikiran lagi ya.. terus turutin apa kata Mas mu, karena apa yg dia bilang pasti yang terbaik buat kamu...

    Comment on chapter Chapter 17 - Tempat untuk pulang
  • serelan

    La, kamu ada rasa kah sama Nunu? Peduli banget soalnya sama Wisnu... Sell, mulai ya buat berubah jadi lebih baik, lebih perhatian sama Masmu ya...

    Comment on chapter Chapter 16 - Es pisang ijo segerobak
  • serelan

    Gimana perasaanmu Sell lihat Mas mu kya gitu? Nyesel? Peduli? Atau masih sama aja...

    Comment on chapter Chapter 15 - Tempat untuk jatuh
Similar Tags
Gunay and His Broken Life
8140      2466     0     
Romance
Hidup Gunay adalah kakaknya. Kakaknya adalah hidup Gunay. Pemuda malang ini telah ditinggal ibunya sejak kecil yang membuatnya secara naluri menganggap kakaknya adalah pengganti sosok ibu baginya. Hidupnya begitu bergantung pada gadis itu. Mulai dari ia bangun tidur, hingga kembali lagi ke tempat tidur yang keluar dari mulutnya hanyalah "kakak, kakak, dan kakak" Sampai memberi makan ikan...
Ketos in Love
1106      633     0     
Romance
Mila tidak pernah menyangka jika kisah cintanya akan serumit ini. Ia terjebak dalam cinta segitiga dengan 2 Ketua OSIS super keren yang menjadi idola setiap cewek di sekolah. Semua berawal saat Mila dan 39 pengurus OSIS sekolahnya menghadiri acara seminar di sebuah universitas. Mila bertemu Alfa yang menyelamatkan dirinya dari keterlambatan. Dan karena Alfa pula, untuk pertama kalinya ia berani m...
Edelweiss: The One That Stays
2201      896     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...
HIRI
161      132     0     
Action
"Everybody was ready to let that child go, but not her" Sejak kecil, Yohan Vander Irodikromo selalu merasa bahagia jika ia dapat membuat orang lain tersenyum setiap berada bersamanya. Akan tetapi, bagaimana jika semua senyum, tawa, dan pujian itu hanya untuk menutupi kenyataan bahwa ia adalah orang yang membunuh ibu kandungnya sendiri?
LARA
8629      2093     3     
Romance
Kau membuat ku sembuh dari luka, semata-mata hanya untuk membuat ku lebih terluka lagi. Cover by @radicaelly (on wattpad) copyright 2018 all rights reserved.
Da Capo al Fine
274      232     5     
Romance
Bagaimana jika kau bisa mengulang waktu? Maukah kau mengulangi kehidupanmu dari awal? Atau kau lebih memilih tetap pada akhir yang tragis? Meski itu berarti kematian orang yang kau sayangi? Da Capo al Fine = Dari awal sampai akhir
Old day
574      421     3     
Short Story
Ini adalah hari ketika Keenan merindukan seorang Rindu. Dan Rindu tak mampu membalasnya. Rindu hanya terdiam, sementara Keenan tak henti memanggil nama Rindu. Rindu membungkam, sementara Keenan terus memaksa Rindu menjawabnya. Ini bukan kemarin, ini hari baru. Dan ini bukan,Dulu.
Melody untuk Galang
517      319     5     
Romance
Sebagai penyanyi muda yang baru mau naik daun, sebuah gosip negatif justru akan merugikan Galang. Bentuk-bentuk kerja sama bisa terancam batal dan agensi Galang terancam ganti rugi. Belum apa-apa sudah merugi, kan gawat! Suatu hari, Galang punya jadwal syuting di Gili Trawangan yang kemudian mempertemukannya dengan Melody Fajar. Tidak seperti perempuan lain yang meleleh dengan lirikan mata Gal...
TANPA KATA
18      17     0     
True Story
"Tidak mudah bukan berarti tidak bisa bukan?" ucapnya saat itu, yang hingga kini masih terngiang di telingaku. Sulit sekali rasanya melupakan senyum terakhir yang kulihat di ujung peron stasiun kala itu ditahun 2018. Perpisahan yang sudah kita sepakati bersama tanpa tapi. Perpisahan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Yang memaksaku kembali menjadi "aku" sebelum mengenalmu.
Kisah Cinta Gadis-Gadis Biasa
811      476     1     
Inspirational
Raina, si Gadis Lesung Pipi, bertahan dengan pacarnya yang manipulatif karena sang mama. Mama bilang, bersama Bagas, masa depannya akan terjamin. Belum bisa lepas dari 'belenggu' Mama, gadis itu menelan sakit hatinya bulat-bulat. Sofi, si Gadis Rambut Ombak, berparas sangat menawan. Terjerat lingkaran sandwich generation mengharuskannya menerima lamaran Ifan, pemuda kaya yang sejak awal sudah me...