Loading...
Logo TinLit
Read Story - Loveless
MENU
About Us  

⚠️ Trigger Warning ⚠️

Lala libur, itu artinya pagi gue jaga sendiri dan sore sama Cantika. Sebenarnya ada yang mau gue omongin sama dia, tentang apa yang dia lakukan ke Selly kemarin, tapi ada Bu Ola juga. Jangankan ngobrol, gue pasti nggak akan dikasih kesempatan buat diam. Mereka selalu bikin gue sesibuk mungkin kalau lagi bareng, dan mereka juga kelihatan sama sibuknya walaupun bukan menyangkut masalah apotek atau klinik. Gue tau karena nggak sengaja dengar.

"Nanti kamu ke kantor aja. Ambil barangnya di sana. Di sana ada Bapak."

‘Bapak’ yang dimaksud kayaknya suaminya Bu Ola. Kalau orang tuanya, kan, ruang lingkupnya di klinik ini, jadi kantornya, ya, di sini. Lagian, Bu Ola manggil Pak Taufik dengan sebutan papi dibanding bapak.

Sebenarnya, baik Bu Ola maupun suaminya sama-sama keluarga terpandang. Seperti yang gue bilang, Bu Ola anak dari seorang mantan pejabat program jaminan kesehatan, sedangkan suaminya yang merupakan petinggi kepolisian juga anak anggota DPR RI. Mereka keluarga yang keren. Sayangnya, manusia emang dilahirkan dengan lebih dan kurangnya. Mereka lebihnya itu, kurangnya ... cari tau sendirilah. 

Pas gue ke meja racik, karena ada obat racikan buat anak, nggak sengaja gue menemukan lembar kertas resep berserakan. Nggak cuma satu atau dua lembar, tapi banyak. Kebanyakan obat-obatan psikotropika, dan di sana tercantum nama seorang dokter spesialis kesehatan jiwa atau Sp.KJ. Dalam hati gue bertanya, emang kita ada kerja sama sama psikiater, ya? Perasaan nggak ada. Pelaporan narkotika dan psikotropika di sini pun nggak sebanyak resep yang ada di atas meja. Gue yakin banget karena nggak semua yang datang bawa resep dengan resep obat narkotika dan psikotropika dikasih obatnya. Resep-resep itu bahkan asing, gue nggak merasa pernah terima sama sekali. Rata-rata pemberian tugas puluh tablet. Tapi, nggak tau kenapa gue merasa nggak saing sama tulisannya. Kayak tulisan ... Cantika?

Karena kebetulan mereka izin pergi—katanya disuruh sama Pak Taufik—jadi gue leluasa mengamati itu. Gue nggak peduli, sih, mereka mau ke mana. Malah bagus karena gue jadi ada kesempatan buat istirahat walaupun sebentar. Meskipun di sini canggung banget karena cuma ada gue sama Selly.

Gue melirik Selly. Dari tadi dia fokus sama kerjaannya, nggak sedikit pun dia mau ngobrol sama gue. Beberapa kali dia kedapatan ngusap air matanya. Dari situ gue sadar, dia emang pengin banget kuliah. Apa yang gue putuskan dan apa yang Cantika bilang kemarin pasti melukai dia sebanyak itu. Gue mau ngobrol, tapi nanti.

Pasien terakhir selesai dilayani, dan Cantika masih belum balik. Dia perhitungan banget sama jam kerjanya, tapi nggak menghargai jam kerja orang lain. Kalau ditegur, nggak akan terima dan pasti omongannya melebar ke mana-mana. Jadi, selama ini gue diam. Apalagi, Bu Ola pasti ikut campur setiap kali Cantika terlibat masalah.

Dengan badan yang udah benar-benar basah karena keringat dingin, gue menghampiri Selly yang duduk sendiri di meja konseling sambil mainin HP barunya. Gue pikir dia lagi chat atau apa pun itu sama pacarnya, ternyata lagi belajar. 

"Kamu ngapain?" 

Selly nggak jawab, memilih fokus sama materi yang lagi dia baca di HP-nya.

"Kamu pengin banget kuliah, Cel?"

"Mas udah tau jawabannya."

Gue, tuh, nggak tau harus ngomong pake gaya apa lagi biar anak ini ngerti dan cukup nurut aja. Biarpun hampir mustahil, gue juga berharap dia tetap bisa kuliah, tapi dari hasil kerja keras gue, bukan karena atasan. Sayangnya, Selly mau yang instan dan berpikir kalau apa yang ditawarkan atasan gue lebih menjanjikan daripada janji kakaknya.

"Cel, masalah Cantika, nanti Mas ngomong sama dia. Terus soal kuliah, Mas juga mau berusaha buat nabung biar kamu bisa kuliah. Mas masih punya waktu satu tahun lebih buat itu, jadi kamu nggak perlu khawatir."

"Mas mau ngomong apa sama dia? Mas aja jadi babunya, dari tadi disuruh-suruh doang. Mending diam daripada aku juga kena. Bahkan, Mas ditinggal kerja sendiri sampe sekarang. Mas, tuh, cemen dan nggak punya harga diri sebagai cowok. Jadi, jangan sok mau belain aku atau bertingkah seolah bisa melakukan apa pun demi aku kalau hidup Mas sendiri aja menyedihkan. Aku malu punya kakak kayak Mas."

Harusnya gue terbiasa dengan ucapan-ucapan Selly, tapi nggak tau kenapa kali ini gue marah dan hancur. Selama ini gue melakukan apa pun demi dia sama Ibu, bertahan pun demi mereka, tapi sekecil itukah gue di matanya?

Karena gue diam, Selly berbalik menatap gue, dan kembali bersuara.

"Mas nggak berhak merasa marah. Setelah Bapak nggak ada, Mas harusnya bisa menggantikan peran Bapak di hidup aku sama Ibu, tapi Mas bahkan nggak bisa hidup untuk diri Mas sendiri. Membiarkan diri Mas diinjak dan dihina-hina orang. Kalau Mas yang cowok aja dipandang sehina itu, apalagi aku sama Ibu yang perempuan."

Emang gue separah itu, ya?

"Jangan banyak omong. Jangan pernah menjanjikan apa pun sama orang lain. Minimal tau diri, maksimal sadar kapasitas Mas sebagai manusia. Aku muak sama Mas dan hidup kita yang seperti ini."

Kalimat itu diucapkan dengan nada datar. Dia nggak teriak, nggak juga terlihat marah, tapi cukup buat gue lupa cara bernapas. Gue butuh pelampiasan karena itu sangat menyakitkan. Bukan cuma orang lain, keluarga gue pun melakukan hal yang sama. Kayak ada yang mau meledak di dada gue, dan karena itu gue memilih pergi. Tetap diam di tempat yang sama cuma bakal bikin gue menyakiti Selly dengan atau tanpa sadar. Gue sadar diri punya mulut yang jahat setiap ngerasa sakit, dan gue nggak boleh melakukan itu sama adik gue sendiri. Jadi, mumpung gue masih dalam keadaan yang cukup waras buat menghindar, gue melakukannya.

Badan gue gemetar dan benar-benar dingin. Selain sakit, perasaan marah juga cukup mendominasi. Gue masuk ke kamar mandi. Gue harusnya bisa teriak, marah, atau melakukan apa pun yang bisa bikin gue lega. Tapi, nggak bisa. Ibu dan Selly terlalu berharga. Gue takut mereka pergi kalau gue marah. Cuma mereka yang gue punya. Kehilangan Bapak sama Alisa cukup menyakitkan. Gue nggak mau kehilangan siapa pun lagi.

Berulang kali gue memukul dada, berusaha menyingkirkan rasa sakit dan sesak di sana. Sialnya, tetap hebat sakitnya. Bersamaan dengan itu, ucapan Bu Ola, Pak Taufik, bahkan Ibu muncul bergantian di kepala. Menyerang, melumpuhkan harga diri gue sebagai manusia tanpa ampun.

"Di mana-mana urusin kerajaanmu dulu, baru urusan pribadi. Jangan jadi kebalik. Kamu di sini itu dibayar sama Papi saya."

"Alay banget kamu. Cowok bukan? Gunanya cowok di sini apa kalau hal kayak gitu aja sama sekali nggak bisa bantu?"

"Bagus kamu bikin kesalahan fatal. Lain kali kerja, tuh, otaknya dibawa. Konsentrasi, fokus, jangan sampai apa yang kamu lakukan merugikan klinik dan membuat klinik saya tutup!"

"Halah. Alasan aja terus kamu, tuh. Sopan sedikit sama yang lebih tua. Dari segi usia saya lebih tua, dari segi pendidikan juga saya dokter, kamu cuma anak SMK harusnya tau diri dan punya rasa segan. Cepat masuk, gantikan Cantika. Nggak boleh ada yang jaga sendiri pagi ini. Kalau sorenya Cantika masih nggak bisa masuk, kamu full shift. Biar nanti saya bayar. Jangan takut. Saya tau apa yang dibutuhkan manusia seperti kamu!"

"Ibu sampai dimusuhin nenekmu sama saudara-saudara Ibu karena jual itu. Tapi, ternyata nggak sesuai ekspektasi. Lagian Ibu juga yang berharap terlalu banyak, padahal sadar kemampuan masmu itu di bawah rata-rata. Nggak balik modal, deh."

"Jadi, kamu juga jangan kecewain Ibu. Ibu menuruti semua keinginan kamu karena nggak mau kamu merasa minder. Biar kamu semangat sekolahnya dan bisa bikin Ibu sama almarhum Bapak bangga. Jangan seperti masmu."

"Malah bengong. Kamu, tuh, lama-lama kelihatan banget bodohnya tahu nggak. Bukannya bantu cariin malah planga-plongo gitu. Uang Ibu semua di situ. Kamu makan juga dari uang itu. Kalau nggak bisa ngasih lebih, minimal bantu cari yang hilang. Tau terima kasih, tuh, penting lho, Mas. Jangan bikin Ibu mikir kalau melahirkan kamu itu sebuah kesalahan."

Sakit, Tuhan ... sakit. 

Bukan cuma dada yang sakit, kepala pun nggak bisa dijelaskan sesakit apa. Dengungan di telinga turut memperparah. Gue nenggapai-gapai, mencari sesuatu buat memindahkan sakitnya. Satu-satunya yang gue temukan cuma patahan hook yang runcing di area sudut pintu kamar mandi. Gue mengambilnya, menggulung lengan kemeja yang gue kenakan, kemudian menggoreskannya di di sana, perlahan ... dan berulang, sampai perihnya sanggup bikin gue lupa kalau ada sakit lain yang sedang berusaha gue hancurkan.

Rasanya lemas, seperti gue melakukan sesuatu yang besar. Padahal gue nggak melakukan apa-apa, hanya memindahkan rasa sakitnya. Otak gue memuji karena gue berhasil mengalahkan semua rasa sakit itu. Tapi, hati kecil gue justru gencar mempertanyakan, apakah yang gue lakukan barusan bisa dibenarkan?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 1
Submit A Comment
Comments (36)
  • serelan

    Sell... itu masmu loh.. org² nginjak harga dirinya.. kamu yg keluarga pun sama aja.. memperparah rasa sakitnya.. bukannya saling mendukung dan menguatkan malah kya gitu..

    Comment on chapter Chapter 14 - Memindahkan sakitnya
  • serelan

    Si Cantika mulutnya harus d sekolahin. Bener² gak ada akhlak tu org. Hidupnya aja belum tentu bener sok²an ngurusin hidup org lain.. Pikirin baik² ya Sell apa yg dibilangin mas mu. Jangan ngeyel terus akhirnya nyesel..

    Comment on chapter Chapter 13 - Teman bicara
  • serelan

    Ngenes banget sih Nuuu...
    Lagi sakit aja berobatnya sendiri gak ada anggota keluarga yang bisa d andalkan... La, baik² ya ama Nunu. Di tempat kerja cuma kamu yg bisa dia andalkan, yg bisa jagain dia dari semua makhluk laknat yg ada d sana..

    Comment on chapter Chapter 12 - Serius
  • serelan

    Wisnu berusaha keras buat jaga adiknya, gak mau sesuatu yang buruk terjadi. Tapi semua yang dilakukan Wisnu selalu disalah artikan mulu sama ibu & adiknya. Pikirannya negative mulu sama Wisnu. Padahal yg keluarganya kan Wisnu ya? Tapi lebih percaya org yang baru dikenal yg belum tau sifatnya seperti apa²nya..

    Comment on chapter Chapter 11 - Kebaikan atau sogokan? Kebaikan atau kesepakatan?
  • serelan

    Kesel banget sama ibunya..
    Anakmu lagi sakit loh itu.. malah dikatain pemalas.. gak ada peka²nya sama sekali kah sama kondisi anak sendiri? Apa jangan² Nu Wisnu anak pungut😭 parah banget soalnya sikapnya ke Wisnu. Tidak mencerminkan sikap seorang ibu terhadap anaknya..

    Comment on chapter Chapter 10 - Takut
  • alin

    Singkirin aja itu ibu dan icel, makin lama makin nyebelin. Kesel sama ibunya dan Selly disini. Kasian Wisnu. Yang kuat ya, Kak Nu🥺 hug Wisnu🥺🫂

    Comment on chapter Chapter 10 - Takut
  • nazladinaditya

    lo udah sesakit itu aja masih kepikiran nyokap dan adek lo yaa, nu. anak baik :((

    Comment on chapter Chapter 9 - Gelap dan hening lebih lama
  • serelan

    Wisnu nya udh kya gitu awas aja tu kluarganya klo masih gak ada yg peduli juga, keterlaluan banget sih..

    Comment on chapter Chapter 9 - Gelap dan hening lebih lama
  • serelan

    Nu, kamu tuh hebat banget asli. Saat berada dalam kondisi terburuk pun masih sempat aja mikirin tanggung jawab, mikirin ibu & adik mu. Tapi, orang² yg kamu pikirin, yang berusaha kamu jaga bahkan gak pernah mikirin kamu sama sekali. Minimal nanya gitu kondisi kamu aja nggak. Yang mereka peduliin cuma uang aja. Apalagi si Selly noh sampe bohongin ibu, nyuri uang ibu, mana di pake buat sesuatu yg gak baik pula. Mana katanya ntar klo udh ada uang lagi bakal di pake beliin yg lebih bagus lebih mahal. Mau nyari uang dimana dia? Nyuri lagi?

    Comment on chapter Chapter 9 - Gelap dan hening lebih lama
  • nazladinaditya

    wisnuuu:( u deserve a better world, really. lo sabar banget aslian. hug wisnuu🤍🥺

    Comment on chapter Chapter 8 - Lebih dari hancur
Similar Tags
Ameteur
166      146     2     
Inspirational
Untuk yang pernah merasa kalah. Untuk yang sering salah langkah. Untuk yang belum tahu arah, tapi tetap memilih berjalan. Amateur adalah kumpulan cerita pendek tentang fase hidup yang ganjil. Saat kita belum sepenuhnya tahu siapa diri kita, tapi tetap harus menjalani hari demi hari. Tentang jatuh cinta yang canggung, persahabatan yang retak perlahan, impian yang berubah bentuk, dan kegagalan...
CERITA MERAH UNTUK BIDADARIKU NAN HIJAU
219      188     1     
Inspirational
Aina Awa Seorang Gadis Muda yang Cantik dan Ceria, Beberapa saat lagi ia akan Lulus SMA. Kehidupannya sangat sempurna dengan kedua orang tua yang sangat menyayanginya. Sampai Sebuah Buku membuka tabir masa lalu yang membuatnya terseret dalam arus pencarian jati diri. Akankah Aina menemukan berhasil kebenarannya ? Akankah hidup Aina akan sama seperti sebelum cerita merah itu menghancurkannya?
Maju Terus Pantang Kurus
3480      1483     4     
Romance
Kalau bukan untuk menyelamatkan nilai mata pelajaran olahraganya yang jeblok, Griss tidak akan mau menjadi Teman Makan Juna, anak guru olahraganya yang kurus dan tidak bisa makan sendirian. Dasar bayi! Padahal Juna satu tahun lebih tua dari Griss. Sejak saat itu, kehidupan sekolah Griss berubah. Cewek pemalu, tidak punya banyak teman, dan minderan itu tiba-tiba jadi incaran penggemar-penggemar...
Cinta Tau Kemana Ia Harus Pulang
9432      1797     7     
Fan Fiction
sejauh manapun cinta itu berlari, selalu percayalah bahwa cinta selalu tahu kemana ia harus pulang. cinta adalah rumah, kamu adalah cinta bagiku. maka kamu adalah rumah tempatku berpulang.
About love
1323      625     3     
Romance
Suatu waktu kalian akan mengerti apa itu cinta. Cinta bukan hanya sebuah kata, bukan sebuah ungkapan, bukan sebuah perasaan, logika, dan keinginan saja. Tapi kalian akan mengerti cinta itu sebuah perjuangan, sebuah komitmen, dan sebuah kepercayaan. Dengan cinta, kalian belajar bagaimana cinta itu adalah sebuah proses pendewasaan ketika dihadapkan dalam sebuah masalah. Dan disaat itu pulalah kali...
Only One
2045      1233     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...
Solita Residen
3645      1456     11     
Mystery
Kalau kamu bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa... bukan berarti kau harus menunjukkannya pada semua orang. Dunia ini belum tentu siap untuk itu. Rembulan tidak memilih untuk menjadi berbeda. Sejak kecil, ia bisa melihat yang tak kasatmata, mendengar yang tak bersuara, dan memahami sunyi lebih dari siapa pun. Dunia menolaknya, menertawakannya, menyebutnya aneh. Tapi semua berubah seja...
Between Earth and Sky
2038      613     0     
Romance
Nazla, siswi SMA yang benci musik. Saking bencinya, sampe anti banget sama yang namanya musik. Hal ini bermula semenjak penyebab kematian kakaknya terungkap. Kakak yang paling dicintainya itu asik dengan headsetnya sampai sampai tidak menyadari kalau lampu penyebrangan sudah menunjukkan warna merah. Gadis itu tidak tau, dan tidak pernah mau tahu apapun yang berhubungan dengan dunia musik, kecuali...
Gilan(G)ia
518      287     3     
Romance
Membangun perubahan diri, agar menciptakan kenangan indah bersama teman sekelas mungkin bisa membuat Gia melupakan seseorang dari masa lalunya. Namun, ia harus menghadapi Gilang, teman sebangkunya yang terkesan dingin dan antisosial.
Langit-Langit Patah
48      41     1     
Romance
Linka tidak pernah bisa melupakan hujan yang mengguyur dirinya lima tahun lalu. Hujan itu merenggut Ren, laki-laki ramah yang rupanya memendam depresinya seorang diri. "Kalau saja dunia ini kiamat, lalu semua orang mati, dan hanya kamu yang tersisa, apa yang akan kamu lakukan?" "Bunuh diri!" Ren tersenyum ketika gerimis menebar aroma patrikor sore. Laki-laki itu mengacak rambut Linka, ...