Ting!
satu pesan masuk dari handphone seorang gadis yang tangannya masih sibuk menata buku-buku yang berantakan di rak. Ia menoleh sebentar sebelum kemudian mengambil ponsel tersebut saat sebuah nomor tak dikenal mengirim pesan. Sebenarnya bukan nomor baru, hanya saja, Ara memang tidak menyimpannya.
[ Ra, sepertinya kita nggak cocok. Aku mundur dari perjodohan ayah kamu ]
Ara megembuskan napasnya kasar. Setelahnya ia mengulum senyum kecil, kemudian diletakkan ponselnya kembali di meja kasir tanpa membalas pesan tersebut dan lebih memilih melanjutkan pekerjaannya.
Nada Naira, gadis berusia 20 tahun yang hidupnya terasa terombang-ambing karena orang tuanya menyuruh dirinya untuk segera menikah. Bukan, bukan Ara tidak mau, tetapi Ara belum siap. Angan-angan untuk menikah muda itu belum ada sekalipun perjalanan Ara saat ini seakan tidak ada artinya, akan tetapi menikah bukan tujuannya dimasa sekarang ini.
Namun, perkataan seseorang yang harus ia hormati bilang, dirinya durhaka jika tak menuruti perkataan ayahnya. Hingga akhirnya, ia pun dengan berat hati menemui pilihan ayahnya. Dan, ya, hasilnya, Ara ditolak. Mungkin memang dirinya buka kriterianya. Gadis biasa yang hidupnya bahkan tidak jelas tujuan masa depannya. Siapa yang mau?
Tidak sakit, akan tetapi Ara menjadi lebih tidak percaya diri dari sebelum-sebelumnya. Ia sadar betul banyak kurangnya. Namun, kali ini rasanya dua kali lipat lebih banyak insecurenya. Padahal lika liku hidup memang seperti itu. Namun, saat mendapati jalan terjal tetap saja rasanya menyiksa.
"Mbak Ara, kok komik-komiknya masuk kumpulan novel, sih?" Perkataan seseorang dari belakang membuyarkan lamunan Ara. Seketika gadis itu langsung menoleh untuk melihat letak kesalahannya lalu meringis kecil ketika mendapati susunan buku yang ternyata acak.
"Eh, iya, maaf."
"Mbak Ara kenapa? Sakit?" tanya Nina memastikan.
"Enggak kok, Nin, cuma kepikiran sesuatu aja."
"Kalau sakit istirahat aja Mbak, biar aku yang beresin." gadis yang usianya lebih muda dua tahun dari Ara itu dengan cekatan menata kembali komik yang tadi tertata sembarangan dan memasukkan ke dalam kumpulan komik.
Ara tidak bekerja, melainkan, ia membuka sebuah rental buku yang berisi banyak sekali macam-macam di sana. Ara merasa sudah terlalu banyak koleksi bacaan sehingga ia bingung sendiri bangaimana cara menguranginya, sebab ia merasa tidak mungkin untuk membuang barang-barang yang telah menemaninya menghabiskan waktu dengan gembira. Dijual murah pun sudah tidak terlalu banyak yang berminat .
Selain karena banyak buku yang bisa diakses lewat file digital, ada banyak sekali juga buku-buku bajakan yang membuat orang-orang lebih berminat dan tertarik membelinya karena harga yang terlampau murah tanpa rasa salah pada penulisnya. Enthalah, hukum di negeri ini tidak berlaku adil untuk penulis yang telah bersusah payah menuangkan idenya dalam bentuk tulisan yang indah. Padahal susah.
Hingga akhirnya, Ara memutuskan untuk mendirikan sebuah tempat yaitu rental buku. Dibantu dengan dua saudara sepupu, akhirnya Nadanaira's Collection bisa ia dirikan tepat di pertengahan sudut kota pelajar. Namun, ia juga membuka online shop di sebuah marketplace sehingga juga bisa mendapatkan beberapa keuntungan yang cukup untuk sekedar hidup yang tidak terlalu royal itu.
"Ara, lo nggakpapa, kan? Perasaan dari tadi diem mulu? Habis putus?"
Ara mendongak, menatap lelaki dewasa yang duduk dengan santai di meja kasirnya.
"Aku nggak punya pacar kali, Mas."
Lelaki bernama Ega itu malah tertawa terbahak karena ucapan Ara hingga membuat sang empu bingung bagian mana yang lucu.
"Itu, si Cakra?"
"Aku nggak pacaran kok sama dia, mungkin aku aja yang bodoh gampang kebawa perasaan."
"Dia udah punya pacar?" Ara menganggukkan kepalanya. Lalu ia menunjukkan ponselnya di sebuah akun instagram, seorang perempuan cantik tersenyum ke arah kamera, ia mengenakan baju warna merah dan dibawahnya tertulis caption, semoga.
Malam itu, setelah Ara mengungkapkan semua perasaannya pada Cakra, setelah hampir satu tahun memendam rasanya, Ara mendapat penolakan dari Cakra karena lelaki itu masih belum siap untuk menuju ke jenjang yang lebih serius.
Ya, Ara hanya ingin meminta kepastian pada Cakra atas kedekatannya selama ini sebelum ia memutuskan untuk menerima lelaki pilihan ayahnya. Namun, ternyata keduanya bahkan tidak tidak ada yang menginginkan Ara sebagai pasangannya. Menyedikan bukan? Sejak putus dari mantan pacarnya dua tahun yang lalu, Ara hanya mengenal Cakra. Ara pikir lelaki itu akan menjadi tujuan terakhir, tapi ternyata tidak.
Setelah malam itu juga, sepertinya Cakra memang menghapus semua akses dari Ara termasuk kontak whatsapp. Karena sejak hari itu Ara sudah tidak pernah melihat lagi cerita whatsapp yang biasa Cakra bagikan, pun sebaliknya, Cakra tidak pernah ada di baris yang melihat cerita whatsapp yang ia bagikan.
Ada rasa sesal, marah, serta kecewa mengapa Ara harus menyatakan perasaannya pada hari itu. Jika saja dirinya tidak gegabah, tentu saja Cakra pasti masih mau berteman dengannya. Bukankah seharusnya itu cukup?
Ega merebut ponsel dari tangan Ara, melihat gadis yang berada di layar ponsel itu. "Cantik, Ra, lo kalah."
"Ish!" Mendengus kesal. Ara merebut ponselnya cepat dari tangan Ega. Sedangkan lelaki yang sudah dewasa itu hanya tertawa tanpa dosa.
Sejak hari itu, tawa Ara hilang. Ia merasa kehilangan semua hal yang menjadi mimpinya dalam satu tahun ke belakang ini. Terlebih, satu minggu yang lalu Cakra baru saja menghadiahkan sebuah boneka beruang cantik untuk ulang tahunnya ke dua puluh. Di dalamnya bahkan ada kata-kata manis yang Ara pikir itu adalah tanda hijau dari Cakra untuk melanjutkan hubungan yang lebih serius dari sekedar teman. Ternyata tidak. Karena dalam sekejap, lelaki itu menunjukkan siapa pemilik dirinya yang sebenarnya di instagram. Menyakitkan.
***
Suatu sore di 2018
Matahari pamit perlahan, bulan mungkin bersiap untuk menggantikan. Ara masih belum beranjak dari tatapan ponsel kesayangannya. Entah, Ara sangat suka menghabiskan waktu untuk membaca hal apa saja yang ia temukan dan merasa menarik.
Sore itu, Ara sedang membaca sebuah cerita bersambung di grup facebook komunitas menulis, yang di mana di sana ada banyak sekali kreator tulis yang menyajikan tulisan-tulisan indahnya tanpa bayaran. Ya, alias, gratis.
[ Orang Magelang, ya ]
Ara membuka pesan inbok yang baru saja masuk, ia memperhatikan sebentar. Kemudian langsung keluar dari sana dan kembali membaca cerita yang belum selesai ia baca.
Namun, rasa penasaran dalam diri Ara membuat gadis pemilik bola mata cokelat itu kembali membukanya. Ara menekan tombol profil. Di sana, terlihat seorang lelaki yang mengenakan jaket kulit hitam, sepatu kulit cokelat serta celana jeans. Kedua telapak tangannya di bungkus dengan sarung tangan berwarna hitam. Lelaki itu menoleh ke arah bahu kanannya sehingga menutupi sebagian wajahnya. Di belakang lelaki itu ada ukiran abjad bertuliskan SALATIGA, mungkin orang daerah sana, batin Ara.
Merasa tidak puas hanya melihat separuh foto miliknya, Ara kembali membuka akun pribadi milik sang empu untuk melihat-lihat isi akun tersebut. Ada banyak sekali foto yang dipublikasi di sana, sehingga Ara bisa menilik satu persatu foto yang ada. Entah sendiri atau bersama teman-temannya.
Entah kenapa, ada rasa di hati Ara untuk membalas pesan tersebut.
[ Emm, bukan. Aku orang Jogja ]
Sejak saat itu, keduanya sering berbagi pesan bahkan sampai memberikan nomor whatsapp masing-masing hingga menjadi lebih intens. Sayangnya, semua tak berlangsung lama. Dua kali pertemuan, nyatanya tak membuat perasaan Cakra ada padanya. Ara, harus jatuh cinta sendirian lagi.