Selena sampai di depan pintu rumahnya, dari celah pintu dia dapat memperhatikan Lady meminum secangkir teh hangat, dengan memakai kacamata bacanya, menggenggam dua lembar halaman koran. Tak biasanya, pasti ada sesuatu yang ingin disampaikan Lady.
“Selena, masuk!” perintahnya singkat tanpa melirik Selena.
Selena menunduk sedikit, membuka kedua sepatunya lalu berjalan masuk, “Mau ngomong apa Bu?” tanya Selena.
Lady tak langsung menjawab, secangkir teh menjadi sasaran pertamanya sebelum mulai berbicara.
“Sudah dapat kampus yang cocok, kalau belum—”
“Sudah dong Bu! Kosannya juga. Pokoknya best banget deh!” sanggah Selena.
Lady sedikit mengangguk, “memangnya kamu tega ninggalin Ibu.”
Selena tahu pertanyaan ini akan menjadi pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab namun Selena meyakinkan hati dan tekad nya untuk berani mengambil keputusan.
“Bukan karena Selena tega, tapi … Selena harus! Selena gak mau hidup sebagai pengangguran terus menerus, Selena mau maju biar bisa bahagiakan Ibu,” suaranya pelan namun tegas,ada jeda di tengah kalimatnya, menandakan kalimat tersebut tak mudah diucapkan.
Lady tersenyum antara menunjukkan rasa rela atau justru bangga karena putrinya semakin dewasa.
“Baiklah Ibu setuju,” nada suaranya tegas walau menunjukkan kecemasan dibagian kantung matanya.
Selena tersenyum, perasaan lega meliputi darahnya. Tinggal melewati satu malam lagi, sebelum Selena resmi menjadi anak kost.
Malam kali ini terasa biasa saja, tak ada yang spesial, bintang sudah bersembunyi cahaya rembulan juga tidak terlalu terang juga tidak redup, cukup untuk Selena tertidur setelah beberapa perjalanan panjang hari ini.
Jam alarm Selena berbunyi tepat waktu kurang dari setengah delapan. Selena mengawali harinya dengan mencuci pakaian, jika tidak, Lady mungkin akan mencabut izin Selena untuk nge-kost dengan iming-iming, “Di rumah saja kamu tidak bisa beres apalagi di rumah orang.”
Amit-amit mendengar kalimat seperti itu, lebih baik Selena langsung menuntaskan segala pekerjaannya. Akhirnya pakaian ini bersih,walaupun tangan terasa pegal dan merah karena harus mencuci manual.
Tugas berikutnya adalah merapikan seluruh pakaian yang dibutuhkan Selena termasuk barang-barang penting miliknya.
Seperti baju tidur, beserta pakaian sehari-hari Selena. Tak lupa dengan buku catatan keramatnya, peralatan mandi dan beberapa snack serta stok makanan beku untuk akhir bulan. Selena tak membawa banyak hanya sekitar dua dus, wajar saja Selena takut jika sewaktu-waktu kehabisan bahan makanan dan terpaksa menyantap mie instan setiap hari.
“Semua udah perfect, saatnya mandi.”
Semua pakaian Selena rapi terkemas dikoper dan barang-barang di dus, Selena meletakkan nya tepat didepan rumah supaya sewaktu Lady datang dapat langsung diangkut.
Setelah Selesai mandi Selena mulai berlatih tersenyum, kenapa? Selena tak ingin dijauhi di kost hanya karena dianggap jutek, Selena mencoba untuk bersikap lebih ramah di lingkungan yang baru ini.
Tit Tit Tit
Suara klakson kereta Lady tepat waktu saat Selena sudah siap, barang sudah diantar semua, sekarang tinggal Selena yang harus kesana.
Setelah sekian lama, akhirnya Selena dapat merasakan naik kereta berdua bersama Ibunya. Terakhir kali saat Selena masih SMA, rasanya seru karena angin meniup rambut Selena, debu kendaraan dan asap tanpa permisi masuk kesaluran pernapasan, sudah menjadi tradisi tiap melewati jalan raya.
Kereta maksudnya adalah sepeda motor, Selena sering menyebutnya sebagai kereta. Ban sepeda motor Lady berhenti di sebuah kosan yang Selena lihat semalam.
Vibesnya berubah lagi, kalau pagi terasa lebih sepi dari biasanya karena ada beberapa mahasiswa berkerja untuk mencari penghasilan tambahan, siangnya juga sepi karena mereka harus kuliah dan baru deh sore sampai malam rame kosnya.
Orang pertama yang menemui Selena adalah Nek Sri, walaupun kelihatannya tua, tapi jiwa Nek Sri masih seperti remaja 18 tahun, bahkan selera lipstik nya pun berwarna nude dengan blush on peach manis mewarnai tulang pipi yang sudah keriput. Nek Sri termasuk orang tua yang punya aset mencapai ratusan juta didaerah tersebut, meskipun begitu nek Sri tetap dermawan.
Terbukti, setiap bulan dia selalu membuat stok daging dan aneka bahan masakan premium untuk para anak kost nya. Kost Nek Sri adalah kost putri, jadi Lady tenang membiarkan Selena tinggal disitu.
Orang kedua yang menyapa Selena adalah Ayu, orang nya atraktif dan ceria banget, terlihat dari caranya menyapa Selena, sangat bersemangat. Ayu ini juga maba, berkuliah di kampus yang sama dengan Selena. Jadi, Ayu bakal jadi teman terdekat Selena disini, selain atraktif, Ayu juga anaknya kocak dan suka bikin lawak. Jadi cocok buat Selena yang hidupnya humoris.
Rambutnya dikuncir tinggi, matanya selalu berbinar seolah ada ide nakal yang siap keluar dari mulutnya. Mulutnya nyaris nggak pernah diam—kalau nggak ngemil, ya ngelawak. Dia bisa bikin orang ketawa hanya dengan gaya jalan atau ekspresi wajahnya yang lebay tapi pas.
“Selamat datang di kost Gading Asri, salken aku Ayu, kenapa namanya Asri? Karena tanamannya plastik semua, hahaha.”
Ayu terkekeh, walaupun masih anak kost baru, tapi keberaniannya dalam meroasting sudah setara kiki Saputri.
Tipe-tipe seperti Ayu inilah yang dapat membuat hari-hari semakin berwarna bagi Selena. Sekarang, Selena harus merapikan kamar kost nya oleh karena itu, Lady pamit untuk pulang ke rumah.
Selena setuju karena sekarang ada seseorang yang akan menemaninya, ternyata nge kost gak seburuk yang Selena bayangkan.
Kamar Selena terletak di lantai dua seperti yang telah dijelaskan buk Sri semalam. Walaupun ini kost remaja putri, Satu kamar tetap satu orang, dan ketika Selena melihat bagian dalamnya … ini mah bukan kamar kost namanya, definisi nginap di hotel.
"Selamat datang di kamar kost Gading Asri, tempat dimana colokan lebih banyak dari teman curhat dan kasurnya empuk kayak pelukan bayangan mantan!” seru Ayu, seraya membuka pintu kamar.
Kamar kost itu luas dan rapi, dengan lantai parket yang mengkilap seperti baru dipel setiap menit. Tempat tidurnya besar, lengkap dengan seprai putih bersih dan bantal empuk bertumpuk tiga. Di sudut ruangan, meja belajar minimalis berdiri berdampingan dengan rak buku yang sudah tersusun rapi.
AC menempel di dinding seperti penjaga setia kenyamanan, dan jendela besar menyuguhkan pemandangan taman kecil di bawah. Kamar mandi dalamnya pun tak kalah mewah—dindingnya dilapisi keramik, dengan shower air hangat dan cermin besar yang terang seperti ruang rias artis.
Kebanyakan kamar kost kan, pastinya sempit dengan kasur tipis ya, tapi berbeda dengan kamar kost satu ini yang super elit. Minusnya cuma di kebersihan warga penghuni nya aja, kalau orang kayak Selena, tiap hari bakal kinclong nih kamar.
Gak perlu repot dekor, Selena tinggal tidur dan susun baju. Kansa emang gak pernah salah pilihan, pokoknya Selena langsung terima beres deh.
Selena bersandar di tiang balkon sejenak seraya menikmati pemandangan yang tidak terlalu indah, karena kebanyakan suara bising akibat macet.
Namun, ada satu objek yang paling menarik pandangan Selena. Dia … Rex! Berjalan lurus melewati kost nya Selena lalu belok ke kiri. Satu Alis Selena refleks turun, mencurigai keberadaan Rex dan apa tujuannya.
“Yu, kamu kenal dia?” Selena menunjuk Rex yang sedang berjalan.
“Kenal? Jangan ditanya, bukan cuma aku, tapi satu kost ini kenal banget sama dia. Kami sih manggilnya si misterius ya! Jangan direbut loh, calon suami aku itu,” pandangan Anne menunjukkan bahwa dirinya jelas terpikat pada Rex sembari terus mengayunkan kipas di tangan.
Selena mulai mengernyit, seluruh kost? “Aku tak salah melihat kan, tapi tak mungkin jika itu benar-benar dia, atau ….”