Loading...
Logo TinLit
Read Story - Academia with Adventure
MENU
About Us  

 

Ya sudah, mau bagaimana lagi. Batu ruby tersebut memang sepantasnya hancur bersama semua kenangan kelam di dalamnya.

 

Selena mengguyur tubuhnya dengan air, menyegarkan pikirannya yang penuh dengan benang kusut. Entah sudah berapa lama Selena berada di hutan Equipment tersebut, yang jelas dia perlu pembersihan diri sekarang juga.

 

Setelah selesai mandi, Selena mengenakan piama favoritnya. Tapi tunggu... ada sesuatu yang terasa hilang.

 

“Nah, sekarang di mana aku meletakkan cardigan-ku?” Selena memutar kepalanya, mencari letak cardigan lama hadiah dari ibunya. Warnanya sudah luntur, benang-benangnya pun mulai terurai.

 

Selena mencari di dalam tumpukan pakaian lamanya—tidak ada. Ia pergi memeriksa ke mesin cuci—tetap tidak ada.

 

Aneh, namun sudahlah. Yang terpenting sekarang, Selena harus tidur, memejamkan mata, dan beristirahat. Tak lupa, ia meminta perlindungan kepada Tuhan agar tidak lagi diberikan mimpi tentang Equistela.

 

Perbuatan Selena kali ini dapat menjadi contoh yang baik untuk kita. Terlepas dari bagaimana cara kita menghadapi kesulitan, semoga kita tetap mendekatkan diri kepada Tuhan dan menghadirkan penerimaan dalam setiap keadaan.

 

Meskipun keadaan itu membuat kita merasa jatuh sepatah-patahnya, tolong jangan menyerah. Terkadang, itu adalah cara Tuhan untuk menjauhkan kita dari hal yang mungkin lebih buruk.

 

Satu hari yang buruk bukan berarti hidup yang buruk juga. Selena mempelajari hal tersebut dari pengalamannya melakukan pencarian di Equistela. Perjalanannya ini pasti mempunyai makna tersendiri.

 

Kini, Selena sudah lebih menerima dirinya. Ia menyadari bahwa hidup memang sulit untuk dimengerti.

 

Malam ini akan menjadi malam yang mengantarkan Selena pada tidur yang nyenyak, setelah sebulan ini ia terus-menerus mengalami penglihatan buruk. Yang lebih istimewa, malam ini adalah malam dengan bintang pertama setelah musim panas panjang. Seakan semesta pun ikut menenangkan Selena untuk beristirahat.

 

Lady tidak bisa tidur malam ini. Malam ini adalah ulang tahun pernikahan ke-25 tahun dengan Christ. Sayangnya, Christ sudah lebih dulu menjadi ubi, meninggalkan penderitaan kelam pada mereka—terutama Selena.

 

Hanya ada sepetak tanah, dengan rumah yang tidak terlalu besar dan beberapa perabotan baru. Sisanya adalah barang-barang lama, hadiah pernikahan mereka. Rumah ini memiliki ciri khas dan aroma tersendiri.

 

Dulu, sepasang kekasih dan seorang anak perempuan tinggal bertiga di rumah sederhana nan bahagia ini. Sekarang, hanya tersisa Selena dan Lady.

 

Berbicara tentang mereka berdua, aku jadi teringat sebuah lagu yang sangat menyentuh kalbu dari penyanyi bernama Tulus:

~ Maka tenang saja, kita di sini berdua. Nikmati sementara yang ada.

 

Ucapkan keras pada penderitaan bahwa aku sudah menang. Maka percayalah, untuk mendekat pada dirimu saja, dia tak akan berani lagi.

 

Matahari bersinar lebih terang dari biasanya. Cahayanya masuk sopan melalui jendela kamar Selena dan perlahan menyentuh pipinya dengan lembut. Sinar itu membuat mata Selena mengernyit, dan perlahan, kelopak matanya terpaksa membuka.

 

Sudah pukul 08.00. Biasanya, di jam segini Selena akan panik karena banyak pekerjaannya yang tertunda. Berbeda dengan pagi kali ini—jika kalian bisa membayangkan bagaimana pagi seorang putri yang syahdu dan sangat tenang—begitulah suasana hati Selena sekarang. Lady tak mengomel, ayam enggan berkokok, bahkan anjing tetangga pun belum menggonggong.

 

“Hari ini pasti akan menjadi hari yang indah. Semangat, Selena, semangat!” seru Selena, memberi afirmasi positif pada dirinya sendiri.

 

Selena membereskan tempat tidurnya. Hari ini, tidak ada yang boleh memporak-porandakan jadwalnya.

 

Lady sudah pergi berjualan, menyisakan makanan untuk sarapan Selena di balik tudung saji. Selena tersenyum kecil. Biasanya, ia selalu memasak sendiri untuk sarapan. Namun pagi ini, mungkin suasana hati Lady sedang bagus. Atau karena uang lima puluh juta. Entahlah.

 

Rencana Selena pagi ini, setelah sarapan, adalah mencari tempat kuliah yang bagus bersama Anne.

 

Rambutnya sudah ditata rapi, perutnya terisi, dan tubuhnya semerbak harum seperti toko kue di sudut kota.

 

Yang kurang sekarang hanyalah cardigan hijaunya. Cardigan itu sangat penting bagi Selena karena karcis untuk menonton film dan menaiki kereta tersimpan di kantong bagian dalam cardigan tersebut.

 

“Pantang pergi sebelum dapat.”

 

Spot terakhir yang belum ia periksa adalah tumpukan cucian di kamar mandi luar. Aroma deterjen sudah merembes sampai ke baju, tapi Selena tetap harus mengobrak-abrik rendaman pakaian tersebut agar bisa menemukan cardigan-nya.

 

Benar saja, saat Selena menggali lebih dalam, cardigan itu bersembunyi di antara tumpukan baju kotor beberapa hari lalu.

 

“Hancur, deh, karcisku. Tapi… kertas apa ini?” Selena membolak-balik bagian depan dan belakang kertas tersebut, namun tetap tak ada tulisannya.

 

Lupakan. Mungkin hanya secarik kertas tempat Selena menuliskan pesanan pelanggan. Entah tak sengaja terbawa atau memang ditujukan untuk Selena.

 

Totebag serba guna Selena sudah siap diangkut. Sekarang tinggal berjalan beberapa meter untuk menuju rumah Kansa.

 

Berjalan kaki akan menjadi kenangan terindah bagi Selena kelak ketika ia sudah memiliki banyak uang dan menjadi seorang wanita elegan nan kaya raya.

 

Itulah pemikiran Selena saat masih berusia 18 tahun. Sekarang, prinsipnya adalah: yang penting hidup sehat, aman tanpa gangguan, dan yang paling penting—bisa makan.

 

Ngomong-ngomong soal makanan, dalam perjalanan menuju rumah Kansa, Selena tersandung batu dan hampir saja jatuh. Untungnya, kejadian yang hampir memalukan itu justru membawa Selena tepat di depan warung ayam geprek. Dulu warung itu berada di samping rumahnya, sekarang sudah menjalar hingga buka cabang ketiga.

 

“Wah! Buk Ani buka cabang lagi, ya? Boleh dong, Buk, traktirannya,” kelakar Selena sambil menggoda Buk Ani.

 

“…” celetuk Buk Ani dalam bahasa Jawa medok khasnya. Ia memarahi Selena, namun tetap membiarkannya masuk untuk icip-icip menu baru. Bolehlah, karena dulu Selena adalah pelanggan lama.

 

Selena duduk di meja pelanggan pertama, menyaksikan Buk Ani menggoreng ayam yang sudah dibalur tepung bumbu. Baru digoreng saja, aromanya sudah menusuk hidung, membuat lidah bergoyang dan perut tak sabar menyantapnya. Ditambah kulit ayam yang crispy, namun bagian dagingnya lembut dan juicy—apalagi sambal pedas doyer khas Buk Ani. Pokoknya best banget, apalagi gratis.

 

Saat Selena makan, dari ujung bola matanya, ia melihat seorang pria mengenakan helm di atas motor balap. Sebenarnya tak ada yang terlalu menarik, namun mata pria itu tampak tak asing.

 

“Sangat mirip seperti Rex, ya? Ah! Tak mungkin. Ada-ada saja memikirkan dia.”

 

Selena segera menepis pikirannya dan melanjutkan menikmati makanan. Setelah selesai makan, ia tak lupa berterima kasih kepada Buk Ani. Yaiyalah, entar dibilang nggak tahu diri.

 

Selena melanjutkan perjalanannya. Tinggal sedikit lagi menuju rumah Anne, namun dari kejauhan, sebuah mobil melaju cepat, hanya selisih satu jengkal dari tubuhnya. Untungnya, Selena selamat. Tapi semua karcisnya terjatuh dan hancur dilindas mobil.

 

Tidak dengan kertas yang Selena lihat tadi pagi.

 

Tulisan di kertas tersebut… mulai muncul.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
GADIS MISTERIUS milik CEO DINGIN
49      47     0     
Action
Pertemuan dengan seorang pemuda yang bersifat anti terhadap para wanita. Justru membuat dia merasa bahwa, Ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis dengan kehidupan yang di alami gadis tersebut, hampir sama dengan dirinya. Nasib keduanya sama-sama tidak memiliki seorang bidadari tanpa sayap. Kehilangan sosok terbaik yang menemani mereka selama ini. Sehingga kedua manusia...
Halo Benalu
1407      600     1     
Romance
Tiba-tiba Rhesya terlibat perjodohan aneh dengan seorang kakak kelas bernama Gentala Mahda. Laki-laki itu semacam parasit yang menempel di antara mereka. Namun, Rhesya telah memiliki pujaan hatinya sebelum mengenal Genta, yaitu Ethan Aditama.