Loading...
Logo TinLit
Read Story - Academia with Adventure
MENU
About Us  

 

Selena menoleh, lalu segera kembali ke tempat fotokopi, karena agaknya pemilik fotokopi tersebut sudah kesal. Beberapa kali dipanggil, Selena tak kunjung menjawab.

 

“Selesai ya, ambil aja map-nya di atas meja, sama uangnya ditaruh di situ aja,” ujar Abang fotokopi tersebut ketus, tanpa menoleh melihat Selena.

 

Sesuai arahan, Selena meletakkan uang lima puluh ribu berbentuk recehan di atas meja, lalu pergi bersama map di tangannya.

 

Pemilik fotokopi tersebut hanya bisa tepuk jidat melihat recehan seribuan sejumlah lima puluh ribu terbungkus plastik di atas mejanya.

 

“Ke fotokopi cuma minta mengetikkan tugas, mana isi tugasnya aneh lagi, udah gitu bayarnya pakai recehan. Gak habis pikir aku,” cetusnya.

 

Ya, begitulah. Di mana ada Selena, pasti ada humor.

 

Selena menyebrangi zebra cross, menuju tempat utama dari tujuannya: lokasi pendaftaran cerita. Setelah Selena sampai di sana, ternyata… mak jreng! Tempat tersebut seperti lautan manusia, penuh dengan anak muda yang rata-rata pengangguran atau putus perkuliahan berusia 20 tahun ke atas, kalangan orang menengah seperti Selena yang juga sangat memerlukan uang. Selena terdiam sejenak, memperhatikan dirinya sendiri.

 

“Sepertinya aku adalah bagian dari mereka, beban di masyarakat. Memang jadi miskin itu salah ya? Aku hanya membutuhkan pendidikan yang layak.”

 

Walaupun demikian, tekad Selena untuk mendaftarkan ceritanya tak diurungkan sama sekali. Dengan langkah mantap, Selena menyerahkan ceritanya dan dengan bangga mencantumkan namanya: Selena Christ.

 

“Huh, panas sekali di sana. Terlalu banyak orang,” keluh Selena sembari membuka botol minuman dingin gratis dari panitia.

 

Selena baru saja meneguk air tersebut sampai seseorang yang ia lihat di bangku panjang tadi berdiri tepat di depannya, membuat Selena kaget dan spontan menyemburkan air dari mulutnya, membuat kaos oblong lelaki di depannya basah.

 

“Aduh, tolong maafkan. Aku tidak sengaja,” Selena sudah panik setengah mampus, berusaha untuk membantu mengeringkan dengan kipas.

 

Tapi syukurlah, orang tersebut tak terlalu menghiraukan atau menganggap hal sepele ini serius.

 

“Kamu yang duduk di bangku panjang itu kan? Kita belum kenal, aku Selena, dan siapa namamu?” tanya Selena bersemangat.

 

“Rex.”

 

Hanya sesingkat itu. Siapa coba yang tidak marah jika kita sudah bersemangat di awal, berdialog panjang lebar, tapi menerima jawaban ketus?

 

Kini Selena yang jadinya emosi. “Kurang ajar sekali. Tahu gitu, amit-amit minta maaf sama dia,” gerutu Selena.

 

Tapi akibat kekesalan Selena tersebut, dia jadi menyadari satu hal… nama orang tersebut sama dengan Rex yang ada pada cerita Selena. Bahkan, sifat dan ilustrasinya pun persis seperti yang digambarkan Selena.

 

“Ya sudahlah, mungkin hanya sebuah kebetulan,” Selena mencoba menangkas seluruh asumsinya.

 

Matahari semakin bersinar terik, seolah-olah dapat membakar setiap lapisan kulit Selena. Di saat-saat seperti inilah biasanya banyak pahlawan kesiangan datang.

 

“Kansa, penyelamatku!” teriak Selena dari ujung jalan, melihat mobil Kansa berhenti di lampu merah.

 

Enaknya punya teman royal tuh ya, kayak gini. Bisa berguna di saat-saat melarat.

 

Kansa membuka setengah jendela mobilnya, melirik ke belakang, dan mendapati Selena sedang berjalan menemuinya.

 

Tidak tega melihat sahabatnya kepanasan, Kansa memundurkan sedikit mobilnya agar Selena lebih cepat sampai.

 

“Kalau kamu gak datang, pasti aku udah jadi sate,” beber Selena.

 

“Kan aku udah bilang semalam, kalau aku datangnya siang. Kok gak nungguin?” Anne bertanya dengan tatapan curiga.

 

“Ribet banget sih, Kansa,” jawab Selena sambil berleha-leha memainkan ponselnya seperti layaknya mobil sendiri. Selena menyetel musik dan menghidupkan AC-nya, tak lupa mencomot keripik singkong Kansa.

 

“Gak tau diri.” Mungkin inilah kalimat yang ingin sekali kita ucapkan ketika melihat tingkah laku Selena. Tapi hal itu tak berlaku bagi Kansa. Di mata Kansa, Selena adalah sahabat terbaik, dan selamanya begitu. Selena juga sama kok, baiknya sama Kansa, cuma ketutupan miskinnya aja. Banyak hal Selena korbankan demi Kansa. Contohnya: Selena pernah oper kesempatan dia buat ikut lomba ke Kansa, hanya karena rasa kasihan. Padahal ya, kalau aja Selena ambil kesempatan itu, sekarang mungkin dia udah kuliah.

 

Sama kayak cinta, kalau udah sayang pasti buta. Sekarang, Selena hanya perlu menunggu pengumuman hasil ceritanya. Masih sekitar 30 menit lagi sebelum Selena sampai ke rumah. Sebelum Selena tertidur, Kansa menyampaikan satu hal.

 

“Eh, Sel, jangan molor dulu. Aku mau cerita. Semalam ada cewek nih, cantik banget nyamperin aku. Pokoknya perfect banget nih. Rambutnya blonde kayak nonik gitu deh. Apalagi wajahnya, behh, persis seperti jelmaan bidadari. Ter—”

 

Deskripsi Kansa mengingatkan Selena pada Anne. Penggambaran wujudnya serupa saat Selena membuat ilustrasi Anne dalam cerita.

 

“Jangan bilang namanya Anne,” sosor Selena.

 

“LAH! Kok? Dia tawarin kuliah juga ke kamu?” Mulut Kansa ternganga lebar mendengarkan perkataan Selena, membuatnya tak fokus mengemudi.

 

Selena tersenyum kikuk, pikirannya melayang di antara dua jawaban: harus memberitahu Kansa atau berbohong.

 

“Iya, tapi aku tolak sih,” balas Selena cepat.

 

“Bagus deh. Soalnya nih orang nawarin kuliahan tapi di kota Equistela, katanya. Aku jadi penasaran deh, emang ada kota Equistela?” Kansa memberhentikan mobilnya di pinggir, duduknya mulai mendekat dengan Selena. Tanda pembicaraan sudah semakin serius.

 

Selena seperti diserang ratusan anak panah. Ia memutar kembali pikirannya — mencoba menghubungkan semua rangkaian kejadian ini, mulai dari pertemuan dengan Rex dan sekarang pernyataan Kansa tentang Anne. Seperti semua tokoh utama dalam novel Selena keluar dari lembar catatannya.

 

“Pertanyaanmu ngawur deh. Mana ada kota Equistela. Ada-ada aja,” Selena terkekeh.

 

“Tapi aku nyadar satu hal deh, nama Equistela tuh kayak nama kota di novelmu gak sih?” sentak Kansa sembari menunjuk-nunjuk Selena.

 

‘Mampus, harus ngomong apa nih.’

 

Tit tit tit.

 

Klakson mobil yang sudah berjejer di belakang mobil Kansa menyelamatkan Selena dari menjawab pertanyaan Kansa.

 

“Jalanan jadi macet nih, Kansa. Maju dulu aja, yuk,” ajak Selena.

 

Kansa mengemudikan kembali mobilnya. Rumah Selena hanya tinggal melewati satu belokan lagi dari jalan tempat mereka berada. Daripada Kansa semakin melontarkan pertanyaan yang lebih banyak, Selena meminta untuk turun di sini saja.

 

“Kansa, aku turun duluan aja. Byee.” Tanpa meminta jawaban lebih lanjut dari Kansa, Selena sudah terlebih dahulu turun dan langsung berlari secepat mungkin.

 

Napas Selena terengah-engah. Kecemasannya seperti badai kecil dalam dada — tenang di luar, tetapi bergemuruh di dalam.

 

Selena tak sanggup lagi berlari. Ia mulai berjalan karena tinggal beberapa langkah lagi sampai ke kompleks rumahnya.

 

Seseorang memanggil Selena dari belakang. “Permisi, apa Anda tertarik untuk berkuliah di Equistela?” tawarnya.

 

“Gak, makasih.” Awalnya Selena menjawab tanpa menoleh, sampai ia melihat bayangannya sendiri di tanah.

 

'Kenapa bayangannya cuma satu? Kan ada seseorang di belakangku.’ Jantung Selena mulai berdebar memikirkan pertanyaan tiada jawab atau penjelasan pasti.

 

Selena mencoba untuk berpikir positif, bahwa suara yang didengarkannya hanya berasal dari khayalannya sendiri alias tidak benar-benar ada.

 

Namun, semakin Selena mencoba mengabaikan, suara langkah kaki semakin jelas mengikutinya, deretan itu … seperti saat Selena diikuti seseorang pada cerita novelnya di Equistela. Ingat adegan itu? Ketika Rex menyembunyikan Selena dari seseorang yang ingin membunuhnya.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Halo Benalu
1407      600     1     
Romance
Tiba-tiba Rhesya terlibat perjodohan aneh dengan seorang kakak kelas bernama Gentala Mahda. Laki-laki itu semacam parasit yang menempel di antara mereka. Namun, Rhesya telah memiliki pujaan hatinya sebelum mengenal Genta, yaitu Ethan Aditama.
GADIS MISTERIUS milik CEO DINGIN
49      47     0     
Action
Pertemuan dengan seorang pemuda yang bersifat anti terhadap para wanita. Justru membuat dia merasa bahwa, Ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis dengan kehidupan yang di alami gadis tersebut, hampir sama dengan dirinya. Nasib keduanya sama-sama tidak memiliki seorang bidadari tanpa sayap. Kehilangan sosok terbaik yang menemani mereka selama ini. Sehingga kedua manusia...