Jadi, apakah sebenarnya cerita ini berjalan maju atau justru mundur? Tidak keduanya. Dari awal kita memang membahas Selena. Bagaimana? Sudahkah cukup terkesan dengan cerita yang dibuat Selena?
Baiklah, agar tidak terjadi ambiguitas, kita perkenalkan ulang. Namanya Selena Christ. Sama seperti di awal, dia masih remaja yang labil pemikirannya, bingung ingin menentukan kuliah di mana. Jika dikatakan berbakat, tidak juga. Selena hanya unggul di bidang akademik saja. Tapi setelah lulus SMA, semua itu tidak berguna lagi bagi Selena.
Hidup di keluarga kelas menengah membuat Selena sangat prihatin akan keuangannya. Sekarang yang terpenting baginya adalah uang dan uang. Bahkan prinsip Selena adalah, “Money for life.”
Selena selalu ingin menjadi megabintang. Tapi… bagaimana caranya? Pertama, Selena menentukan tujuan hidupnya. Dan ternyata, setelah berpikir selama kurun waktu seminggu, Selena memutuskan bahwa ia tidak mempunyai tujuan hidup.
Tapi untungnya, Selena punya ibu yang sangat pemarah. Kenapa menjadi suatu keuntungan? Karena setiap hari Selena tak luput dari nasihat dan wejangan.
Siapa sih yang tidak bosan jika tiap hari dimarahi terus? Begitu juga dengan Selena. Kemudian, yang kedua, Selena mencari tempat pelarian, yaitu dengan mencorat-coret kertas. Dari awal, Selena memang memiliki ketertarikan terhadap novel bergenre fantasi dan mulai menulis untuk meluapkan seluruh unek-unek yang berantakan di kepalanya.
Alhasil, buku catatan setebal 250 halaman itu dipenuhi cerita tak masuk akal buatan Selena, yang jika dibaca oleh orang lain mungkin akan langsung dicap "aneh".
Tapi ajaibnya, di dunia yang selalu penuh tekanan ini, Selena mempunyai ibu peri bernama Kansa.
Kansalah yang membuat Selena bertahan untuk tetap hidup. Antara Selena dan Kansa, jika dibandingkan, memang terlihat seperti langit dan bumi. Berbeda dengan Selena yang hidupnya melarat, Kansa justru sarat akan kemewahan.
Jadi ya, kalau sudah jadi best friend, pastinya dong Selena terkena percikan-percikan harta Kansa.
Namun, bukan itu makna sebenarnya dari julukan “ibu peri”. Di tengah gempuran kota Requista yang semakin maju, lowongan pekerjaan semakin sulit. Selena lumayan dikuasai rasa takut jika sewaktu-waktu harus menjadi pengangguran. Bisa saja Selena menerima pendidikan kuliah yang ingin diberikan oleh Kansa, tapi ia berulang kali menolak. Selena tak ingin terikat utang budi.
Sampai angin datang membawakannya pertanda. Yang dimaksud di sini bukanlah pertanda cinta dengan si dia, namun hanya satu hal sepele tapi mampu mengubah hidup Selena secara drastis.
Ketika memasuki musim panas, pada awal Juli, Selena duduk di kursi rotan depan rumahnya. Ia sibuk mengipasi diri dengan lima jari, hingga angin berhembus menempelkan sebuah poster di depan wajahnya.
“Astaga, apa ini?” Saking kesalnya, Selena hampir saja merobek kertas tersebut, namun terhenti karena ia sempat membaca tulisan di atasnya.
“Dicari naskah terunik, bergenre fantasi dan karya orisinal pengarang. Berhadiah tabungan pendidikan senilai 50 juta bagi pemenang pertama, 35 juta bagi pemenang kedua, dan gratis uang kuliah 4 semester bagi pemenang ketiga.”
“Wah, ini aku banget! Academia with Adventure pasti akan menjadi mahakarya epik untuk lomba ini,” mata Selena berbinar, senyumnya merekah. Kakinya berlari cepat ke dapur untuk menunjukkan bahwa Selena akan mulai berusaha.
“Buk, sebentar lagi kita akan kaya! Lihat aja, Selena si pemalas akan berubah menjadi Selena si populer,” tangkas Selena.
Lady hanya terdiam tanpa ekspresi apa pun. Tangannya tanpa henti menggongseng nasi goreng di wajan. Perkataan Selena terus terulang-ulang di benaknya, membuat Lady menunduk memikirkannya. Mungkinkah ia terlalu sering menekan Selena?
Harapan baru rasanya terbuka lebar bagi Selena. Hal selanjutnya yang dilakukan Selena adalah menelepon Kansa, memberitahu bahwa sebentar lagi Selena akan mengalami hari-hari produktif, tak lagi bermalas-malasan di rumah.
Satu chat singkat dari Selena membuat mata Kansa melotot lebar. Momen langka seperti ini harus diabadikan. Kansa segera menginjak gas mobilnya menuju rumah Selena.
Roda mobil Kansa berdecit mencengkeram aspal. Begitu mendengar suaranya, Selena langsung tahu itu Kansa. Tampak dari mobil Kansa yang merah menyala kayak tantangan, suara mesinnya ngebas persis seperti konser rock, ban tipis, dan velg hitam doff, ditambah lampu depan yang sipit kayak mata orang curiga.
“Selena, aku datang!” seru Kansa dari seberang.
Ketika kedua sahabat ini bertemu, maka suaranya dapat menggemparkan satu kompleks perumahan warga.
“Aku berencana untuk mendaftarkan tulisanku dalam lomba mengarang ini. Aku butuh banget tabungan kuliah itu,” tutur Selena.
Kansa tersenyum sejenak sebelum mulai berbicara. Ia memahami betapa besarnya impian Selena untuk bisa keluar dari zona nyamannya sendiri.
“Coba aku baca,” pinta Kansa.
Selena menyerahkan buku tempat semua isi pikirannya tercurahkan.
“Buset, tebel banget, Sel!” cetus Kansa. Mulutnya ternganga membuka lembar demi lembar catatan Selena.
Selena menyeringai tipis, sedikit menunjukkan rasa bangga pada dirinya sendiri.
Selena meninggalkan Kansa duduk sendirian di kamarnya membaca. Sementara itu, Selena pergi ke luar, mencoba untuk berguna dengan membantu Lady menyiapkan pesanan.
Sudah satu jam sejak Selena pergi. Ia memeriksa apakah Kansa sudah selesai membaca. Saat Selena memeriksa kamar, ia sempat naik pitam. Bagaimana tidak? Kondisi kamar Selena sekarang sangat berantakan. Sekotak tisu Selena habis berserakan di lantai, sedangkan Kansa masih terisak tangis di kasur Selena.
“KANSA! Kau membiarkan ruangan ini seperti tong sampah,” deham Selena.
Mata Kansa bengkak. Hidungnya yang meler kelihatan memerah, tak lupa dengan bibirnya yang manyun.
“Kok, ayahnya mati sih, Selena? Terus dokumen yang dicari si tokoh utamanya itu apa, sih? Baca ini sampai akhir bikin gregetan, tapi seru banget, sumpah!” rutuk Kansa.
Setiap perkataan Kansa terdengar seperti irama yang memasuki telinga dan mampu membuat Selena tersenyum kecil.
“Sebenarnya pengin lanjutin sampai end, cuma lagi buntu banget ini. Rasanya aku pengen masuk deh sekali aja ke dunia fantasi yang aku buat,” cetus Selena, menghela napas berat.
Sesaat setelah Selena mengatakan hal tersebut, sorotan cahaya jatuh tepat di tengah ruangan kamar Selena, diiringi suara dentuman tak beraturan.
Tatapan mereka berdua saling menjelaskan bahwa ada sesuatu yang mereka per kirakan akan terjadi, sesuatu yang benar-benar istimewa, mungkinkah ….
Mungkinkah ini saatnya? Kita akan memasuki portal itu, hal itulah yang saling terbesit dalam hati mereka berdua.
Harapan mereka berdua patah ketika Selena sedikit mendongak ke atas dan mendapati bahwa sumber cahaya tersebut ternyata berasal dari genteng kamar Selena yang bocor, dan suara dentuman berasal dari Pak Ale, si tukang ledeng yang sedang menghancurkan genteng rapuh menggunakan palu.
“Sudah kuduga. Mana mungkin ada sihir di tahun 2029. Lihatlah, mobil terbang saja sudah menjamur di mana-mana,” Kansa sedikit mengungkapkan kekecewaannya, lidahnya mengecap berulang kali menggambarkan pikiran nya yang logistik.
Kansa melihat Selena menatap kosong ke depan. Pikiran Selena seperti tidak berada di bawah kendalinya, matanya fokus kesatu titik.
“Sel, kenapa? Jangan buat panik dong!” grundel Kansa.
Meskipun sudah mengajak Selena berkomunikasi beberapa kali, tetap tak ada jawaban darinya… sampai Selena mulai menggerakkan jarinya, menunjuk ke bawah ranjang, tatapan nya kosong penuh misteri.
“Ada apa di sana?”