Loading...
Logo TinLit
Read Story - Academia with Adventure
MENU
About Us  

Kabar akan persetujuan dari Ratu Antoneitte tersebar di seluruh Equistela hingga bergeming ke telinga Rex.

“Sudah kuduga, teks yang kuberikan memang sangat bagus sehingga bisa menarik perhatian Ratu Antoneitte,” cetus Rex, membanggakan dirinya sendiri.

Anne yang saat itu berada di dapur tengah mengambil segelas minuman, tak sengaja mendengar perkataan Rex.

“Teks apa? Selena menjawab pertanyaan yang diberikan berdasarkan kemampuan nya sendiri kok!” imbuh Anne, kepalanya sedikit condong ke depan dengan kedua Alisnya yang saling bertaut mencurigai Rex.

“Kau menguping perkataanku!” sangka Rex kepada Anne.

“Aku tidak menguping, suaramu yang terlalu kuat sehingga angin membawanya masuk ke telingaku,” Anne mencoba membantah tuduhan Rex.

Mereka berdua saling adu opini, seperti tikus dan kucing. Sedangkan Selena, ia duduk di bangku taman ditemani cahaya temaram bintang ,memandangi foto Ayahnya.

“Ayah, sebenarnya Selena bingung, takut, gak berani, rasanya pengen kembali aja ke dunia nyata. Tapi … rasa cinta Selena ke Ayah lebih besar daripada rasa takut itu.

Selena sebenarnya ragu pengen lanjutin perjalanan ini, Selena tanya berulang kali ke diri sendiri, benarkah Selena berada di bawah kendali Selena sendiri atau tidak.”

Rintih Selena, air matanya membasahi kaca pelindung foto Ayahnya tersebut.

Aletta mendengarkan setiap rintihan Selena, seakan dia juga merasakan hal yang sama. Aletta berutang jasa kepada Selena, bagaimanapun juga Selena yang mempertemukan Aletta dengan Ayahnya.

“Selena, jangan khawatir kita akan mencari Raja Christ bersama, simpan energi mu untuk hari esok yang sangat panjang,” tukas Aletta.

Selena membalas niat baik Aletta dengan senyum, tak banyak hal yang bisa dikatakan nya. Sebesar apapun dukungan orang lain, bahkan hingga menjadi sahabat terbaik kita sekalipun —niscayalah, pribadi yang paling paham semua dilemamu adalah dirimu sendiri.

Malam kali ini terasa berbeda, angin tidak berembus namun tidak menimbulkan panas, begitu juga dengan bintang, biasanya ia akan bersinar paling terang saat gelap — entah apa yang terjadi, kini cahaya nya mati.

Meskipun begitu, Selena masih dapat terlelap dengan tenang berharap besok pagi masih bisa bangun.

 Selena yang hanya memperjuangkan satu harapan, hingga harus kehilangan masa kuliah nya, hanya modal nekat dan keberanian menjelajahi dunia imaji ini. Berharap menemukan sebuah arti hidup, Ayah … kembali lah untuk Selena.

Batu Ruby yang akan diganti hari ini sudah mematikan sinar dan warnanya, tak ada suara kokokan ayam atau bunyi jam beker.

Kedua kelopak mata Selena berhasil terbuka.

Hari ini resmi 100 tahun berdirinya Equistela, terompet dibunyikan walau waktu masih menunjukkan pukul 06.00 pagi. Semua orang sudah menggelar tenda di depan rumahnya nya, bahkan kastil riuh dengan semua huru - hara di dalamnya, para pengawal yang harusnya berdiri kaku seperti patung di depan pintu, khusus untuk hari ini berdendang mengikuti irama musik memeriahkan bangunan yang sudah di jaganya selama genap 1 abad hari ini.

Semua orang boleh berbahagia, berpesta, mengadakan perjamuan tapi yang pasti puncaknya adalah saat malam ketika pergantian batu Ruby. 

Anne menatap batu Ruby yang harus ia serahkan ke Selena setelah sekian lama tersimpan di bawah kolong tempat tidur nya.

‘Ini milik Selena, aku tidak boleh egois!Lagian batu Ruby ini juga harus diganti setelah 1 abad lamanya,’ batin Anne sebenarnya tak rela bila harus melepas batu tersebut begitu saja.

Jauh sebelum Selena hadir di Equistela, Raja Christ sudah memberikan batu Ruby tersebut untuk dijaga oleh Anne. Kemudian disaat perayaan Equistela yang ke 91 dimana malam terakhir saat Raja diculik, pesan terakhir nya adalah ; ‘Jemput lah putriku di bumi, Selena namanya, karena engkau sudah kuanggap seperti anakku maka sayangilah Selena seperti saudara mu sendiri Anne.” 

Ukuran batu tersebut cukup besar setara dengan 2 kepala orang dewasa, sulit jika harus membawanya ke luar. Anne memutuskan untuk memanggil Selena ke kamar nya saja.

Selena masih belum menata rambutnya, bahkan piama yang ia kenakan saat tidur juga tidak diganti. Matanya tertuju ke bawah jendela menyaksikan keriuhan rakyat Equistela, tapi … Selena masih berdiri santai disini, menyeduh secangkir teh, tubuhnya ditopang oleh tiang pembatas.

“Kenapa belum bersiap-siap putri, adakah sesuatu yang mengganggumu?” Anne sedikit menepikan cangkir teh Selena agar bisa berdiri di samping nya.

“Banyak hal mengusik pikiran ku Anne, aku merasa seperti mayat hidup.” 

Anne mengingat bahwa dua hari yang lalu kepala koki kehabisan 2 kotak kantong teh, Selena mengonsumsi terlalu banyak. “Apakah itu sebabnya akhir - akhir ini kau sering meminum teh? Kafein nya memang baik untuk melancarkan peredaran darah, namun sesuatu yang dikonsumsi berlebihan juga dapat menyakitkan,” jelas Anne lembut, ia berusaha menurunkan nada bicara nya.

Selena menyeringai tipis, seolah sudah kebal dengan nasihat itu.

“Tenang saja, aku tak akan mati secepat itu. Mungkin ketika tengah hari hidup akan mulai berjalan lagi ….”

“Selena ikut aku sebentar,” ajak Anne.

Selena yang saat itu sedang tak ada kegiatan sama sekali, hanya mengikuti saja kemana Anne berjalan.

Selena bahkan belum sampai di depan pintu kamar Anne, tapi matanya sudah tak sanggup melihat karena cahaya batu Ruby tersebut menunjukkan sinar nya terlalu terang.

“Astaga, cahaya ini seperti menusuk mata!” jerit Selena, meskipun begitu ia tetap berlari masuk ke kamar Anne memeriksa keadaan nya.

Ketika Selena masuk, sudah tak ada lagi sinar yang dipancarkan karena Anne sudah menutup batu Ruby tersebut memakai sebuah kain.

Selena menatap Anne dalam seolah menaruh kecurigaan pada benda yang ditutupi tersebut, “Kain itu … kenapa ditutup?” tanya Selena.

“Ini milikmu terimalah,” Anne menggeser peti tersebut lebih dekat di depan Selena.

“Malam nanti, ketika pergantian batu Ruby, ambillah ini dan gantikan dengan batu Ruby yang lama,” titah Anne.

Selena menyentuh batu Ruby tersebut dengan beberapa jarinya,

“Dingin,”

Selena refleks mengusap - usap tangannya, karena sekali saja sentuhan batu Ruby tersebut setara dengan menyentuh es bersuhu -18° C.

“Tentu saja ini dingin, dia sudah lama tak menyerap cahaya,” Anne menutup kembali petinya.

“Sudah siang, aku harus bersiap - siap, Ratu Antoneitte berpesan akan menemuiku semalam, nanti aku akan kembali untuk menjemput batu ini,” papar Selena.

Selena berjalan menyusuri lorong, hanya suara langkah nya yang terdengar, sunyi, rasanya aman jika benar - benar sendiri. Tapi … kali ini Selena merasa ada seseorang yang mengintainya.

Tap tap tap.

Samar, namun masih dapat dibedakan mana langkah kaki Selena dan langkah kakinya orang lain, suaranya semakin berderet jelas .

Napas Selena tercekat, kakinya berjalan cepat namun mencoba menahan untuk tidak berlari, Selena masih mencoba untuk tidak khawatir, ia mengeluarkan botol kecil yang berisi semprotan air lada. 

“Satu , dua, tiga.”  Selena bersiap  untuk menghardik.

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
GADIS MISTERIUS milik CEO DINGIN
49      47     0     
Action
Pertemuan dengan seorang pemuda yang bersifat anti terhadap para wanita. Justru membuat dia merasa bahwa, Ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis dengan kehidupan yang di alami gadis tersebut, hampir sama dengan dirinya. Nasib keduanya sama-sama tidak memiliki seorang bidadari tanpa sayap. Kehilangan sosok terbaik yang menemani mereka selama ini. Sehingga kedua manusia...
Halo Benalu
1407      600     1     
Romance
Tiba-tiba Rhesya terlibat perjodohan aneh dengan seorang kakak kelas bernama Gentala Mahda. Laki-laki itu semacam parasit yang menempel di antara mereka. Namun, Rhesya telah memiliki pujaan hatinya sebelum mengenal Genta, yaitu Ethan Aditama.