Permasalahan semalam sudah reda, semua orang tidur tanpa beban pikiran — hanya saja pagi ini disambut dengan gegap gempita. Mulai dari anak-anak hingga orang tua, semuanya sibuk mempersiapkan perayaan Equistela.
Masakan spesial khas Equistela sudah dipersiapkan sejak pagi, padahal pestanya dimulai esok hari, dikarenakan hidangan ini membutuhkan waktu 24 jam agar menghasilkan kematangan yang pas, jika tidak? Maka aromanya pun dapat membuat tikus mati. Aula sudah mulai didekor, para anak-anak membantu merangkai bunga, dan orang tua menyelesaikan pekerjaan dapur.
Selena ingin membantu, tapi ia tak bisa melakukan apapun. “Inilah akibat jika terlalu sering bermalas-malasan,” pikirnya.
Selena memperhatikan Anne, namun tampaknya Anne sangat sibuk karena ia menjadi pembawa acara—pasti banyak hal yang harus dihafalkan, mulai dari ekspresi dan cara berbicara, apalagi Anne termasuk kaum introvert akut.
Selena masih mencoba tetap produktif. Ia pergi ke kelompok anak-anak yang sedang duduk melingkar seraya merangkai bunga.
“Hai semua, ada yang bisa Kakak bantu?” tanya Selena ramah. Ia merayu anak-anak tersebut dengan lima tangkai permen.
Semuanya setuju untuk menerima Selena bergabung. Selena duduk di pinggir — baru mengambil satu tangkai bunga saja, tangannya sudah terluka. Sepertinya memang Selena yang payah dalam hal ini.
“Bukan begitu caranya, Yang Mulia. Pertama, ambil gunting, lalu potong bagian yang ada durinya. Putar, selipkan ke bunga yang lain, dan jadi deh,” jelas salah satu anak sembari mempraktikkan langkah-langkahnya.
“Oh, nggak ngerti.”
Mereka berlima memandangi Selena dengan ekspresi wajah sebal yang hampir seragam. Suasana di antara mereka sudah tak seceria tadi—hanya dipenuhi helaan napas, gumaman kesal, dan tatapan yang saling lempar kode. Sudah dijelaskan sedetail mungkin kok masih nggak ngerti sih.
Selena menyeringai kaku. Rasanya malu karena kalah dari anak kecil.
Rex hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat Selena yang berada dalam lingkaran bocah.
“Putri Kerajaan Equistela, ternyata masih belum sedewasa itu,” cibir Rex.
Ada tugas lain yang harus Selena pahami sebagai seorang putri, seperti pertemuan dengan pemimpin kerajaan tetangga.
“Selena! Kemari sebentar,” panggil Rex.
Selena menghampiri, bibirnya manyun karena ia sudah tahu pasti akan ada pekerjaan yang diberikan.
“Langsung saja katakan tugasnya,” Selena mengernyitkan dahinya.
“Sepertinya Yang Mulia cepat belajar, ya. Ada satu rapat yang harus dihadiri hari ini. Tenang saja, aku tahu engkau tak bisa diandalkan, jadi aku sudah menyiapkan teksnya. Tinggal engkau hafalkan saja, lalu beres deh!” Rex merentangkan kedua tangannya, senyumnya merekah, berputar ke belakang, seperti menunjukkan kebahagiaan.
“Ingat! Ini adalah rapat pertamamu. Berikan sesuatu yang berkesan kepada Ratu,” pesan Rex.
Selena menggerutu, hidungnya mengernyit dan mendengus pelan. Meskipun begitu, ia tetap menerima teks tersebut.
“Sudah nasib, terima saja lah.”
Akhirnya Rex merasa lega karena sebagian bebannya sudah dapat dibagi kepada Selena. Sekarang ia bisa bersantai sebentar sambil mengatur kondusifitas sekitar.
Sementara itu, suara jeritan seseorang dari balkon terdengar. Tak perlu khawatir, suara itu hanya Selena yang sudah depresi karena sedari tadi mulutnya komat-kamit menghafalkan sepuluh lembar teks tanpa jarak—jadi satu lembarnya full penuh dengan tulisan. Sekali lagi, tanpa jarak.
Sekarang pukul 09.00 pagi. Rapat pertama Selena adalah diskusi mengenai kondisi pasar Equistela. Di saat-saat terakhir, Selena ingin menyerah saja, sampai dirinya teringat bahwa beberapa hari yang lalu dia dan Aletta melakukan survei ke pasar. Hal itu menimbulkan ide baru di benaknya.
“Aha! Kenapa tidak mempresentasikan hasil survei saja? Daripada harus menghafalkan sebanyak ini, bisa meledak kepalaku.”
Kebetulan, yang akan menjadi rekan rapat Selena hari ini adalah Anne, bukan Rex. Jadi Rex tak akan tahu apabila Selena mengganti teksnya.
“Putri Selena, para tamu sudah datang,” panggil kepala pelayan dari bawah tangga.
Selena bergegas merapikan rambut dan pakaiannya. Agar terlihat lebih profesional, ia menata rambutnya menjadi sanggul.
“Oke, tarik napas dalam-dalam, tahan lalu buang. Aku, Selena Christ, siap untuk menghadiri rapat,” decak Selena menyemangati diri di depan cermin.
Setiap anak tangga yang dipijaknya mengarah ke satu tujuan pasti. Salah seorang pelayan membukakan pintu tempat ruangan rapat tersebut berada.
“Silakan, Putri.” Ia membungkuk hampir selutut, menunjukkan tanda hormat.
Dengan kedua tangan di depan pinggang, Selena berusaha terlihat anggun, berkelas, dan tentunya mempunyai harkat.
“Apakah saya sudah terlambat? Mohon dimaafkan, ada beberapa urusan yang harus diselesaikan,” tegas Selena.
“Tidak sama sekali. Anda tepat waktu. Benarkah dengan Putri Kerajaan Equistela?” tanya Ratu kerajaan tetangga.
Selena berhadapan bukan dengan orang sembarangan. Ratu Antoneitte terkenal dengan julukan ‘Satu kritik, tamatlah riwayatmu.’ Setiap tahun, Raja selalu mempersiapkan hal yang harus dikatakan setidaknya enam bulan sebelumnya karena keputusan dari Ratu Antoneitte yang akan menentukan apakah Kerajaan Equistela layak mengadakan pesta.
“Benar. Saya adalah Selena Christ, putri dari Raja Christ. Tahun ini, izinkan saya yang menggantikan Sang Raja.”
“Baiklah, Selena. Jelaskan kepada saya mengenai kondisi pasar Equistela dalam tiga bulan terakhir,” pinta Ratu Antoneitte.
Selena menelan ludah. Ia hanya melakukan survei dalam satu hari. Seharusnya ia membaca teks yang Rex berikan. Sekarang Selena terkena batunya. Walaupun begitu, ia tetap berusaha menjawab meski tidak maksimal.
“Saya tidak mengetahui bagaimana kondisi pasar dalam tiga bulan terakhir karena saya sendiri baru seminggu di negeri ini. Tapi perlu saya tegaskan bahwa kami tetap melakukan survei di pasar dalam beberapa hari terakhir. Kondisi pasar Equistela sangat baik. Para penduduk asli dan manusia bisa bekerja dengan telaten dan kompeten. Kami mulai memperkenalkan kepada masyarakat Equistela bahwa hasil kerajinan tangan para lansia juga patut diberi apresiasi,” urai Selena.
“Mengesankan. Pertanyaan pertama tadi adalah pertanyaan jebakan, namun engkau berhasil melewatinya. Banyak pemimpin baru yang saya lontarkan pertanyaan semacam ini—90% dari mereka mencoba menjelaskan, bahkan hingga mengarang jawaban. Tapi berbeda denganmu, yang menjawab sesuai realitas sebenarnya.”
“Saya memutuskan sama seperti tahun sebelumnya, bahwa Kerajaan Equistela layak dan sangat pantas mengadakan Perayaan 100 Tahun Berdirinya Kerajaan,” tambah Ratu Antoneitte. Ia membunyikan lonceng sebagai tanda bahwa rapat berakhir sukses.
Semua orang yang mendengar lonceng tersebut langsung memberhentikan segala aktivitasnya dan bersorak, “HOREEE!” Kebahagiaan bisa dirasakan oleh rakyat Equistela lagi setelah semua bencana yang menimpanya.
Ratu Antoneitte beserta pengawalnya keluar dari ruangan, menyisakan Anne dan Selena yang saat ini masih dalam keadaan tegang dan tak menyangka.
“Selena! Ternyata engkau secerdas itu. Aku tak menyangka, pertanyaan jebakan pun disikat habis olehmu,” mata Anne berbinar melambangkan rasa bangga.
“Hanya sebuah kebetulan. Kira-kira mengapa ya Ratu Antoneitte menjadi seorang yang paling berpengaruh pada Perayaan Equistela?” Pertanyaan itu masih seperti labirin tanpa jalan keluar di benak Selena.
“Lihat saja pada malam perayaan besok. Semua pertanyaanmu akan terjawab.”