Loading...
Logo TinLit
Read Story - Academia with Adventure
MENU
About Us  

“Ada yang bisa pak Ale bantu jawab lagi, Selena? Saya buru - buru soalnya.”

“Tidak ada, pak. Silahkan dilanjutkan aktivitas nya,” balas Selena.

Selena cukup dipuaskan dengan informasi yang diperoleh namun …“Kenapa rasanya seperti ada duri dalam daging, ya? Aku benar - benar tak bisa memahami nya.”

Tujuan utama Selena ke Requista sudah selesai, kini ia harus pulang karena hari sudah semakin siang pasti banyak hal yang perlu Selena selesaikan di Equistela.

Selena mencari tempat yang pas sekiranya agar dia dapat membuka portal dan kembali ke Equistela, lalu ia teringat akan cafe saat ia bertemu terakhir dengan Kansa. Cafe itu selalu sepi pengunjung saat siang hari, Selena memutuskan untuk ke belakang cafe , ia berjalan santai, tak menyadari bahwa Kansa membuntuti nya sejak tadi.

Walaupun sempat kesal dengan Selena, Kansa tak bisa sepenuhnya membenci apalagi membiarkan Selena begitu saja — Ia diam-diam mencari tahu apa hal yang dilakukan Selena belakangan ini.

'Selena sedang apa disana.' pekik Kansa dalam hati

Selena tak punya batu Ruby untuk pulang, ia berusaha untuk mengatur emosi nya, mengingat perkataan Rex, ‘kapan saja kau ingin kembali ke Equistela, cukup katakan yakin pada dirimu.’  

Selena memejamkan mata —menenangkan pikiran nya, “Tanpa paksaan apapun aku ingin ke Equistela.” 

Seketika itu juga ia merasa dirinya berada dalam lorong waktu yang membuatnya sampai di Aula Equistela. Selena memperhatikan sekelompok pelajar Equistela yang sedang berkuliah, rasanya Selena juga ingin bergabung tapi ia tak bisa meninggalkan tanggung jawab sebagai seorang putri.

Anne memiringkan kepala sedikit, telinganya tajam memperhatikan Selena dengan saksama, “Sudah mendapatkan informasi nya, Adik?” sanggah Anne.

“Aku sudah memperoleh beberapa, haruskah ku beritahu sekarang,” balas Selena.

“Jangan terlalu menekan dirimu. Jika ingin berkuliah sekarang juga, tak apa..Silahkan ambil kelas siang sampai sore saja,” Anne menyerahkan buku pelajaran dan catatan beserta alat - alat yang dibutuhkan Selena untuk memulai kelas.

“Oh satu lagi, tak usah sungkan ya berbicara dengan ku, silahkan sharing apa saja. Anggap kita saudara oke!” imbuh Anne.

Sebagai seorang anak tunggal yang tumbuh tanpa saudara, sikap Anne selalu sukses membuat hati Selena terasa hangat.

“Jadi, gini ya rasanya simulasi punya kakak,” gumam Selena.

Rex yang saat itu hendak pergi ke luar, melihat Selena seperti orang kebigungan mencari sesuatu.

“Ada yang bisa dibantu Selena?” tanya Rex.

“Iya! Aku kan baru mulai belajar, nih. Kelasku dimana ya,” balas Selena.

“Tinggal lurus terus sampai nemu satu ruangan yang namanya Elctra. Nanti kamu bakal belajar di situ,” jelas Rex.

Kepala Selena bergerak naik turun seiring dengan sorot mata yang menunjukkan pemahaman.

Selena mengikuti petunjuk yang diberikan Rex, ia terus berjalan lurus dan berhenti di sebuah ruangan yang bernama Elctra, Selena mencoba mengetok namun tak ada jawaban.

“Apa jangan - jangan kelas siang nya sudah selesai,” Selena mengernyitkan dahi, satu tangan menggaruk kepalanya dan tangan yang satu menggenggam erat buku pelajarannya.

“Ini murid baru yang dikatakan Anne ya?” celetuk seseorang di belakang Selena.

“Iya itu Aku!” jawab Selena cepat.

Orang itu menyimak dengan seksama, kedua alisnya sedikit berkerut seolah sedang menilai Selena.

“Masuklah, duduk disamping ku,” ajaknya.

Selena melambaikan tangan mencoba bersikap ramah kepada teman-teman barunya, “Haii semua senang bertemu dengan kalian.”

Jangankan bersikap acuh, menoleh ke hadapan Selena saja mereka tidak.

Meskipun Selena diam dan tak membalas, detail demi detail setiap gerakan mereka tak luput dari tatapannya.

“Selena pasti bingung ya mengapa mereka bersikap seperti itu?” sanggah anak yang membawa Selena masuk ke ruang kelas tadi.

“Mungkin mereka sedang sibuk saja. Oh iya! Kita belum kenal nih, Namamu siapa? lontar Selena.

Ia tak menjawab, hanya tersenyum lalu mengangkat name tag yang ada di rompinya.

“Aletta, nama yang sangat indah sama seperti parasnya, orang tuamu pasti sangat beruntung memiliki anak perempuan secantik Aletta.”

Aletta menarik napas pelan, kelopak matanya seperti daun yang ingin gugur meskipun begitu ia tetap bersuara;

“Aku tak punya orang tua, ibuku sudah meninggal sedangkan ayahku … aku tak tau dimana ia sekarang.”

Selena menampar bibirnya pelan, karena ia sudah salah berucap dua kali. Semalam saat berbicara dengan Anne dan sekarang menanyai Aletta.

“Mulut ku ini memang kadang seperti speaker rusak. Ngomong - ngomong, kapan ya kelas nya dimulai,” Selena tersenyum kikuk, mencairkan suasana dengan topik lain.

“Sebentar lagi juga dimulai, Selena sedang senang baca buku apa sekarang?” seloroh Aletta.

“Ada satu buku, sayang sekali aku lupa nama bukunya, tapi aku ingat pengarangnya bernama Palerua.”

Aletta menyeringai tipis, “Jadi seseorang masih punya koleksi buku Ayahku 9 tahun yang lalu ya. Hebat juga, buku itu hanya diedarkan khusus untuk anggota kerajaan karena isinya memang sangat aneh, Aku saja tak bisa memahaminya,” urai Aletta.

Selena memainkan pulpen di tangannya, bibir nya diam namun batinnya dipenuhi konflik yang saling menemui titik terang masing-masing. perkataan Aletta juga sudah jelas menyatakan bahwa Mereka tak mengetahui kedudukan Selena di Equistela.

‘BERITA BESAR! Ini akan jadi informasi epik yang bisa kuberitahu pada Rex dan Anne, aku mungkin bisa menanyai Aletta sedikit lagi untuk mendapatkan informasi tentang dokumen yang keluar di tahun itu.’

Aletta condong ke depan mengibaskan kedua tangannya di depan Selena, mengamati Selena yang sedari tadi tersenyum.

“Halo, Selena kamu gak apa - apa?” beber Aletta.

“Satu lagi nih, Aletta. Ada gak dokumen atau surat yang diedarkan di tahun itu bersamaan dengan keluarnya buku ayah mu.”

Aletta memutar bola matanya, mencoba menarik informasi 9 tahun lalu.

“Nahh, aku ingat, tepat 2020 lalu seluruh kerajaan Equistela bahkan negri tetangga juga sampai ikut mengadakan perundingan karena ada satu dokumen yang menyatakan bahwa 9 tahun lagi akan ada kemalangan yang menimpa pemimpin Equistela hingga keturunan nya yang ke tujuh dokumen itu ditulis oleh Ayahku. Saat itu usiaku baru sekitar 9 tahun, aku ingat ayah dipukul bagian kepalanya dan diasingkan ke tempat yang jauh sekali,” jelas Aletta.

'Berarti yang dikatakan pak Alet itu, benar." Batin Selena

“Aletta, aku turut prihatin atas kej—”

“Semuanya segera mengumpulkan tugas minggu lalu yang saya suruh.”

 Sebut saja Chandle, usianya sudah setengah abad berbanding terbalik dengan jiwanya yang seperti remaja 18 tahun. Dosen di Equistela memang sering tidak tahu caranya mengatur keadaan ketika masuk, disaat keadaan penting seperti ini malah disuruh ngumpulin tugas. Itulah hal yang terbesit dalam benak Selena.

“Ini murid baru ya,” penggaris yang panjang nya kira-kira 45 cm, menunjuk pas ke arah Selena.

“Iya, itu saya Bu.”

“Sebentar, kamu bukannya putri kerajaan Equistela yang baru dinobatkan semalam itu kan!” ia berjalan mendekati Selena lebih dekat,

Mata Aletta membelalak begitu juga dengan orang - orang yang tadinya bersikap tak acuh kepada Selena.

“Benarkah itu kau, Putrinya raja Christ, Selena,” Aletta tak dapat menahan air matanya, seakan mengeluarkan kesedihan yang selama ini dipendamnya.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
GADIS MISTERIUS milik CEO DINGIN
49      47     0     
Action
Pertemuan dengan seorang pemuda yang bersifat anti terhadap para wanita. Justru membuat dia merasa bahwa, Ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis dengan kehidupan yang di alami gadis tersebut, hampir sama dengan dirinya. Nasib keduanya sama-sama tidak memiliki seorang bidadari tanpa sayap. Kehilangan sosok terbaik yang menemani mereka selama ini. Sehingga kedua manusia...
Halo Benalu
1407      600     1     
Romance
Tiba-tiba Rhesya terlibat perjodohan aneh dengan seorang kakak kelas bernama Gentala Mahda. Laki-laki itu semacam parasit yang menempel di antara mereka. Namun, Rhesya telah memiliki pujaan hatinya sebelum mengenal Genta, yaitu Ethan Aditama.