Selena berjalan pulang ditemani angin, rasa bingung dan khawatir, matanya tertuju pada trotoar putih yang dipenuhi debu, seluruh isi pikiran nya kini seperti kertas yang berserak tak beraturan.
'Hampa.’
'Bagaimana caranya meyakinkan Kansa,’ ucapnya dalam hati.
Frustasi mungkin bisa menghampiri Selena tetapi tak akan terlalu lama karena genre hidupnya yang selalu diselipkan komedi, mengapa begitu? coba ingat bagaimana pakaian Selena saat berangkat membuat orang -orang berkata;
“Tinggal bawa megafon langsung sah tuh jadi MC tujuh belasan keliling.”
“Bener , mirip Spiderman versi lokal yang lagi pantau warga di siang hari,” cibir salah satu warga.”
Selena hanya menatap mereka sebentar lalu menjulingkan matanya, karena paham #antikritik nya sudah tak berlaku lagi untuk meladeni omongan orang lain.
Selena tiba di rumah, membanting tas nya di meja dan merebahkan dirinya di kasur.
“Kalau Kansa aja gak percaya apalagi Ibu, udah pasti aku di kira gila.Gimana ya caranya,” keluh Selena.
“Mau ngasitahu apa emangnya?” Seloroh lady dari depan pintu kamar Selena.
Sontak saja Selena melompat seperti cicak yang terkena mangsa.
“Ibukkk, bikin kaget aja!” Tukas Selena.
Lady duduk tepat disebelah Selena,
“Gak baik mendam perasaan,Lo bisa curhat apapun itu sama gue,” cetus Lady, membujuk remaja perempuan itu untuk bercerita.
“ Ibu ihhh jangan pakai “Lo,gue” belajar dari mana sih, kebanyakan main hp nih pasti.” Selena mendorong ibunya pelan keluar dari kamar dan menutup pintu.
'hampir saja, lain kali aku harus berhati
-hati jika berbicara .’
Tak banyak hal yang bisa dilakukan, Selena menatap langit berharap ada benih ide yang merasuki pikiran nya.
Semenit, dua menit, tiga menit bahkan sampai setengah jam berlalu. Tapi tetap saja pikiran Selena seperti kanvas kosong.
Hingga akhirnya dia memberanikan diri untuk menelpon Kansa.
Ternyata … semua akses komunikasi kepada Selena diblokir oleh Kansa, telepon nya selalu berkata sibuk dan pesan chat selalu tampak centang satu.
Semua momentum ini membuat Selena memutar otak nya kembali, menyadari bahwa orang-orang mengganggap nya tidak normal.
Selena terisak pilu di temani angin semilir yang menggelitik kulit nya, bulan memandangnya aneh dan bros di meja Selena membuka portal seakan mengisyarakatkan nya untuk rehat sejenak ke Equistela.
“Tidak! Persetan dengan dunia lain, karena dunia sihir ini Kansa jadi menjauhi aku.” Selena mengambil batu yang mengganjal pintu kamar nya dan memecahkan bross itu, namun tetap saja portal nya masih terbuka lebar bahkan semakin berpijar terang.
Hingga Anne keluar dari portal itu mengulurkan kedua tangannya “Selena ini waktunya,”
“Waktu apa? aku tak jadi ikut kalian.” Selena menghempaskan tangan Anne, ujung kaki nya sedikit melangkah mundur.
“Tak bisa Selena, perjanjian sudah ditanda tangani, Raja Christ tak punya banyak waktu untuk menunggu bala bantuan!” Desak Anne.
Selena terdiam sejenak,
mempertimbangkan antara kehidupan nyata yang ia miliki saat ini atau rasa penasaran yang menjalar di dalam dirinya tentang keberadaan Ayah nya dan identitas asli nya. Selena bukanlah tipe anak yang mudah percaya akan setiap hal, “Bagaimana kau bisa memberikan jaminan kalau reputasi ku disini tetap terjaga?” Tukas Selena.
Anne menatap Selena dalam, Alis nya menukik tajam ke atas, sudut bibirnya naik ke atas lalu menjentikkan jari nya .
Setiap ada jentikan jari tentu saja ada peristiwa atau kejaiban yang terjadi namun sepertinya kali ini sedikit berbeda.
Selena terkekeh kecil “Apakah jarimu terpeleset? atau sihir nya belum ter—”
“Sudah terjadi kok.” Selena dapat merasakan seseorang menepuk bahunya dari belakang, suaranya samar namun cukup untuk di dengar.
Selena tertegun, ia mengingat hanya ada cermin di belakang nya, "Tak mungkin jika... seseorang menerkam ku dari belakang kan."
“Anne, apa yang terjadi !” Cecar Selena.
“Kau khawatir tentang siapa yang akan menggantikan mu di rumah bibi mu bukan? jadi aku ciptakan duplikat untuk mu,” pungkas Anne.
Kedua bola mata Selena hampir saja copot, bagaimana tidak? ia harus berhadapan dengan dirinya sendiri tepat di depan matanya. Meskipun begitu Selena sedikit terkesan, setidak nya ini cukup membantu dirinya.
Masih ada banyak hal yang tertimbun dalam pikiran Selena. “Oke, jadi aku adalah kamu dan kamu adalah aku.Lalu apakah sifat dan cara berperilaku kita sama?”
“Tentu saja! aku kan adalah kamu ,” jawab nya dengan cepat.
Suara jam analog Selena terus menjadi perhatian Anne, seperti sangat mengkhawatirkan waktu.
“Selena, tenang saja sudah ada dia yang menggantikan mu. Ambillah beberapa baju mu, lalu kita segera pergi.”
Pikiran Selena mulai mencerna sesuatu yang terjadi, sekarang ia harus bergegas pergi sebelum lady kembali menghampiri nya. Selena mengambil baju apa saja yang disukai nya, tak banyak hanya sekitar 10 pasang baju tidur, 30 dress dan 20 baju berpasangan serta beberapa aksesoris, cukup lah kira - kira memakan dua koper.
“Selena, engkau bisa kembali kapan saja tak perlu membawa sebanyak ini! “ Seru Anne.
“Tak apa, dimanapun tempat nya aku harus terlihat modis."
Anne dan Selena berjalan memasuki portal, Anne sudah melangkah masuk terlebih dahulu sedangkan Selena menolehkan kepalanya ke belakang sebentar berpesan kepada penggantinya.
“Aku tahu walaupun sifat kita sama tapi aku harus tetap mengatakan ini; tolong jaga ibu ku ya, jangan buat dia menangis jikalau sahabat ku Kansa menemui mu sambut dia dengan baik ya, sampaikan maaf ku dan jangan pernah membahas
sesuatu yang membuat nya jengkel.” Pesan itu mengakhiri percakapan mereka sebelum Selena memasuki portal.
genjatan waktu dan gelombang cahaya yang menyatu seperti kosmos membawa Selena sampai ke Equistela, selalu tak pernah membosankan jika berbicara tentang situasi berada dalam lorong portal tersebut dan kondisi Equistela.
Seperti nya sedang ada pesta di Equistela saat ini, mungkin kah untuk acara penyambutan Selena?.
“Tak ada satupun yang memberitahu padaku kalau acaranya semeriah ini,” Bisik Selena dalam batinnya.
Karpet merah digelar memanjang kira - kira 1 kilometer jauhnya, para kurcaci berjejeran di sepanjang anak tangga memainkan saxophone membentuk irama seperti nyanyian surga, aroma masakan dari dapur kastil membuat lidah ingin segera menyantap nya, wangi ruangan itu seperti ekstrak ratusan bunga melati, Chandelier mewah nan megah menggantung gagah dilangit - langit. Semua anggota kerajaan dari seluruh penjury Equistela menghadiri perjamuan tersebut, Selena tak terlalu mengharapkan pesta seperti ini tapi …. cara mereka memeriahkan kedatangan Selena cukup menyenangkan hatinya.
Kaki Selena serasa ingin bebas mengelilingi kastil, matanya berbinar memancarkan kebahagiaan, dirinya hanyut dalam alunan musik indah yang bergema.
“Inikah yang dimaksudkan pepatah itu, ‘jika kenyataan mulai tak menarik, cobalah kunjungi dunia lain.’ Senyum Selena merekah hingga membariskan giginya.
Menu musim gugur semua tersaji di sepanjang meja, seperti hidup di dunia buatan mu sendiri.
Rex mendengarkan ocehan Selena sedari tadi, “Jika ada perjamuan sudah pasti ada misi yang harus dijalankan.”
“Astaga datang - datang bukannya ucapin salam atau basa - basi kek,” Selena mengecap lidah nya. “Tujuan? maksud mu tujuan apa itu?” pekik Selena.
Anne datang menyela percakapan mereka, “Ayo adik ganti baju mu dulu dan kita simpan koper - koper ini.”
Selena mengganguk pelan dan berjalan mengikuti Anne, disepanjang lorong mulut nya tak bisa diam setiap melihat lukisan sejarah khas abad pertengahan disertai foto para pemimpin istana yang terpampang berjajar di dinding kastil, “Wow, fantastik!” Cetus Selena.
“Bagus ya kan? sebentar lagi kau juga akan ada disitu,” Jelas Anne.
Selena tak berbicara lagi, ia tahu persis apa yang dimaksud kan Anne.
Mereka berhenti tepat di satu ruangan, namun tampak terkunci sehingga Anne harus mengambil dulu kunci ruangan tersebut “Aku ke bawah sebentar mengambil kunci, tetap disini, jangan pegang apapun dan jangan merusak benda!” Tegas Anne .
Awalnya Selena mengikuti perintah Anne, dia berdiri diam di tempat seperti patung.
Lama kelamaan posisi ini membuat nya bosan, Selena hanya melangkah mundur sedikit dan menemukan sebuah lorong tapi … lorong ini berbeda dari lorong sebelumnya ukuran nya lebih sempit dan lebih panjang.
“Lorong tikus mungkin? masa pusing lah dengan aturan Anne, kita tidak akan pernah tahu jika tidak mencoba .”
Selena berjalan sudah hampir setengah lorong itu namun tidak menemukan
apa - apa hanya ruangan yang semakin menyempit, “Ternyata si pirang itu benar juga, lebih baik aku keluar saja lah.”
“Perasaan ku saja atau dinding ini memang semakin merapat seaakan menjepit ku?” Tanya Selena pada dirinya.
Kakinya sudah tidak bisa bergerak lagi dan napasnya terengah - engah, “Anne tolong, Anne!” jerit Selena di ruangan yang ingin melumatkan nya.
Suara desis terdengar tidak jauh dari lorong Selena terjepit.
“Apa jangan - jangan ular? selamatkan aku Tuhan. Anne cepatlah datang ,” Selena berteriak hingga menghabiskan suaranya.