Loading...
Logo TinLit
Read Story - Matahari untuk Kita
MENU
About Us  

"Laut, aku... akan pergi." --Jelita.

 ∆∆∆∆∆

 

 

Raka dan Jelita sudah bertemu lebih dulu bahkan sebelum Hadi datang. Mereka berdua menunggu Hadi di tempat karaoke. Mbak Tina dengan senang hati membiarkan anak-anak itu menghabiskan waktu di sana sesuka hati mereka.

Setengah jam kemudian Hadi datang. Laki-laki tinggi itu terlihat sudah tidak sabaran untuk membuka pengumuman SBMPTN. Terbukti bagaimana ketika melihat Raka dan Jelita, laki-laki itu menyapa dengan sangat ceria.

"Ayo, buka akun punya Hadi!" seru Jelita antusias.

"Ih, kamu dulu aja, Ta. Utamakan perempuan," tolak Hadi.

Jelita terdiam sebentar dengan mata memicing. "Sudah dibuka, hehe."

"Hah? Kapan? Kok nggak nunggu aku? Gimana hasilnya?"

Raka menunjukkan hasil tangkapan layar akun Jelita yang berisi informasi bahwa gadis itu diterima di universitas pilihannya.

"Ta, selamat." Hadi spontan memeluk Jelita. Dia sangat bahagia sahabatnya bisa terhindar dari pernikahan paksa yang akan diadakan orangtuanya.

Sementara itu, tanpa Hadi ketahui, Jelita melihat wajah Raka sambil merapalkan jata terima kasih tanpa suara. Raka hanya bisa diam, meskipun ia sangat tidak setuju dengan ide Jelita.

"Ayo, giliran punyamu, Di!" ajak Jelita setelah Hadi melepaskan pelukannya.

Hadi mulai mengetik username dan password di laptop Raka. Rasanya begitu takut, jantungnya berpacu sangat cepat. Hadi tidak pernah merasa segugup ini dalam hidupnya. Ia pun sengaja memejamkan mata setelah memposisikan jari telunjuknya di atas enter.

Begitu ditekan, Hadi tidak langsung membuka mata. Jelita dan Raka yang melihat layar laptop itu pertama kali. Keduanya melebarkan mata bersamaan. Jelita bahkan langsung menepuk-nepuk bahu Hadi.

"Kamu lolos, Di!" Jelita berteriak senang.

Hadi langsung membuka mata, menganga tidak percaya melihat pemandangan di layar laptop milik Raka. Namanya tertulis di sana, benar namanya. Ya Tuhan, Hadi bisa kuliah. Dia bisa bermimpi seperti teman-temannya yang lain.

"Alhamdulillah..." lirih Hadi. Matanya sudah berkaca-kaca.

Jelita bahkan sudah menangis sesenggukan. Raka di sebelah Jelita langsung sigap menepuk-nepuk punggung gadis itu, menyalurkan energi positif. Demi kebohongan yang dirancang Jelita, Raka hanya bisa diam saja mengikuti alur.

"Kita bisa kuliah, Ta. Kita bisa sama-sama terus mengejar mimpi kita sampai sukses. Makasih banyak, Ta. Makasih banyak kamu sudah mau berjuang meyakinkan aku sampai sejauh ini." Hadi menatap Jelita yang sibuk mengusap kedua pipinya.

Jelita mengatur napas, dia ingin berhenti menangis dan merayakan keberhasilan Hadi lolos SBMPTN. Berbeda dengan Raka yang sudah tidak bisa bersandiwara lagi. Dia gemas ingin memberitahu Hadi, tetapi Jelita menahannya. Gadis itu memelototi Raka agar tidak mengeluarkan kalimat apapun soal Jelita yang ternyata tidak lolos SBMPTN.

"Terima kasih juga, Raka. Terima kasih sudah jadi sahabat baik kami. Kalau tidak ada kamu, kita juga tidak bisa sampai di detik ini."

Raka mengangguk dan tersenyum. "Sama-sama, Di. Terima kasih juga sudah mau berjuang, kamu hebat, kamu keren, Di."

"Kita harus rayain ini sama-sama. Nanti malam ya, di perahu. Sekalian perpisahan, kamu pergi ke Bandungnya kapan, Ka?"

"Besok," kata Raka. Bohong, padahal malam ini. Dia akan pergi malam ini juga bersama Jelita.

"Bagus. Kalau begitu, ayo kita pulang, Ta. Ayo beritahu orangtua kita soal pengumuman ini!"

Jelita mengangguk, "ayo."

"Sekali lagi makasih banyak, Ka. Aku tunggu nanti malam di tempat biasa, oke? Jam delapan ya, jangan telat!" kata Hadi yang kemudian berlari dari sana. "Jelita, ayo!"

"Aku menyusul, Di! Aku sama Raka akan print tanda buktinya sekalian ya, nanti kubawakan punyamu!" balas Jelita berteriak.

Hadi mengangkat kedua lengannya untuk memberikan lambaian. Laki-laki tinggi tegap dengan kulit tan itu berlari di bawah sinar matahari yang begitu terik demi menemui keluarganya untuk memberikan kabar baik.

Jelita tertahan di sana bersama Raka. Mbak Tina muncul setelah Hadi pergi, perempuan itu juga tahu rencana Jelita. Awalnya ia menolak, sama seperti Raka, menurutnya kabur bukanlah solusi yang tepat. Mbak Tina dan Raka takut di luaran sana Jelita kenapa-kenapa. Namun, setelah Jelita menjelaskan lagi bahwa dia tidak akan bahagia hidup dengan tekanan kedua orangtuanya untuk menikah di usia sekarang, Mbak Tina akhirnya setuju.

"Kamu yakin tidak mau kasih tau Hadi, Ta?" tanya Mbak Tina.

"Yakin, Mbak. Aku takut Hadi tidak mengambil kesempatan ini kalau tau aku tidak lolos, lagipula dia pasti akan membocorkan rencanaku pada Ayah dan Ibu," jawab Jelita.

"Ya sudah, yuk ke tempat foto copy," ajak Raka.

Mereka berdua berpamitan pada Mbak Tina. Jelita juga memeluk perempuan yang sudah ia anggap kakak sendiri itu dengan lama. "Aku pasti akan sangat merindukan Mbak Tina. Makasih banyak sudah jadi kakak dan teman yang baik, Mbak. Kita pasti akan bertemu lagi, Mbak."

"Iya, Jelita. Kita pasti bertemu lagi. Kamu, di manapun berada, hati-hati selalu ya."

Raka dan Jelita berjalan perlahan menyusuri pantai. Mereka akan ke warnetnya Mang Sanusi untuk mencetak tanda bukti milik Hadi, juga tanda bukti palsu punya Jelita.

Mendadak Jelita berhenti berjalan, dia memandangi lautan luas di depannya dengan perasaan sedih. Selain akan berpisah dengan Hadi dan Mbak Tina, dia juga akan berpisah dengan laut yang sudah seperti teman baginya.

"Laut, aku... akan pergi."

Raka memperbaiki tali tas di pundaknya. Dia mendekati Jelita, berdiri di sisi gadis itu sambil ikutan memandangi air laut. "Kamu pasti bisa melihat laut lagi, Ta."

"Semoga saja..."

"Nanti sampai di Bandung, apa yang akan kamu lakukan, Ta?" tanya Raka.

Jelita menggeleng ragu. "Aku tidak tau, paling-paling cari kerja serabutan. Aku siap jadi gelandangan kok, daripada di sini."

Saat ini membayangkan dirinya jadi gelandangan saja Jelita akan menerimanya. Dia sudah nekat akan pergi dari rumahnya, berpisah dengan Ayah dan Ibu. Apapun, apapun akan Jelita lakukan untuk mengejar mimpinya.

"Impianku tidak berakhir sampai di SBMPTN saja. Memangnya kenapa kalau tidak lolos tahun ini? Aku masih bisa ikut tes lagi tahun depan. Tetapi Ayah dan Ibu tidak akan mengizinkannya kalau aku di sini, mereka pasti akan langsung menikahkanku. Aku tidak mau, Ka."

Raka setuju. Dia juga tidak rela sahabatnya dipaksa melakukan sesuatu yang tidak disukainya. "Iya, aku setuju. Maaf ya, Ta. Aku cuma bisa bantu anterin kamu doang, selebihnya aku nggak bisa."

"Raka, kamu sangat membantu. Terima kasih, ini adalah bantuan terbesar, aku senang sekali."

Jelita mengulurkan telapak tangannya ke hadapan Raka. Laki-laki itu menyambutnya segera. Mereka berjabat tangan dengan disaksikan deburan ombak dan embusan angin laut.

"Aku tidak tau kita bisa bertemu lagi atau tidak, tapi aku mau bilang terima kasihnya sekarang."

"Hei, nanti malam kan kita mau kabur bareng. Bisa ngomongnya nanti, Ta."

Jelita menggeleng tegas. "Kelamaan, Ka. Aku akan bilang sekarang saja. Terima kasih ya, Raka. Terima kasih sudah mau bantu aku buat kabur, jaga rahasia aku dari Hadi, selalu ada sebagai sahabat yang superbaik. Semoga nanti di Bandung, kamu akan menemukan sahabat yang baik juga ke kamu seperti aku, hehe..."

Raka menangkup tangan Jelita yang masih bersalaman dengannya. "Tidak ada sahabat sebaik kamu, Ta."

"Kalau sudah jadi polisi, jangan lupain aku ya."

"Aku janji, aku gak akan lupain kamu selamanya."

"Walaupun aku udah gak ada di dunia?"

"Ish, ngomongnya!" sentak Raka.

"Bercanda, haha."

Jelita melepaskan tautan tangannya, menyuruh Raka untuk kembali berjalan. Dia sudah mengambil dua langkah awal saat Raka masih terdiam memandangi punggung sempit Jelita.

Rupanya kalimat tadi sungguhan kalimat perpisahan. Kalimat yang dikeluarkan Jelita dengan candaan itu adalah pertanda bahwa gadis itu akan pergi jauh sekali.

 

∆∆∆∆∆

 

Malamnya, pukul 20.00 WIB tepat. Hadi, Raka, dan Jelita menikmati perpisahan kecil-kecilan mereka di perahu tempat biasa mereka menghabiskan waktu untuk menikmati angin laut.

Hadi yang membawa makanan. Ibunya memasak banyak untuk mereka setelah tahu anaknya lolos SBMPTN. Saking senangnya, ibunya Hadi bahkan bercerita ke orang-orang bahwa anaknya lolos bersama Jelita.

Awalnya Jelita merasa terganggu, tetapi agaknya itu ada baiknya juga. Raka bilang itu bagus untuk mengelabui orang-orang desa. Mereka pasti tidak berpikir Jelita akan kabur karena sudah lolos SBMPTN dan tandanya perjanjian Bu Maryati dengan Bu Fida dimenangkan oleh Bu Fida.

"Bu Fida harusnya tau kabar ini, beliau pasti akan senang sekali!" seru Hadi.

Jelita tertegun mendengarnya. Ya Tuhan, Bu Fida. Tidak, jangan sampai Bu Fida tahu. Jelita tidak bisa membiarkan guru sebaik Bu Fida menanggung kembali bebannya. Lebih baik merahasiakannya juga dari Bu Fida, sebab apapun pasti dipikirkan olehnya. Bu Fida itu ya, terlalu baik dan penyayang.

"Iya, Di," jawab Jelita seadanya.

"Aku gak tau kamu suka design-design, Di. Sejak kapan?" Raka bertanya demi membelokkan topik pembicaraan.

"Hmm... Sebenarnya sudah lama. Kenapa aku bisa yakin kalau aku mau jadi arsitek itu berkat Jelita."

Mendengar namanya disebut, Jelita menatap wajah Hadi. "Kok aku?"

"Dari kita kecil kamu selalu nanya apa cita-cita aku. Kamu repot ngurusin mimpi aku, padahal akunya biasa aja. Aku terlalu menganggap semua itu hanya imajinasi anak kecil. Tapi kayaknya kamu lupa, Ta. Aku pernah sekali bilang sama kamu, kalau aku pengin bisa gambar bangunan dan membangunnya."

Jelita menganga tidak percaya. Seperti sebuah pemutar vidio, ingatannya memutarkan bayangan masa kecil itu. Waktu itu di pantai, Jelita dan Hadi sudah kelas satu SD, mereka bermain pasir di tepian pantai.

"Candi punyaku lebih bagus."

"Enak saja, punyaku lebih bagus."

Saat itu Jelita usil merobohkan pasir berbentuk candi yang dibangun Hadi. "Dasar menyebalkan."

"Haha... maaf, sengaja."

"Nanti kalau sudah besar, aku mau bikin candi kayak gini juga."

"Itu bisanya dibikin sama jin tau!"

"Aku bisa. Kata Bu Guru manusia juga bisa bikin candi. Manusia lebih hebat dari jin, manusia bisa bikin bangunan gede-gede."

"Ya, coba aja kalau bisa."

"Awas ya, nanti kalau sudah dewasa aku akan bangun banyak gedung-gedung bagus!"

Raka yang mendengar cerita dari Hadi dan Jelita tak kuasa menahan tawa. "Lucu banget sih kalian."

Jelita mencubit lengan kekar Hadi. Dia tertawa sambil menyiksa laki-laki itu. Selama ini Jelita pusing menebak-nebak cita-cita dan mimpi Hadi, rupanya dia sendiri yang melupakan bagian itu.

"Tapi iya sih, dia mah gambar apa aja bagus." Jelita mengambil satu gorengan dan mencocolnya dengan sambal.

"Sambalnya enak banget, Di. Ibumu jago sekali!" ungkap Raka.

"Ayo dihabisin. Ibu gak suka ada makanan nyisa."

Raka dan Jelita mengangguk patuh bersamaan. Kebetulan mereka sedang lapar sekali, jadi makanan sebanyak itu pasti akan masuk ke dalam perutnya.

"Jangan kenyang-kenyang, Ta. Nanti jam dua kamu gak bisa bangun."

Jelita langsung melotot saat Raka seenaknya hendak membocorkan rahasia mereka yang akan kabur jam 02.00 WIB nanti.

"Hah? Ngapain jam 2 bangun?" tanya Hadi menyelidik.

"Sholat tahajud!" sahut Raka tegas.

"Ya, betul. Aku mau sholat tahajud sebagai tanda syukur," kata Jelita menambahkan.

"Oh..."

Jelita dan Raka bersamaan menghela napas lega. Untung saja Hadi mudah percaya. Mereka kembali bernapas seperti biasa, malahan makan dengan tambah lahap.

Meskipun begitu, Hadi diam-diam merasa Jelita dan Raka hari ini agak aneh. Mereka berdua terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. Dari siang tadi di tempat karaoke juga sebenarnya Hadi merasa ada sedikit kejanggalan.

Maka dari itu, Hadi tidak bisa tidur. Setelah pesta perpisahan di perahu berakhir, dia langsung pulang. Hadi menemani Bapak begadang di teras sambil memikirkan apa yang terjadi pada Raka dan Jelita. Hingga masuk ke rumah dan rebahan di depan ruang tengah, dia tetap tidak bisa terlelap.

Jam 02.00 pas. Hadi melihat Bapak keluar dari kamar. Karena tidak bisa tidur juga, dia memutuskan ikut melaut saja. Awalnya ditolak oleh Bapak, katanya tidak usah ikutan tapi Hadi memaksa dan bilang mau perpisahan dengan laut sebelum mulai sibuk kuliah.

Hadi dan Bapak berjalan keluar rumah bersmaan setelah pamit pada Ibu. Suasana malam itu sepi sekali, tetapi tidak sesepi biasanya. Entahlah, Hadi merasa firasatnya sedang buruk.

"Hadi, kok berhenti?" tanya Bapak.

"Eh, iya, maaf, Pak."

Hadi kembali berjalan menyusul langkah Pak Gugun. Sepanjang langkahnya entah kenapa dia merasa berat sekali meninggalkan perumahan untuk sampai di pantai.

Ternyata firasatnya kala itu benar, telah terjadi sesuatu di desa. Terjadi sebuah tragedi besar yang membuatnya menyadari arti sebuah kehilangan. Di mana kelak di masa depan, dia hanya bisa menyesalinya.

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Because I Love You
1300      733     2     
Romance
The Ocean Cafe napak ramai seperti biasanya. Tempat itu selalu dijadikan tongkrongan oleh para muda mudi untuk melepas lelah atau bahkan untuk menghabiskan waktu bersama sang kekasih. Termasuk pasangan yang sudah duduk saling berhadapan selama lima belas menit disana, namun tak satupun membuka suara. Hingga kemudian seorang lelaki dari pasangan itu memulai pembicaraan sepuluh menit kemudian. "K...
Perjalanan Tanpa Peta
52      47     1     
Inspirational
Abayomi, aktif di sosial media dengan kata-kata mutiaranya dan memiliki cukup banyak penggemar. Setelah lulus sekolah, Abayomi tak mampu menentukan pilihan hidupnya, dia kehilangan arah. Hingga sebuah event menggiurkan, berlalu lalang di sosial medianya. Abayomi tertarik dan pergi ke luar kota untuk mengikutinya. Akan tetapi, ekspektasinya tak mampu menampung realita. Ada berbagai macam k...
Di Antara Luka dan Mimpi
582      343     52     
Inspirational
Aira tidak pernah mengira bahwa langkah kecilnya ke dalam dunia pondok akan membuka pintu menuju mimpi yang penuh luka dan luka yang menyimpan mimpi. Ia hanya ingin belajar menggapai mimpi dan tumbuh, namun di perjalanan mengejar mimpi itu ia di uji dengan rasa sakit yang perlahan merampas warna dari pandangannya dan menghapus sebagian ingatannya. Hari-harinya dilalui dengan tubuh yang lemah dan ...
Da Capo al Fine
274      232     5     
Romance
Bagaimana jika kau bisa mengulang waktu? Maukah kau mengulangi kehidupanmu dari awal? Atau kau lebih memilih tetap pada akhir yang tragis? Meski itu berarti kematian orang yang kau sayangi? Da Capo al Fine = Dari awal sampai akhir
Kacamata Monita
829      396     4     
Romance
Dapat kado dari Dirga bikin Monita besar kepala. Soalnya, Dirga itu cowok paling populer di sekolah, dan rival karibnya terlihat cemburu total! Namun, semua mendadak runyam karena kado itu tiba-tiba menghilang, bahkan Monita belum sempat membukanya. Karena telanjur pamer dan termakan gengsi, Monita berlagak bijaksana di depan teman dan rivalnya. Katanya, pemberian dari Dirga terlalu istimewa u...
Love 90 Days
4245      1782     2     
Romance
Hidup Ara baikbaik saja Dia memiliki dua orangtua dua kakak dan dua sahabat yang selalu ada untuknya Hingga suatu hari seorang peramal mengatakan bila ada harga yang harus dibayar atas semua yang telah dia terima yaitu kematian Untuk membelokkan takdir Ara diharuskan untuk jatuh cinta pada orang yang kekurangan cinta Dalam pencariannya Ara malah direcoki oleh Iago yang tibatiba meminta Ara untu...
Ratu Blunder
43      36     2     
Humor
Lala bercita-cita menjadi influencer kecantikan terkenal. Namun, segalanya selalu berjalan tidak mulus. Videonya dipenuhi insiden konyol yang di luar dugaan malah mendulang ketenaran-membuatnya dijuluki "Ratu Blunder." Kini ia harus memilih: terus gagal mengejar mimpinya... atau menerima kenyataan bahwa dirinya adalah meme berjalan?
Nothing Like Us
35893      4507     51     
Romance
Siapa yang akan mengira jika ada seorang gadis polos dengan lantangnya menyatakan perasaan cinta kepada sang Guru? Hal yang wajar, mungkin. Namun, bagi lelaki yang berstatus sebagai pengajar itu, semuanya sangat tidak wajar. Alih-alih mempertahankan perasaan terhadap guru tersebut, ada seseorang yang berniat merebut hatinya. Sampai pada akhirnya, terdapat dua orang sedang merencanakan s...
Kelana
618      463     0     
Romance
Hidup adalah perjalanan tanpa peta yang pasti, di mana setiap langkah membawa kita menuju tujuan yang tak terduga. Novel ini tidak hanya menjadi cerita tentang perjalanan, tetapi juga pengingat bahwa terbang menuju sesuatu yang kita yakini membutuhkan keberanian dengan meninggalkan zona nyaman, menerima ketidaksempurnaan, dan merangkul kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Selam...
Dream Space
677      418     2     
Fantasy
Takdir, selalu menyatukan yang terpisah. Ataupun memisahkan yang dekat. Tak ada yang pernah tahu. Begitu juga takdir yang dialami oleh mereka. Mempersatukan kejadian demi kejadian menjadi sebuah rangakaian perjalanan hidup yang tidak akan dialami oleh yang membaca ataupun yang menuliskan. Welcome to DREAM SPACE. Cause You was born to be winner!