Loading...
Logo TinLit
Read Story - Matahari untuk Kita
MENU
About Us  

"Rasanya... tanpa dukungan orangtua, jalanku selalu sulit." --Jelita.

∆∆∆∆∆

 

 

Hadi mendekati ayahnya yang sedang merokok sambil menikmati pemandangan malam. Dia disuruh ibunya mengantarkan kopi, tetapi karena tidak ada kegiatan, maka dia ikut duduk di sebelah ayahnya.

"Kenapa tidak pakai baju sih, Pak? Nggak dingin apa?" ucap Hadi setelah mendaratkan pantatnya.

Gugun menerima kopi dari tangan Hadi setelah menyimpan rokoknya di asbak. "Kamu yang bikin, Di?"

"Ibu."

"Kamu tadi pagi ikut ujian?"

"Iya Pak, hehe..."

Gugun mengangkat alisnya mendengar sang anak terkekeh. "Lucu?"

"Lucu banget, Pak. Aku hampir gak bisa sampe sini hari ini. Bus yang aku tumpangi mesinnya bermasalah, butuh berjam-jam diperbaiki. Tetapi sampai kota, aku ikut mobil pribadi bapak-bapak baik hati, jadi bisa sampai sini lebih cepat." Hadi jadi teringat bapak-bapak baik hati itu. Oh Ya Tuhan, dia bahkan tidak bertukar nama dengan orang itu.

"Orang kamu mah keras kepala. Dibilangin Bapak sama Ibu nggak masuk. Giliran udah hampir gagal aja baru berubah pikiran."

Hadi praktis tertawa. Hidup itu memang penuh kejutan, ya. Awalnya pikiran Hadi tertutup rapat-rapat. Dia hanya tahu soal bekerja dan cari uang. Orang-orang menasihati ini-itu, tidak dia dengarkan. Butuh menghadapinya dulu dengan penuh tekanan, barulah dia sadar bahwa sekolah itu penting.

"Emangnya masih sempat ikut ujian kamu? Bukannya udah nggak dibolehin ikut? Kamu kan tidak masuk-masuk sekolah."

Hadi mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ternyata Bu Fida mendaftarkan namaku sebagai peserta ujian, Pak. Bu Fida baik sekali, aku beruntung dapat wali kelas seperti beliau."

"Hanya Jelita yang tidak ikut ya?"

Demi mendengar kenyataan itu Hadi terdiam. Raut wajahnya berubah murung seketika. Teringat kejadian tadi sore di rumah gadis itu. Dia sengaja ikut Bu Fida ke rumah Jelita setelah wali kelasnya itu membuat perjanjian dengan ibunya Jelita. Sampai di sana, dia dan Bu Fida dikejutkan oleh keadaan Jelita yang sudah tidak sadarkan diri.

"Jelita dipukuli, tidak dikasih makan dan minum, lalu dikurung di kamar. Kondisinya buruk sekali, Pak. Sudah 24 jam lebih dia tersiksa begitu."

Gugun meletakkan gelas kopi, lalu meraih rokoknya yang masih bisa dikonsumsi. Dia hisap sebentar, lalu asap mengepul di sekitarnya. "Bisa kena hukum itu si Cawi. Mau bikin anaknya mati apa ya."

"Aku juga tidak tega lihatnya, Pak. Jelita belum sadar juga sampai sekarang."

"Tengokin, Di. Dia bakalan senang tuh kalau tau kamu balik."

Hadi padahal ingin sekali Jelita jadi orang pertama yang ia temui di sekolah setelah ia sampai di desa. Terbayang wajah Jelita yang pasti begitu bahagia mengetahui sahabat baiknya mau sekolah dan ikut ujian. Tetapi nasib buruk sedang melanda gadis itu, jangankan pergi ke sekolah, bergerak saja Jelita kesulitan.

"Aku akan tengok Jelita besok, bareng Raka, pulang sekolah."

"Ya sudah, masuk gih, belajar sana."

Hadi menurut. Dia bangkit dari duduknya dan bersiap masuk ke dalam rumah. Tetapi langkahnya terhenti tiba-tiba, ayahnya melempari pertanyaan yang sulit dijawab.

"Rencana kamu setelah lulus nanti apa, Di?"

 

∆∆∆∆∆

 

Keesokan harinya tepat setelah selesai mengerjakan ujian hari kedua dengan mata pelajaran Matematika, Hadi dan Raka sepakat menengok Jelita di rumah sakit. Kemarin Raka tidak ikut ke rumah Jelita, dia jadi sangat penasaran dengan kondisi gadis itu.

Hadi keluar lebih dulu dari ruang ujian. Dia menunggu Raka di depan gerbang sambil jajan cilok. Hadi sengaja membeli dua untuk dia bagi ke Raka juga. Selang sepuluh menit kemudian, Raka datang menghampiri.

"Wah, Di, kamu benar-benar jenius."

"Apanya?"

Raka memijat pelipisnya, tanda dia sedang pusing. "Soalnya gak ngotak semua, gila. Kok bisa sih kamu keluar duluan?"

"Ya orang aku udah selesai, keluar aja daripada nunggu di dalam. Aku tuh nggak cocok sama AC, meriang tau!"

Raka dibuat tertawa oleh Hadi, padahal niatnya dia ingin protes kenapa si Hadi jago sekali mengerjakan soal Matematika.

"Nih, buat kamu."

Raka menerima uluran plastik berisi cilok dari tangan Hadi. "Makasih, Di. Bayar gak?"

"Gak usah, gantian. Kamu kan sering traktir seblak, gantian aku yang traktir cilok."

"Wah, kayaknya dapat gaji banyak di Sumatera ya?" tanya Raka, lalu menyuap satu cilok ke dalam mulutnya.

"Gak banyak, orang aku kabur," jawab Hadi sambil terbahak.

"Haha...untung lho kamu ketemunya orang baik, Di."

"Haha... Iya, ya. Eh, ayo, langsung aja on the way ke Jelita."

Raka menyetujuinya. Mereka segera bergegas ke parkiran untuk mengambil motor Raka. Hanya Raka yang selalu punya segalanya, bagi Hadi dan Jelita. Itulah mengapa dua sahabat itu selalu sungkan bersama dengan Raka. Seolah mereka hanya butiran debu juka disandingkan dengan Raka.

Lihat saja Hadi dan Jelita. Ponsel saja yang hampir dimiliki banyak remaja, tidak mereka punya. Apalagi kendaraan, Jelita dan Hadi setiap hari pergi ke sekolah dengan jalan kaki saja.

Perjalanan dari sekolah ke rumah sakit butuh waktu sepuluh menit. Begitu sampai sana, Hadi langsung menuntuk Raka ke kamar rawat Jelita. Kemarin dia dan Bu Fida mengantar sampai Jelita dipindahkan ke kamar rawat inap, jadi Hadi sudah hapal tempatnya.

"Lho... Jelita mana?" bingung Raka.

Benar, yang dirawat di bangsal itu bukanlah sahabat mereka, Jelita. Hadi tidak melihat orang lain, jadi dia mengecek ulang nomor kamar yang tertera di atas bingkai pintu. Sudah dua kali ia cek, dan nomornya benar.

"Apa Jelita dipulangin?" tanya Hadi.

"Masa sih, kalau dia parah banget kenapa langsung dipulangin?"

"Tanya perawat di resepsionis yuk."

Hadi dan Raka berlarian turun ke lobi. Sampai di sana keduanya langsung bertanya ke suster yang berjaga. Benar saja dugaan Hadi, Jelita katanya sudah dipulangkan sejak pagi-pagi sekali oleh kedua orangtuanya yang memaksa pada saat itu. Suster juga bercerita kalau sebenarnya kondisi Jelita masih parah, namun pihak rumah sakit tidak bisa melawan wali pasien.

Hadi dan Raka sama-sama mengembuskan napas begitu keluar lagi dari rumah sakit. Mereka sepakat untuk pergi ke rumah Jelita tanpa menunggu lama.

Di rumah Jelita yang kecil, mereka menemukan Mbak Yuni yang sedang menyuapi dua anaknya di teras rumah. Raka dan Hadi memberi salam, mencium tangan Yuni, lalu izin masuk menemui Jelita.

"Jelita..." sapa Raka halus. Hadi tidak memanggil nama Jelita, hanya ikut melangkah masuk dan duduk di samping kasur Jelita.

Kamar Jelita itu kecil. Tempat tidurnya tidak memakai dipan, langsung kasur yang menempel lantai. Gadis itu senang dua sahabatnya datang menjenguk, dia langsung duduk.

"Ih, tiduran aja." Raka sigap membantu, takut kalau Jelita limbung tiba-tiba.

"Aku mau duduk. Makasih ya, udah pada jenguk."

Hadi mengembuskan napas melihat Jelita menarik sudut-sudut bibirnya untuk menyambut mereka, padahal jelas sekali gadis itu kesakitan melakukannya. Bagaimana tidak jika kondisinya semengenaskan itu. Wajah cantiknya tertutupi oleh lebam-lebam, bibirnya kering, mata kanannya membiru, rambutnya acak-acakkan sekali.

"Tambah jelek!" ledek Hadi.

"Datang-datang kok ngatain? Mana ada jelek, aku cantik, kan, Ka?" Jelita menghadap Raka, meminta validasi.

Raka sih terkekeh saja. Dia mengangkat lengan kanan untuk merapikan rambut Jelita yang menutupi kening. "Cantik kok, kamu mah selalu cantik. Hadi tuh cuma kesal karena waktu kamu kesusahan dia gak ada. Itu dia khawatir, makanya ngeledek."

"Gak gitu ya, Ka. Jangan ngarang deh, orang beneran dia mah jelek. Selalu jelek!"

"Hadi, aku lagi nggak bisa ngajak berantem. Please, jaga mulut ya."

"Sudah-sudah. Nih, mending kita ngobrol yang lain aja daripada ribut." Raka menyiapkan makanan yang dia beli di jalan sebelum sampai rumah Jelita. Hadi juga menurut, dia setuju untuk membeli makanan agar Jelita bisa ikut makan.

"Aku yang bilang kalau kamu harus makan pisang, Ta." Hadi menarik satu pisang dan mengupasnya, lalu dia berikan pada Jelita.

"Wah, makasih..." Jelita sudah berbunga-bunga mendapatkan perhatian Hadi. Dia tidak tahu bahwa itu adalah kalimat jebakan.

"Soalnya kamu sekarang mirip monyet, pasti suka sama pisang!"

"Ish, dasar, babi!"

Hadi tertawa girang mendapati Jelita yang marah-marah sekuat itu. "Dia udah sembuh tuh, Ka."

"Ta, kamu jangan teriak-teriak, nanti bibir kamu robek lho itu," ucap Raka lembut.

"Emang cuma Raka doang yang tulus dan perhatian, ngapain kamu ajak si babi itu sih, Ka?"

Raka menarik leher Hadi untuk menunjukkan wajah kusam laki-laki itu ke hadapan Jelita. "Ini wajah yang kamu rinduin selama ini, kan, Ta? Setiap hari lho kamu galau gak ada Hadi."

"Gak tuh!" Jelita terus denial.

"Emang, pesona cowok hitam manis kayak aku tuh gak bisa ditolak. Iya, kan, Ta?" kata Hadi tengil.

"Bodo amat!" tekan Jelita. Dia tidak peduli, lebih baik menghabiskan pisang di tangannya.

"Oh, iya, ujiannya--"

"Kamu akan ikut ujian susulan, tenang saja." Hadi menjawab cepat, tahu maksud dari apa yang hendak Jelita ungkapkan.

Jelita mengangguk sambil bersyukur dalam hati. "Ibu bilang dia buat perjanjian sama Bu Fida. Kalau sampai aku tidak diterima SBMPTN, maka aku harus mau dinikahkan. Benar begitu?"

Kali ini Raka yang menjawab. Dia mengangguk pelan. Hadi tidak sanggup berkata-kata, dia sibuk mengunyah gorengan yang mereka beli di jalan.

"Kamu pasti lolos SBMPTN, Ta. Aku yakin itu, jangan khawatir." Kalimat penenang Raka sedikit membantu Jelita kembali bersemangat. Apalagi kini sudah ada Hadi, Jelita semakin bersemangat.

"Kalau tidak diterima, lebih baik aku mati saja."

"Heh, enteng banget tuh mulut!" sahut Hadi.

"Daripada nikah sama aki-aki!"

"Nikahi aki-akinya, racuni, terus ambil hartanya."

"Daripada begitu bagaimana kalau kabur? Kamu mau bantu aku kabur, Di? Kamu mau pergi jauh dari desa sama aku?"

Hadi menimang gorengan di tangannya. Dia merasa sulit untuk bergerak. Jelita dan sorot matanya saat ini penuh dengan ribuan ambisi, seolah kalimat barusan adalah tujuan yang akan dia jadikan kenyataan.

"Kalau sampai aku tidak lolos SBMPTN, aku mau kabur atau minum racun."

"Jelita," panggil Raka lembut. Laki-laki itu menggenggam tangan Jelita, menyalurkan rasa nyaman agar Jelita bisa tenang kembali. "Pikirkan yang baik-baik saja, kamu pasti lolos. Aku yakin itu, Ta."

"Kamu pasti lolos, aku juga setuju kata Raka." Hadi kembali buka suara, pun menggigiti gorengan.

"Tapi aku tidak merasa begitu. Rasanya... tanpa dukungan orangtua, jalanku selalu sulit." Jelita mendesah. Pisang di tangannya ia letakkan di plastik, selera makannya hilang.

"Oh iya, ada kabar bagus!" Raka mencoba mengubah topik pembicaraan agar suasana di antara mereka tidak tegang. "Aku diterima di akademi kepolisian!"

"Wah, serius?!" Hadi menarik bahu Raka untuk menghadap padanya. "Kenapa gak cerita dari tadi? Wah, selamat, Raka! Akhirnya, aku akan punya teman polisi!"

"Iya dong..."

"Jangan lupa, kalau nanti aku punya motor, kamu tidak boleh menilangku ya."

"Hei, itu urusan lain."

"Tai emang!"

Raka menghadap Jelita untuk mengetahui ekspresi gadis itu. Jelita juga sama terkejutnya dengan Hadi, dia bangga dan bahagia melihat Raka sukses masuk ke bidang yang diminatinya.

"Selamat ya, Raka... Jangan lupa sama kita-kita kalau sudah jadi bapak polisi, hehe."

"Pasti, kalian adalah sahabat terbaik. Aku juga selalu berdoa supaya kalian sukses di bidang apapun."

Hadi berdeham, menyita perhatian kedua sahabatnya. "Aku... Aku juga mau ikut SBMPTN."

"Hah? Serius?" Kali ini Jelita yang paling kaget mendengarnya.

"Hehe..."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Mari Collab tanpa Jatuh Hati
4789      1783     2     
Romance
Saat seluruh kegiatan terbatas karena adanya virus yang menyebar bernama Covid-19, dari situlah ide-ide kreatif muncul ke permukaan. Ini sebenarnya kisah dua kubu pertemanan yang menjalin hubungan bisnis, namun terjebak dalam sebuah rasa yang dimunculkan oleh hati. Lalu, mampukah mereka tetap mempertahankan ikatan kolaborasi mereka? Ataukah justru lebih mementingkan percintaan?
Survive in another city
145      121     0     
True Story
Dini adalah seorang gadis lugu nan pemalu, yang tiba-tiba saja harus tinggal di kota lain yang jauh dari kota tempat tinggalnya. Dia adalah gadis yang sulit berbaur dengan orang baru, tapi di kota itu, dia di paksa berani menghadapi tantangan berat dirinya, kota yang tidak pernah dia dengar dari telinganya, kota asing yang tidak tau asal-usulnya. Dia tinggal tanpa mengenal siapapun, dia takut, t...
Our Tears
3064      1361     3     
Romance
Tidak semua yang kita harapkan akan berjalan seperti yang kita inginkan
Ellipsis
2353      984     4     
Romance
Katanya masa-masa indah sekolah ada ketika kita SMA. Tidak berlaku bagi Ara, gadis itu hanya ingin menjalani kehidupan SMAnya dengan biasa-biasa saja. Belajar hingga masuk PTN. Tetapi kemudian dia mulai terusik dengan perlakuan ketus yang terkesan jahat dari Daniel teman satu kelasnya. Mereka tidak pernah terlibat dalam satu masalah, namun pria itu seolah-olah ingin melenyapkan Ara dari pandangan...
Konspirasi Asa
2844      987     3     
Romance
"Ketika aku ingin mengubah dunia." Abaya Elaksi Lakhsya. Seorang gadis yang memiliki sorot mata tajam ini memiliki tujuan untuk mengubah dunia, yang diawali dengan mengubah orang terdekat. Ia selalu melakukan analisa terhadap orang-orang yang di ada sekitarnya. Mencoba untuk membuat peradaban baru dan menegakkan keadilan dengan sahabatnya, Minara Rajita. Tetapi, dalam mencapai ambisinya itu...
Premium
Beauty Girl VS Smart Girl
11547      2918     30     
Inspirational
Terjadi perdebatan secara terus menerus membuat dua siswi populer di SMA Cakrawala harus bersaing untuk menunjukkan siapa yang paling terbaik di antara mereka berdua Freya yang populer karena kecantikannya dan Aqila yang populer karena prestasinya Gue tantang Lo untuk ngalahin nilai gue Okeh Siapa takut Tapi gue juga harus tantang lo untuk ikut ajang kecantikan seperti gue Okeh No problem F...
VampArtis United
1215      743     3     
Fantasy
[Fantasi-Komedi-Absurd] Kalian harus baca ini, karena ini berbeda... Saat orang-orang bilang "kerja itu capek", mereka belum pernah jadi vampir yang alergi darah, hidup di kota besar, dan harus mengurus artis manusia yang tiap hari bikin stres karena ngambek soal lighting. Aku Jenni. Vampir. Bukan yang seram, bukan yang seksi, bukan yang bisa berubah jadi kelelawar. Aku alergi darah. B...
Kertas Remuk
139      112     0     
Non Fiction
Tata bukan perempuan istimewa. Tata nya manusia biasa yang banyak salah dalam langkah dan tindakannya. Tata hanya perempuan berjiwa rapuh yang seringkali digoda oleh bencana. Dia bernama Tata, yang tidak ingin diperjelas siapa nama lengkapnya. Dia hanya ingin kehidupan yang seimbang dan selaras sebagaimana mestinya. Tata bukan tak mampu untuk melangkah lebih maju, namun alur cerita itulah yang me...
Kisah Cinta Gadis-Gadis Biasa
1140      562     2     
Inspirational
Raina, si Gadis Lesung Pipi, bertahan dengan pacarnya yang manipulatif karena sang mama. Mama bilang, bersama Bagas, masa depannya akan terjamin. Belum bisa lepas dari 'belenggu' Mama, gadis itu menelan sakit hatinya bulat-bulat. Sofi, si Gadis Rambut Ombak, berparas sangat menawan. Terjerat lingkaran sandwich generation mengharuskannya menerima lamaran Ifan, pemuda kaya yang sejak awal sudah me...
10 Reasons Why
2530      1102     0     
Romance
Bagi Keira, Andre adalah sahabat sekaligus pahlawannya. Di titik terendahnya, hanya Andrelah yang setia menemani di sampingnya. Wajar jika benih-benih cinta itu mulai muncul. Sayang, ada orang lain yang sudah mengisi hati Andre. Cowok itu pun tak pernah menganggap Keira lebih dari sekadar sahabat. Hingga suatu hari datanglah Gavin, cowok usil bin aneh yang penuh dengan kejutan. Gavin selalu pu...