Loading...
Logo TinLit
Read Story - Finding the Star
MENU
About Us  

Semua saling berpandangan, berbisik-bisik pelan. Berusaha tak menghiraukan, Nilam melanjutkan. “Saya ingin jujur pada kakak panitia dan teman-teman semua, bahwa … semua itu benar. Awalnya, saya memang sangat tidak ingin ikut OSIS karena saya merasa bahwa saya sangat tidak cocok dengan organisasi ini. Saya terlalu malu dan takut jika harus berada dalam situasi ini—ehm … berbicara di depan banyak orang. Sekarang saja saya sangat gemetar dan takut kalau saya membuat kesalahan. 

“Tapi, setelah saya coba ikut, saya menemukan banyak sekali hal baru yang berada di luar kenyamanan saya. Saya nggak pernah menyangka bisa bernyanyi lagu daerah di depan Kak Kayla dan panitia lain, menjawab pertanyaan tentang pengetahuan umum dan nasional, bahkan sampai menangis di depan Kak Daniel karena saya tidak bisa menjawab pertanyaan. Iya, saya sangat takut dan gugup waktu itu. Beruntung, Kak Daniel, Kak Rendra, dan kakak-kakak lain menyemangati saya hingga saya bisa berada di titik ini. Saya juga bisa kenal sama Kak Orion dan Kak Tara, dan berani memulai pertemanan baru. Semua itu benar-benar tidak ada dalam pikiran saya sebelumnya.”

Mulut Nilam seolah tak bisa berhenti untuk terus berucap. “Meskipun begitu, pada awalnya saya cukup sedih karena saya merasa sendirian di sini. Saya tidak berani menyapa teman baru, takut kalau tidak ada yang mau berteman dengan saya. Apalagi semalam saya mengalami hal buruk, yaitu didorong hingga jatuh ke jurang yang cukup dalam sampai terluka. Tapi, di situ saya sadar bahwa semua yang terjadi karena saya terlalu menutup diri sampai mungkin menimbulkan salah paham. Setelah saya memberanikan diri, ternyata saya bertemu dengan banyak orang baik yang membantu saya sampai saya berani berdiri di sini. Terima kasih, saya sangat berterima kasih buat semua guru, kakak-kakak, dan teman-teman yang sudah banyak menolong saya.”

Nilam menunduk sejenak, mengatur napas yang memburu perpaduan antara rasa semangat serta tegang yang bercampur baur. Tak disangka, sebuah tepuk tangan terdengar di telinganya. Ia mengangkat kepala dan tampak Kak Rendra berdiri sambil bertepuk tangan, disusul Kak Orion, Kak Tara, dan kakak kelas serta peserta lain. Semua berdiri, memberikan standing applause untuknya, untuk kedua kalinya. 

Tubuh Nilam sampai merinding karena begitu terharu. Ia menunduk berkali-kali, kemudian setelah tepuk tangan berhenti, ia menutup pesan dan kesannya. “Maaf kalau kata-kata saya terlalu panjang. Terima kasih untuk semuanya. Diterima atau tidak menjadi pengurus OSIS, saya sangat senang bisa mengikuti seleksi ini. Sekali lagi, terima kasih—”

“Tunggu, Nilam!” teriak Kak Daniel membuat Nilam urung mengakhiri pesan dan kesan. Semua mata teralih pada ketua OSIS itu. “Tadi saya dengar kamu bilang, semalam kamu didorong sampai jatuh ke jurang. Siapa yang dorong kamu?”

Terhenyak, Nilam tak menyadari kalau ia tadi mengucapkan kata itu. Spontan ia melirik pada Rachel yang seketika wajahnya memucat, begitu juga Zahra yang duduk di sebelahnya. Naura terbelalak dan seperti menahan napas. Gisel masih tetap dingin seperti biasa. 

“Ah, itu …,” Nilam menggigit bibir. Ia menimbang apakah harus mengatakan yang sesungguhnya atau tidak di depan semua orang. Namun, tatapan tajam Kak Daniel membuatnya ciut.

“Jujur aja, Nilam! Siapa yang dorong kamu?” desak Kak Daniel. 

Nilam meneguk ludah. Keringat dingin membanjiri tubuhnya. Apakah ini saatnya ia mengungkapkan fakta?

“Siapa?” Kak Daniel mengulang pertanyaannya seraya menaikkan sebelah alis.

Lirih, Nilam akhirnya menjawab. “Rachel, Kak.”

“Yang keras!”

“Rachel, Kak!” teriak Nilam. “Rachel juga yang dorong Thomas. Saya lihat sendiri!”

Spontan Rachel berdiri sambil berkecak pinggang. Matanya melotot seolah akan keluar dari tempatnya. Wajahnya merah padam, satu tangannya menuding Nilam. “Heh! Jangan sembarang nuduh, dong, lo! Emang lo lihat gue dorong lo?”

“Saya memang nggak lihat kamu dorong saya, tapi Thomas lihat!” pekik Nilam. “Dan saya benar-benar lihat kamu dorong Thomas!”

Suasana seketika berubah riuh. Semua saling berbisik-bisik, bergantian menatap Nilam dan Rachel. Kak Daniel memperkeras suara, memecah kebisingan yang ada. “Thomas! Di mana Thomas?” teriaknya mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. “Coba, Thomas berdiri!” 

Thomas yang duduk di pojok paling depan berdiri perlahan. Ia menunduk, tubuhnya terlihat gemetar. “Ya, Kak?” ucapnya lirih.

“Benar kamu lihat Rachel dorong Nilam?” 

Bergeming, wajah Thomas terlihat pucat. Dia melirik ke arah Rachel yang seperti menghunuskan pedang tak kasat mata pada cowok itu. “Ng–nggak, Kak.”

Hati Nilam mencelos. Bagaimana bisa Thomas berbohong seperti itu, padahal semalam dia yang mengatakannya? Dia membuat Nilam kembali berdiri di ujung tebing.

“Nah, kan? Nilam itu emang pembohong! Semua kata-katanya tadi juga bohong!” bentak Rachel berapi-api.

“Tapi, Thomas! Semalam kamu yang bilang kamu lihat Rachel dorong aku!” pekik Nilam tak percaya. “Kata kamu, awalnya Rachel mau dorong aku tapi malah kamu yang kena! Jadi kamu yang jatuh ke jurang! Aku juga lihat sendiri dia dorong kamu!”

“Bohong! Ngapain juga gue dorong lo?” tantang Rachel semakin menjadi.

Suasana semakin memanas. Thomas tetap diam, membuat nasib Nilam berada di ujung tanduk. Ia ingin menjawab perkataan Rachel, tetapi itu akan mengumbar cela. Ia tak mungkin mengatakan permasalahan mereka seputar cowok keren, bukan? Astaga! Sangat memalukan.

“Saya nggak bohong!” desis Nilam lirih. Ia terduduk di kursinya, merasakan sakit yang teramat sangat di kaki dan juga hatinya. Sekarang ia benar-benar dipermalukan di depan semua yang ada. Beruntung, Kak Kayla masih berada di pihaknya dan mencoba menenangkannya.

“Thomas, coba kamu ingat dan bilang yang jujur!” Suara berat Kak Rendra memecah keriuhan. “Semalam kamu ingat, siapa yang rela kedinginan sampai ngelepas jaketnya buat jadi penyangga tangan kamu?”

Thomas kembali mencebik. Dia tetap diam, sejurus kemudian menangis. Sesaat kemudian, dia akhirnya berkata pelan. “Benar, Nilam, Kak! Rachel dorong saya dan Nilam!”

Semua yang ada di ruangan semakin berlomba mengeluarkan suara. Namun, teriakan Rachel yang paling terdengar di antara semua. “Bohong! Thomas, lo apa-apaan, sih?”

“Semalam saya nggak berani bilang kalau kami didorong karena saya takut diancam Rachel!” tambah Thomas menutupi wajah dengan tangan.

Rachel tampak kehabisan kata-kata untuk membela diri. Ia menoleh pada teman yang membuang muka dari arahnya. “Ini bukan cuma saya! Zahra juga!” teriaknya panik.

Gadis di sebelahnya terbelalak. “Loh, kok, jadi bawa-bawa gue?"

“Lo juga ikut andil! Emang gue yang dorong, tapi lo yang pura-pura asmanya kambuh biar nggak ada yang bisa nolong Nilam!” sergah Rachel berang.

Wajah putih Zahra seketika berubah seperti tomat rebus saat semua mata memandangnya. “I–ini rencana Gisel! Naura juga ikutan!”

Berbeda dengan Naura yang menegang, Gisel tetap tenang. “Kalian nggak bisa seterusnya nyalahin orang. Coba kalian akuin kesalahan kalian sendiri,” ucapnya datar sambil geleng-geleng kepala. “Kita berteman bukan berarti aku juga ikut terlibat dalam urusan kalian. Aku sama Naura beda kelompok sama kalian, kami nggak tau apa-apa. Justru aku yang kaget dengar kalian sampai tega ngelakuin itu ke Nilam, yang juga sahabat Naura.”

Rachel dan Zahra semakin naik pitam. “Kok, lo ngomong gitu?”

“Iya. Kalian, kan, yang bilang sendiri! Zahra suka sama Kak Rendra, Rachel suka sama Kak Tara. Kalian jealous karena mereka dekat sama Nilam. Iya, kan, Naura?”

Naura menunduk. “I–iya,” sahutnya terbata.

Suara teriakan Pak Randi yang berdiri di depan aula membuat semua yang sedang ribut seketika terdiam. “Sudah. Kita selesaikan masalah ini secara baik-baik!” perintahnya tegas. “Daniel, bawa mereka yang terlibat ke ruangan lain. Yang lain, kita tutup acara dan siap-siap pulang!”

Kak Daniel mengangguk. “Rachel, Zahra, Nilam, dan Thomas, semua ikut saya! Gisel dan Naura juga!”

Nilam terduduk lemas. Ia tak percaya bahwa semua fakta sudah terungkap, bahkan di hadapan publik. Jelas-jelas semua ini menjadi catatan peristiwa yang pasti akan dibicarakan semua orang. Meskipun rasanya lega, tetapi hati Nilam masih menyimpan kekhawatiran.

“It’s ok, Nilam. You did it well!” ujar Kak Kayla lembut sambil mengusap bahu Nilam. “Ayo, gue temenin!”

Dengan bantuan Kak Kayla, ia berada di satu ruangan dengan orang-orang yang membuatnya celaka. Kak Daniel, Pak Randi, Madam Lies, dan beberapa panitia ikut menginterogasi mereka. Rachel dan Zahra sudah tidak bisa berkelit, mereka akhirnya mengakui semua tindakan jahat yang sudah dilakukan pada Nilam, juga Thomas. Gisel dan Naura bertindak sebagai saksi yang memperberat pengakuan Rachel dan Zahra. Entah mengapa, kedua gadis itu tak lagi berani mengusik Gisel yang memberikan tatapan tajam.

Rachel dan Zahra meminta maaf pada Nilam. Walaupun masih terasa perih, Nilam akhirnya memaafkan mereka. Hatinya memang belum sembuh dari luka, terlebih kaki dan sekujur tubuhnya. Namun, ia hanya berharap waktu bisa menjadi obatnya. Terlebih, Kak Daniel memerintahkan mereka menulis surat pernyataan yang menyatakan bahwa mereka tidak akan lagi mengganggu Nilam. Surat tersebut ditandatangani juga olehnya, serta Pak Randi dan Madam Lies sebagai saksi.

Berakhir sudah acara LDKS yang begitu berat dilalui Nilam. Pak Randi memerintahkannya untuk pulang naik mobil pribadinya, bersama Madam Lies dan juga Thomas. Kak Daniel juga turut serta, tidak bergabung dengan bus seperti yang lainnya. Mobil meninggalkan area villa, terus melewati kebun teh yang tak sempat dikunjunginya. Udara dingin menusuk tulang dan Nilam tersadar masih mengenakan jaket Kak Rendra. Ia memeluknya erat sebelum akhirnya terlelap. Seperti biasa, obat pencegah mabuk yang diminumnya memberikan efek kantuk yang luar biasa.

Tiba di daerahnya, mobil menepi ke sebuah rumah sakit. Pak Randi dan Madam Lies kembali memeriksakan kesehatan Nilam dan Thomas. Beruntung, tak ada luka serius yang dialami. Namun, mereka harus beristirahat di rumah selama beberapa hari. Selesai pemeriksaan, Pak Randi mengantar mereka ke rumah masing-masing. Tujuan pertama, rumah Nilam.

Menemui Mama dan Papa, kedua guru itu meminta maaf atas kecelakaan yang terjadi pada Nilam. Begitu pula Kak Daniel sebagai perwakilan dari panitia, meminta maaf dengan penuh tanggung jawab dan bersedia menebus semua biaya pengobatan yang diperlukan. Dia juga memuji Nilam sebagai peserta yang tangguh dan berbakat, juga sangat baik hati dan berani. Mama dan Papa memeluk Nilam penuh rasa bangga.

Nilam berbaring di tempat tidurnya setelah semua pamit untuk mengantarkan Thomas ke rumahnya. Ia mengerjapkan mata, masih tak percaya dengan semua yang dilaluinya. Benarkah ia, seorang Talitha Nilam Pranaya, yang dulu pemalu dan penakut, berhasil melewati ini semua? Ia mencubit pipi, memastikan semua ini adalah nyata. Iya. Dia telah berhasil melewati satu lompatan dalam hidupnya. Hatinya terasa membuncah, dipenuhi rasa bangga dan bahagia.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • edfasal

    Makin lama makin seru, Kak. Semangat 💪

    Comment on chapter Chapter 10
  • edfasal

    Aku hadir Kak, semangat 💪

    Comment on chapter Chapter 6
Similar Tags
Monday vs Sunday
210      169     0     
Romance
Bagi Nara, hidup itu dinikmati, bukan dilomba-lombakan. Meski sering dibandingkan dengan kakaknya yang nyaris sempurna, dia tetap menjadi dirinya sendiricerewet, ceria, dan ranking terakhir di sekolah. Sementara itu, Rei adalah definisi murid teladan. Selalu duduk di bangku depan, selalu ranking satu, dan selalu tampak tak peduli pada dunia luartermasuk Nara yang duduk beberapa meja di belaka...
Nadine
5840      1567     4     
Romance
Saat suara tak mampu lagi didengar. Saat kata yang terucap tak lagi bermakna. Dan saat semuanya sudah tak lagi sama. Akankah kisah kita tetap berjalan seperti yang selalu diharapkan? Tentang Fauzan yang pernah kehilangan. Tentang Nadin yang pernah terluka. Tentang Abi yang berusaha menggapai. dan Tentang Kara yang berada di antara mereka. Masih adakah namaku di dalam hatimu? atau Mas...
Monologue
615      426     1     
Romance
Anka dibuat kesal, hingga nyaris menyesal. Editor genre misteri-thriller dengan pengalaman lebih dari tiga tahun itu, tiba-tiba dipaksa menyunting genre yang paling ia hindari: romance remaja. Bukan hanya genre yang menjijikkan baginya, tapi juga kabar hilangnya editor sebelumnya. Tanpa alasan. Tanpa jejak. Lalu datanglah naskah dari genre menjijikkan itu, dengan nama penulis yang bahkan...
After School
3314      1362     0     
Romance
Janelendra (Janel) bukanlah cowok populer di zaman SMA, dulu, di era 90an. Dia hanya cowok medioker yang bergabung dengan geng populer di sekolah. Soal urusan cinta pun dia bukan ahlinya. Dia sulit sekali mengungkapkan cinta pada cewek yang dia suka. Lalu momen jatuh cinta yang mengubah hidup itu tiba. Di hari pertama sekolah, di tahun ajaran baru 1996/1997, Janel berkenalan dengan Lovi, sang...
Harmonia
4366      1378     4     
Humor
Kumpulan cerpen yang akan membuat hidup Anda berubah 360 derajat (muter ke tempat semula). Berisi tentang kisah-kisah inspiratif yang memotivasi dengan kemasan humor versi bangsa Yunani. Jika diterbitkan dalam bentuk cetak, buku ini akan sangat serba guna (bisa untuk bungkus gorengan). Anda akan mengalami sedikit mual dan pusing ketika membacanya. Selamat membaca, selamat terinspirasi, dan jangan...
Kelana
745      541     0     
Romance
Hidup adalah perjalanan tanpa peta yang pasti, di mana setiap langkah membawa kita menuju tujuan yang tak terduga. Novel ini tidak hanya menjadi cerita tentang perjalanan, tetapi juga pengingat bahwa terbang menuju sesuatu yang kita yakini membutuhkan keberanian dengan meninggalkan zona nyaman, menerima ketidaksempurnaan, dan merangkul kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Selam...
Teilzeit
1977      493     1     
Mystery
Keola Niscala dan Kalea Nirbita, dua manusia beda dimensi yang tak pernah bersinggungan di depan layar, tapi menjadi tim simbiosis mutualisme di balik layar bersama dengan Cinta. Siapa sangka, tim yang mereka sebut Teilzeit itu mendapatkan sebuah pesan aneh dari Zero yang menginginkan seseorang untuk dihilangkan dari dunia, dan orang yang diincar itu adalah Tyaga Bahagi Avarel--si Pangeran sek...
The First 6, 810 Day
725      509     2     
Fantasy
Sejak kecelakaan tragis yang merenggut pendengarannya, dunia Tiara seakan runtuh dalam sekejap. Musik—yang dulu menjadi napas hidupnya—tiba-tiba menjelma menjadi kenangan yang menyakitkan. Mimpi besarnya untuk menjadi seorang pianis hancur, menyisakan kehampaan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Dalam upaya untuk menyembuhkan luka yang belum sempat pulih, Tiara justru harus menghadapi ke...
April; Rasa yang Tumbuh Tanpa Berharap Berbalas
1518      647     0     
Romance
Artha baru saja pulih dari luka masa lalunya karena hati yang pecah berserakan tak beraturan setelah ia berpisah dengan orang yang paling ia sayangi. Perlu waktu satu tahun untuk pulih dan kembali baik-baik saja. Ia harus memungut serpihan hatinya yang pecah dan menjadikannya kembali utuh dan bersiap kembali untuk jatuh hati. Dalam masa pemulihan hatinya, ia bertemu dengan seorang perempuan ya...
Untuk Reina
25827      3962     30     
Romance
Reina Fillosa dicap sebagai pembawa sial atas kematian orang-orang terdekatnya. Kejadian tak sengaja di toilet sekolah mempertemukan Reina dengan Riga. Seseorang yang meyakinkan Reina bahwa gadis itu bukan pembawa sial. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Riga?