Loading...
Logo TinLit
Read Story - Finding the Star
MENU
About Us  

Nilam menekuni goresan demi goresan pensil di atas kertas gambarnya. Udara dingin dan kabut sedikit menghalangi pandangan, tetapi ia masih bisa berkonsentrasi. Suara jangkrik menemaninya dalam kesendirian, sementara ia terhanyut pada lukisan malam berbintang dengan bulan di tengahnya. Bau asap samar terhidu di indera penciumannya, mungkin berasal dari api unggun di bawah sana. Entah berapa lama waktu berlalu, ia tak lagi memedulikannya.

Kegiatan padat yang sudah dilakukan sejak pagi sudah selesai dan ini saatnya acara bebas. Seharian, mereka sudah melakukan berbagai macam kegiatan tanpa ada jeda. Mereka harus bangun pukul lima, shalat berjemaah, senam bersama, kemudian mengantre mandi, dan sarapan. Setelah itu, materi tentang kepemimpinan dan wawasan kebangsaan silih berganti diadakan. Pembicaranya beragam: ada pembina OSIS, mantan ketua OSIS yang sudah menjadi alumni, bahkan tentara yang dulu pernah mengenyam pendidikan di sekolahnya. Otak Nilam seolah ‘ngebul’ karena begitu banyak informasi yang masuk, tetapi paling tidak ia tak merasa sendirian karena kesibukan.

Sepanjang hari, ia hanya sempat bertegur sapa dengan orang yang dikenal. Bahkan, Naura hanya menyapanya selintas saja saat berpapasan di depan prasmanan di jam makan siang. Hatinya semakin teriris saat sahabatnya itu tidak mengajaknya ikut berkumpul bersama di api unggun dengan teman-teman barunya. Bahkan, di depan mereka, dia bersikap seolah tak mengenal Nilam. Dia juga membiarkan Gisel dan yang lain menyindirnya perihal kejadian di bus kemarin.

“Dia, mah, nggak suka kumpul-kumpul, Kak. Senengnya sendirian, atau ngumpul sama anak cowok!” sindir Zahra saat kakak kelas yang sekamar dengannya mengajak ia ikut berkumpul. “Iya, kan, Naura?”

“I–iya. Nilam biasanya suka sendirian,” jawab Naura masih terngiang di telinga Nilam.

Sekarang, di sinilah ia. Duduk sendirian di atas sebatang kayu yang sudah ditebang, ia melampiaskan kegelisahan hatinya di atas kertas. Letak tempatnya duduk yang berada lebih tinggi dari lapangan membuatnya dapat melihat kerumunan yang mengitari api unggun. Mereka bersenda gurau bersama, menghangatkan diri sambil membakar marshmallow. Suara tawa mereka bahkan terdengar ke telinganya, bersama dengan bunyi jangkrik yang bernyanyi menyambut malam.

Pandangan Nilam perlahan kabur tertutup air yang menggenang di pelupuk mata, terus meluncur turun hingga membasahi buku gambarnya. Memang salahnya yang tidak bisa bergaul, tidak bisa memiliki teman, tidak bisa bercakap-cakap dengan orang baru. Kedinginan dan sendirian membuatnya ingin cepat-cepat pulang dan menyudahi kegiatan yang membuatnya tertekan ini. Toh, alasan Naura mengajaknya hanya karena dia tak punya teman, bukan? Sekarang dia sudah punya, buat apa Nilam ada?

Sesaat embusan udara membelai tengkuk Nilam, membuat bulu kuduknya berdiri. Ia mengusap tengkuknya, tetapi hawa dingin semakin terasa. Bergidik, Nilam baru menyadari hal yang tadi terlupakan olehnya. Dia, seorang gadis yang bahkan tak berani melihat iklan berhantu, berani-beraninya duduk sendirian di tengah kabut gelap! Jantungnya mulai berdegup tak keruan, tangan dan kakinya menggigil kedinginan. Ia menelan ludah dan bersiap kembali ke kamar. 

Napas Nilam seolah terhenti saat terdengar bisikan di telinganya. Ia memekik saat melihat sebuah api melayang di dekat matanya. Seketika ia jatuh terduduk dan tampak bayangan tinggi seolah menyelubungi tubuhnya.

“Argh!”

Suara tawa membahana di kesunyian malam. Jantung Nilam terasa akan lepas dari tempatnya. Sesosok tinggi dengan rambut keriting tampak berkecak pinggang di depannya.

“Dora, ngapain lo sendirian di sini?”

Nilam terbelalak demi melihat manusia yang sudah nyaris membuatnya kehilangan kesadaran. “Kak Tara?”

“Kenapa? Kaget lihat orang keren?” tanyanya menaikkan sebelah alis. Dia mengulurkan tangannya untuk membantu Nilam berdiri. “Gue dari tadi di sini, lo malah sibuk nangis.”

“Ah, i–itu, saya nggak nangis, kok,” kilah Nilam sambil menyeka air mata. 

“Emang gue nggak lihat? Dari tadi gue nongkrong di sono, lo malah sesenggukan,” ujar Kak Tara telak menembus hati Nilam. Satu tangannya memegang puntung rokok yang masih menyala, satu lagi memungut buku gambar yang kini basah terkena embun. Dahinya mengernyit kala mengamati guratan pensil yang sudah memenuhi sebagian besar halaman. “Ini lo yang gambar?” 

Spontan Nilam merebut buku itu dari tangan Kak Tara. “Jangan dilihat!”

“Kenapa? Bagus, kok!” Cowok itu membanting tubuh di atas kursi batang kayu. “Udah terusin, gue temenin!”

Nilam menggeleng. “Nggak usah, Kak. Saya mau balik ke kamar,” pamitnya seraya berjalan melewati Kak Tara. Seketika ia terhenti saat cowok itu menarik tangannya. 

“Santai aja napa, sih! Udah duduk sini. Gambarin gue. Bikin yang ganteng!” paksanya.

Mata Nilam terbelalak. Hatinya sedang gundah, Kak Tara malah menambah buruk suasana. Ia berupaya melepaskan genggamannya, tetapi cowok itu menahan hingga pergelangan tangannya terasa sakit. 

“Aku … ehm, saya, mau balik ke kamar, Kak,” isak Nilam tak kuasa menahan tangis yang kembali turun. Uh, bodoh sekali! Masa ia menangis di depan Kak Tara?

“Hei, Dora. Kalo lo pergi sekarang, entar disangka gue ngapa-ngapain lo. Udah, sini duduk dulu,” ujar Kak Tara. “Gue nggak bakal nagih lo gantiin baju gue yang robek kena cakaran kucing, deh! Gue cuma minta lo duduk di sini temenin gue.”

Kali ini Nilam tersentak. Aliran panas seolah memenuhi wajahnya teringat kejadian tempo hari. Benar juga, ia tak memikirkan bagaimana nasib seragam cowok itu setelah terkena serangan kucing yang dilancarkan Kak Orion. Bahkan, selama ini ia berusaha menghindari cowok itu karena takut. Namun sekarang, ia malah terjebak berdua dengannya di tengah kegelapan malam. 

Bintang-bintang yang bertaburan di angkasa terlihat begitu memesona, seperti berlian yang dibiarkan menghampar luas di permadani hitam. Kalau saja ia bersama Kak Orion, pasti cowok itu sudah menjelaskan secara detail suhu inti bintang, reaksi fusi, atau bahkan jarak antara matahari dan bintang lain terdekat. Meskipun tak sepenuhnya paham, celoteh cowok itu mampu mengisi hari-harinya yang sepi dan sunyi. Namun sekarang, kenapa harus Kak Tara?

Tak punya lagi alasan untuk pergi, Nilam akhirnya mengalah. “Ya udah. Aku duduk di sini, tapi Kakak matiin rokoknya.”

Kak Tara terkesiap, mungkin tak menduga kalau Nilam akan mengajukan penawaran. Bibirnya naik sebelah ke atas, kemudian melepaskan batang rokok yang sudah tinggal setengah ke tanah dan menginjak-injaknya. “Fine, udah gue buang, tuh! Sekarang, duduk sini. Bikin gambar gue yang bagus!”

Nilam menurut. Dengan canggung, dia duduk di sebelah cowok yang masih menguarkan bau asap. Oh, ia baru sadar. Bau yang sejak tadi tercium bukan bau api unggun, melainkan rokok. Ternyata itu berasal dari Kak Tara dan bodohnya ia tak menyadari keberadaan cowok itu tadi. 

“Lo kenapa nggak gabung sama mereka?” tanya Kak Tara saat pandangan Nilam terpaku pada kerumunan di sekitar api unggun. 

Gadis itu menunduk, meremas-remas jemari tangannya. “Nggak, aku lebih suka sendiri,” bisiknya pelan. Entah mengapa ia merasa dustanya terasa menyesakkan. Memang benar ia suka sendiri, tetapi di tengah acara seperti ini, ia tak benar-benar ingin sendirian.“Kalau Kakak sendiri, kenapa nggak gabung sama mereka? Ia memberanikan diri balik bertanya.

Desahan pelan keluar dari mulut Kak Tara. Dia menyandarkan tangannya pada batang pohon hingga badannya condong ke belakang.“Gue nggak cocok sama mereka.”

“Kenapa?” Nilam memusatkan perhatian pada cowok di sebelahnya, penasaran.

“Yah … lo tau sendiri, kan? Mereka, anak-anak OSIS itu, tergolong ‘anak-anak baik’, sedangkan mereka melihat gue masuk golongan ‘anak-anak nakal’. Mereka cuma mandang gue, dan anak-anak futsal lain, sebelah mata. Jadi, mana bisa nyambung, kan?”

Nilam mengernyitkan dahi, tak percaya dengan kesimpulan yang dicetuskan Kak Tara.“Oh, ya? Masa, sih?”

Cowok di sebelahnya terkekeh-kekeh.“Lo sendiri, pertama ngelihat gue, yang ada di pikiran lo, gue anak apa? Pasti anak nakal, kan?”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • edfasal

    Makin lama makin seru, Kak. Semangat 💪

    Comment on chapter Chapter 10
  • edfasal

    Aku hadir Kak, semangat 💪

    Comment on chapter Chapter 6
Similar Tags
Heliofili
2717      1190     2     
Romance
Hidup yang sedang kami jalani ini hanyalah kumpulan berkas yang pernah kami tandatangani di kehidupan sebelumnya— dari Sastra Purnama
CHERRY & BAKERY (PART 1)
4301      1157     2     
Romance
Vella Amerta—pindah ke Jakarta sebagai siswi SMA 45. Tanpa ia duga kehidupannya menjadi rumit sejak awal semester di tahun keduanya. Setiap hari dia harus bertemu dengan Yoshinaga Febriyan alias Aga. Tidak disangka, cowok cuek yang juga saingan abadinya sejak jaman SMP itu justru menjadi tetangga barunya. Kehidupan Vella semakin kompleks saat Indra mengajaknya untuk mengikuti les membuat cu...
Tuhan, Inikah Cita-Citaku ?
4211      1736     9     
Inspirational
Kadang kita bingung menghadapi hidup ini, bukan karena banyak masalah saja, namun lebih dari itu sebenarnya apa tujuan Tuhan membuat semua ini ?
My Private Driver Is My Ex
433      290     10     
Romance
Neyra Amelia Dirgantara adalah seorang gadis cantik dengan mata Belo dan rambut pendek sebahu, serta paras cantiknya bak boneka jepang. Neyra adalah siswi pintar di kelas 12 IPA 1 dengan julukan si wanita bermulut pedas. Wanita yang seperti singa betina itu dulunya adalah mantan Bagas yaitu ketua geng motor God riders, berandal-berandal yang paling sadis pada geng lawannya. Setelahnya neyra di...
Just Me [Completed]
30314      3405     1     
Romance
Gadis cantik bersifat tomboy itu adalah Viola dia biasa dipanggil Ola, dibalik sifatnya yang tomboy dia menyimpan duka yang teramat dalam yang hanya keluarganya yang dia tahu dia tidak ingin orang-orang khawatir berlebihan tentang kondisinya. dia anak yang pintar maka dari itu dia bisa sekolah di Amerika, tapi karena kondisinya sekarang dia harus pindah ke Jakarta lagi semenjak ia sekolah di Ja...
SarangHaerang
2235      908     9     
Romance
(Sudah Terbit, sebentar lagi ada di toko buku dekat rumahmu) Kecelakaan yang menimpa saudara kembarnya membuat Hae-rang harus menyamar menjadi cewek. Awalnya dia hanya ingin memastikan Sa-rang menerima beasiswanya, akan tetapi buku harian milik Sa-rang serta teror bunga yang terjadi memberikan petunjuk lain kalau apa yang menimpa adiknya bukan kecelakaan. Kecurigaan mengarah pada Da-ra. Berb...
Secret Love
356      240     3     
Romance
Cerita ini bukan sekedar, cerita sepasang remaja yang menjalin kasih dan berujung bahagia. Cerita ini menceritakan tentang orang tua, kekasih, sahabat, rahasia dan air mata. Pertemuan Leea dengan Feree, membuat Leea melupakan masalah dalam hidupnya. Feree, lelaki itu mampu mengembalikan senyum Leea yang hilang. Leea senang, hidup nya tak lagi sendiri, ada Feree yang mengisi hari-harinya. Sa...
Enigma
26612      3594     3     
Romance
enigma noun a person or thing that is mysterious, puzzling, or difficult to understand. Athena egois, kasar dan tidak pernah berpikir sebelum berbicara. Baginya Elang itu soulmate-nya saat di kelas karena Athena menganggap semua siswi di kelasnya aneh. Tapi Elang menganggap Athena lebih dari sekedar teman bahkan saat Elang tahu teman baiknya suka pada Athena saat pertama kali melihat Athena ...
Akhir SMA ( Cerita, Cinta, Cita-Cita )
1902      977     1     
Romance
Akhir SMA yang tidak pernah terbayangkan dalam pikiran seorang cewek bernama Shevia Andriana. Di saat masa-masa terakhirnya, dia baru mendapatkan peristiwa yang dapat mengubah hidupnya. Ada banyak cerita terukir indah di ingatan. Ada satu cinta yang memenuhi hatinya. Dan tidak luput jika, cita-cita yang selama ini menjadi tujuannya..
Pisah Temu
1057      566     1     
Romance
Jangan biarkan masalah membawa mu pergi.. Pulanglah.. Temu