Loading...
Logo TinLit
Read Story - Our Perfect Times
MENU
About Us  

Setelah kejadian panjat atap itu, Radhina menjadi lebih tenang. Terutama setelah ia, Keiza dan Abella sedang menjalani hukuman panjat atap itu. Menghabiskan dua minggu untuk aktif membantu baik di lab. komputer, perpustakaan dan bisnis center. Selepas melewati hukuman, barulah Radhina kembali ceria (agak menyalak, tapi tak separah awal masuk dulu). Hanya saja tugas-tugas yang semakin banyak rupanya tak mengizinkan mereka terlalu lama bermain-main.
“Ke rumah Avis?” Keiza mengerutkan alis sementara Abella berhenti menyeruput jus mangganya. Di depan mereka Radhina tampak semringah. Pasca kejadian panjat atap beberapa hari yang lalu, sekarang Radhina mulai mengobrol dengan kelompok kecil itu. Radhina tipe yang cuek dan Rere juga begitu, jadi ketegangan kemarin mudah sekali mereka lupakan. Empat anak itu kembali makan di kantin bersama-sama seperti sedia kala. Pula, Radhina kembali memberi satu ide yang out of the box. Untung saja itu bukan termasuk ide yang gila.
“Kita bikin tugas di sana! Rumahnya Avis tuh enak banget buat tempat ngumpul! Banyak makanannya!” Radhina beralasan.
“Kenapa harus di rumah Avis? Kenapa nggak di sekolah aja?” bagi Keiza, tempat terbaik untuk belajar itu ya di perpustakaan. Lagipula Teruna Angkasa sudah menyuguhkan banyak sekali tempat bagi mereka untuk belajar. Baik di dalam ruangan ataupun di ruang terbuka. Ada perpustakaan, taman, pergola sekolah dan lainnya (kecuali laboratorium komputer yang adalah kerajaannya anak Teknologi Komputer Jaringan). Dan lagi Keiza berpendapat kalau belajar di rumah teman hasil akhirnya pasti antara main atau ngobrol.
“Ja rumah Avis tuh gede, ada perpusnya! Lo bisa baca banyak buku di sana.” Radhi menunjukkan senyum bangganya. “Lo tenang aja, kita bakal fokus banget belajar di sana. Ah, tu dia orangnya. Vis! Avis!” Panggilnya pada sosok yang sedang memesan di kios soto. Memberi kode kepada cowok itu untuk mampir ke kelompoknya sebentar. 
Sesaat kemudian, Avis sudah bergabung dengan mereka. Cowok itu mengaku sudah mengiyakan permintaan Radhina untuk numpang belajar di rumahnya. “Nggak apa-apa, gue udah bilang sama nyokap kok.”
“Mm, gue sih oke-oke aja kalo Avis-nya nggak keberatan,” Abella berkomentar.
“Tapi kita semua cewek, loh.” Keiza mengangkat sebelah alis. Merasa kasihan kalau Avissena jadi laki-laki sendiri di antara gerombolan anak DKV yang ingin berkunjung.
“Nggak masalah. Gue bisa geret Danes.” Avis menyebut nama teman sebangkunya. Sepersekian detik, ia menyambung dengan senyum tipis di wajah, “sekalian lo ngerjain laporan gue, ya.” Cowok itu menambahkan dengan alis mata yang naik turun.
Keiza memberi Avis senyum getir dan membuat gerakkan seperti ingin menimpuk Avis dengan sedotan untuk membalas. Avis hanya terkekeh dan melanjutkan santai,  “eh, tapi…” Avis seperti baru teringat akan sesuatu. “Gue ada janji ketemu Gibran hari ini.”
“Siapa? Gibran?” Radhina lantas melirik Abella. Abella membalasnya dengan senyum miris. Radhina bertanya pada Avis lagi, “ngapain lo ketemu Gibran?”
“Dia anak OSIS, kan.” Avis seperti mengingatkan. Radhina menyebutkan ‘ooh’ panjang tanpa suara.
“Kalau gitu ganti hari lain aja,” Abella mengusulkan. “Lagipula hari ini kan, kita harus ekskul.”
“Oh iya.” Radhina mengangkat alisnya, baru ingat.    “Yaudah, terus gimana kalo hari lain?” Radhina menawarkan. 
“Gimana kalo besok?” Rere ikut bicara. 
Avissena menganggukan kepala untuk memberi izin, diikuti oleh persetujuan dari anak-anak yang lain.
oOo
Rumah Avissena jelas di luar bayangan Keiza dan Rere. Nampak sederhana dan minimalis, enak dipandang mata. Rumah itu berdiri sederhana di ujung gang kecil yang dipenuhi tanaman rambat dan pot-pot bunga warna-warni. Cat dindingnya putih bersih dengan aksen abu-abu muda di bingkai jendela dan pintu, menciptakan kesan tenang sekaligus modern. Atapnya landai, dengan genteng cokelat muda yang tampak kontras tetapi tetap manis.
Di teras mungilnya, ada dua kursi rotan dan meja bundar kecil, tempat yang pas untuk menyeruput teh sore atau sekadar menatap langit senja. Jendela-jendela besar tanpa teralis membiarkan cahaya matahari masuk bebas ke dalam ruangan, memberi nuansa hangat yang sulit dijelaskan tapi mudah dirasakan.
Begitu memasuki rumah Keiza dan Rere dibuat tambah shock ketika menapaki jalan kecil menuju ruang tengah yang terbuat dari kayu, sementara di sisi kanan kiri jalan kecil itu adalah batu-batu hias. Rumah itu mungkin terlihat kecil dari luar, tapi luas di dalam. Tembok kedua sisinya ditumbuhi semacam tanaman rambat, warnanya hijau muda agak kekuningan. 
Belum lagi aroma manis kue yang semerbak di dalam ruangan itu. Kesannya tenang, seperti pelukan hangat Ibu setelah hari yang panjang. Di sudut dinding, rak kayu bertingkat menampung buku-buku dan lilin aromaterapi, menambah kesan cozy. Keiza meyakini kalau orang tua Avissena pastilah seorang arsitek, atau minimal pegiat interior. 
Sering kali Keiza, Abella dan Rere bertukar pandang. Mereka sepakat, di beberapa titik rumah Avissena membuat mereka merasa sungkan untuk masuk lebih dalam. Maklum, rumah yang selama ini mereka tinggali berada di lokasi yang ramai. Dimana suara tukang gorengan dan kendaraan motor pasti terdengar. Pula serapih-rapihnya rumah Keiza, ia masih menemukan cat pintu kamarnya dan kamar Kiara beda warna. Atau jemuran yang berantakan, atau buku-buku yang tertumpuk tanpa rak. Rumah Avissena jauh dari semua situasi itu.
Berbeda dengan reaksi tiga orang di belakangnya, Radhina sejak awal sudah masuk dengan santai. Setelah ia mencopot sepatu dan meletakkanya di rak samping pintu, ia mengucap salam dan langsung berjalan ke area dalam. Setelah berjalan sekitar tujuh langkah mereka sampai di ruang tengah yang diterangi cahaya mentari. Dinding bagian timur dan utara adalah kaca-kaca besar yang dua sisinya dihiasi tanaman rambat tipis. Memaksimalkan pencahayaan sekaligus membuat rumah menjadi sejuk. Sementara lantai ruang tengah berupa kayu. 
“Udah pulang kamu, Vis.” seorang wanita yang mengenakan kerudung gading dan gamis hijau muda berbahan katun, muncul dari arah dapur.
“Hai, Tante! Maaf aku mau ngerecokin di sini nggak apa-apa, ya,” ucap Radhina dengan cengirannya yang lebar. Keiza langsung menyadari wanita elegan yang baru muncul ini adalah Ibu-nya Avis. Bentuk matanya yang tajam sekaligus meneduhkan persis seperti milik cowok itu. Tatapannya tenang—setelah Keiza memperhatikannya baik-baik, korneanya cokelat gelap, seperti bubuk cokelat yang sudah dingin tapi tetap menghangatkan. 
“Halo Dhina. Oh, sekarang kamu bawa temen-temen cewek ya, biasanya ke sini sama Andaru aja.” Tante menerima ciuman tangan dari Radhina. Ia juga menerimanya dari Keiza, Abella dan Rere. 
“Ini Keiza,” Radhina mulai memperkenalkan. “Ini Abella dan ini Rere.” Ia menunjuk teman-temannya. Nama Ibu Avissena adalah Mira, beliau memperkenalkan diri dengan senyum yang ramah.
“Assalamu’alaikum, Tante,” ketiganya memberi salam. Entah kenapa Keiza langsung tegang, rasanya seperti bertemu dengan narasumber penting atau guru pengawas ujian. Bu Mira membalas dengan senyum tidak hanya di bibir tapi juga di tatapan mata. 
“Wa’alaikumussalam,” suaranya terdengar riang. Keiza menetapkan, suatu hari bila menjadi orang dewasa, ia ingin menjadi seperti Bu Mira.
Seperti prediksi Keiza, ia memang seorang pegiat interior. Karena masih terbilang ibu-ibu muda, Mira cukup kenal teknologi dan sering mencari inspirasi design ruang di banyak platform internet. Usahanya berhasil menjadikan rumah ini sebagai tempat yang nyaman bukan hanya bagi keluarganya, tapi juga teman-teman anaknya.
“Tante, aku juga dateng.” Seorang remaja laki-laki dengan suara rendah muncul dari barisan dan ikut memberi salam, meraih tangan Bu Mira dan menempelkannya kilat di pipi.
“Danes, kamu mah, udah sering ke sini,” balas Bu Mira. “Pas nih, tante lagi bikin kukis.” 
“Kami mau pinjem perpus, Ma.” Avis segera melangkahkan kakinya menaiki tangga. Membuat gestur agar Radhi dan yang lain mengikuti gerakannya. Bu Mira mempersilakan semua teman-teman anaknya untuk naik ke lantai atas.
“Kalau kukisnya sudah jadi, Mama kasih tahu.”
“Permisi, Tante,” dan mereka pun bergegas menuju lantai dua.
Keiza langsung ternganga begitu sampai di ruangan panjang dengan rak-rak buku berderet di seluruh dinding, terus sampai menyentuh langit-langit. Sementara tinggi ruangan itu kurang lebih lima meter. Setiap rak memiliki tangga geser yang tingginya juga sampai ke langit-langit ruangan. Bagian yang tidak ditempeli rak hanya jendela panjang yang membuat cahaya matahari masuk ke dalam ruangan. Sementara di tengah-tengah ruangan di gelar karpet beludru lebar. Cukup bagi mereka untuk berguling-guling sampai sepuluh putaran dari ujung ke ujung. 
“Keren.” Keiza terpukau dan mendekat pada salah satu rak. Sementara Radhina sudah meletakkan tasnya ke atas karpet lalu tidur tengkurap. 
“Makanya, gue bilang belajar di sini aja. Cozy banget kan tempatnya,” ujarnya.
“Bangun Dhi, belajar, jangan tidur-tiduran.” Avis menjatuhkan tasnya di atas pundak Radhina, cewek itu langsung mengaduh. Ia mengeluhkan betapa jahatnya teman kecilnya itu. Tetapi Radhina mengerti, keluarga Avissena memiliki disiplin tinggi soal belajar. Berbeda dengan orang tua Radhina yang memiliki gaya santai; mewah, sibuk, dan berprinsip time is money, keluarga Avissena lebih sederhana dan menerapkan prinsip-prinsip kekeluargaan dan pendidikan dengan dasar aturan agama, walau tak telalu ketat.
“Gimana, Ja?” Tanpa Keiza sadari Avis sudah ada di sampingnya, menahan senyum melihat Keiza yang sibuk terpukau melihat deretan judul yang terpajang di rak buku. Saat melihat senyuman Avis, Keiza lantas menaikkan sebelah alis.
“Kamu lagi pamer, ya?”
“Ho oh.” Avis kini benar-benar menunjukkan cengiran bangganya. “Kalo lo jadi sekretaris Pemrograman lo bakal punya akses ke sini kapanpun.” 
Wow, tawaran yang menggiurkan. Keiza hanya terdiam menatap Avissena, gamang. Tak sampai beberapa detik Avissena berkata, “bercanda, deh. Mama nggak bakalan ngebolehin itu.” Ia terkekah, menatap lantai dan kakinya sendiri sembari berkata sangat pelan, “I have to lower my gaze to you.”
“Apa?” Keiza yang tak menangkap kata-kata Avissena bertanya untuk mengonfirmasi.
Abella kemudian muncul dan mengambil posisi di samping Keiza dan bertanya,
“Vis, lo punya seri Goosebumps!?” ia menunjukkan sebuah buku bergambar monster dan slime. Avissena lantas mengangguk, “koleksi bokap gue.”
“Ih, keren banget!” Abella menatap buku itu sebentar lalu menatap Avissena lagi, “gue boleh pinjam?”
“Boleh,” Avissena mengangguk singkat. Abella mengangguk dengan wajah girang, ia lalu lanjut bertanya, “ by the way, lo lagi nyari sekretaris buat ekskul lo, Vis?”
“Sebenernya udah ada sih, cuma nggak tahu dia aktifnya kapan.” Cowok itu menaiki tangga di sebelah Keiza, mengambil dua buku di bagian rak yang agak tinggi.
“Ini bagus,” ia menyerahkan buku itu pada Keiza. Gadis itu mengerutkan alis, membaca baik-baik judulnya; Alpha Girls Guide dan Atomic Habbit. Tangan Avissena meraih dua buku lagi, kali ini di bagian rak yang satu level ketinggian dengan mata Keiza. 
“Ini juga,” kembali menyerahkan buku-buku itu lagi pada Keiza. 
“The Things You Can See Only When You Slow Down, Semua Orang Butuh Curhat?”Abella menengok buku-buku itu, menawarkan diri untuk membantu Keiza membawanya. Avissena belum berhenti sampai di sana, ia juga menarik sepuluh buku kecil dari rak paling bawah dan menyerahkannya lagi-lagi kepada Keiza. Sepertinya tak membolehkan pangkuan tangan gadis itu kosong.
“Lo suka baca buku Lima Sekawan, Ja?” Abella memperhatikan judul-judul yang Avis berikan. Keiza mengangguk, sebenarnya Lima Sekawan adalah judul seri kesukaan Ayah yang menurun kepadanya. Keiza pernah cerita pada Radhina tentang itu, dan sepertinya Radhi melanjutkan cerita itu pada Avissena.
“Selamat membaca,” ucap Avissena sembari nyengir, dia lalu mengalihkan pandangan kepada Abella dan berkata “gue ambil minum dulu,” sembari mengangguk cepat dan langsung mengambil langkah ke lantai satu.
“Kamu akan baca semua buku ini, Ja?” Abella menatapi buku-buku yang ada di pangkuan tangan Keiza dan pangkuan tangannya sendiri.
“Mungkin,” jawab Keiza tak yakin. Ia melangkahkan kaki menuju ruang tengah sembari lanjut bicara, “kalau harus selesai hari ini sih, jelas nggak bisa. Aku mau kerjain tugas presentasi.”
Radhi sendiri kini sudah duduk bersila, mengeluarkan alat gambar—ingat tugas poster yang belum cewek itu kerjakan. Rere juga ternyata sudah bergerak, mulai mengeluarkan buku sketsanya. Kedoknya saja rehat, padahal sebenarnya mereka berdua dalam mode siap tempur, siap mengeroyok semua pekerjaan rumah yang ada.
Danes juga duduk di tepi karpet, membaca sesuatu. Cowok itu adalah teman sebangku Avis yang berkulit pucat dan memiliki rambut ikal seperti tokoh di film seri Rainbow Troops. Abella pernah cerita kalau Rere sedang naksir Danes. Jadi event ini benar-benar aji mumpung. Mungkin itu sebabnya kenapa Rere yang biasanya cerewet nampak adem-kalem. Keiza mengerti kenapa Rere menyukai anak laki-laki itu. Dengan tubuh jangkung, suara rendah dan sikap cuek yang terkesan misterius, membuatnya mudah mendapatkan perhatian dari perempuan yang suka penasaran.
Hanya saja sepertinya Danes tidak tahu apa-apa soal percintaan. Atau mungkin dia sengaja menghindari kisah-kisah romansa yang terjadi di masa putih abu-abu. Maklum, jurusan Multimedia di Teruna Angkasa bisa dibilang menjadi jurusan yang punya standar kelulusan tinggi. Gurunya spartan dan kebanyakan isinya adalah anak-anak yang mengejar nilai. Keiza pikir, Danes adalah satunya. 
Keiza dan Abella kemudian mengambil posisi duduk, meletakkan buku-buku yang diambil dari rak di samping mereka. Singkirkan dulu perihal naksir-menaksir, sekarang waktunya mereka mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk itu.
oOo
 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
When the Winter Comes
59164      8133     124     
Mystery
Pertemuan Eun-Hye dengan Hyun-Shik mengingatkannya kembali pada trauma masa lalu yang menghancurkan hidupnya. Pemuda itu seakan mengisi kekosongan hatinya karena kepergian Ji-Hyun. Perlahan semua ini membawanya pada takdir yang menguak misteri kematian kedua kakaknya.
Survive in another city
97      82     0     
True Story
Dini adalah seorang gadis lugu nan pemalu, yang tiba-tiba saja harus tinggal di kota lain yang jauh dari kota tempat tinggalnya. Dia adalah gadis yang sulit berbaur dengan orang baru, tapi di kota itu, dia di paksa berani menghadapi tantangan berat dirinya, kota yang tidak pernah dia dengar dari telinganya, kota asing yang tidak tau asal-usulnya. Dia tinggal tanpa mengenal siapapun, dia takut, t...
DANGEROUS SISTER
8754      2027     1     
Fan Fiction
Alicea Aston adalah nama barat untuk Kim Sinb yang memiliki takdir sebagai seorang hunter vampire tapi sesungguhnya masih banyak hal yang tak terungkap tentang dirinya, tentang jati dirinya dan sesuatu besar nan misterius yang akan menimpanya. Semua berubah dan menjadi mengerikan saat ia kembali ke korea bersama saudari angkatnya Sally Aston yang merupakan Blood Secred atau pemilik darah suci.
Sendiri diantara kita
361      257     3     
Inspirational
Sendiri di Antara Kita Arien tak pernah benar-benar pergi. Tapi suatu hari, ia bangun dan tak lagi mengingat siapa yang pernah memanggilnya sahabat. Sebelum itu, mereka berlima adalah lingkaran kecil yang sempurna atau setidaknya terlihat begitu dari luar. Di antara canda, luka kecil disimpan. Di balik tawa, ada satu yang mulai merasa sendiri. Lalu satu kejadian mengubah segalanya. Seke...
Jalan Tuhan
537      377     3     
Short Story
Percayalah kalau Tuhan selalu memberi jalan terbaik untuk kita jejaki. Aku Fiona Darmawan, biasa dipanggil fia, mahasiswi kedokteran di salah satu universitas terkemuka. Dan dia, lelaki tampan dengan tubuh tinggi dan atletis adalah Ray, pacar yang terkadang menjengkelkan, dia selalu menyuruhku untuk menonton dirinya bermain futsal padahal dia tahu, aku sangat tidak suka menonton sepak bola ata...
Catatan sang Pemuda
585      353     5     
Inspirational
"Masa mudamu sebelum masa tuamu." Seorang laki-laki kelahiran Banjarnegara, Jawa Tengah, pada 31 Oktober 2000. Manusia biasa yang tidak terkenal sama sekali. Inilah kisah inspirasi dari pengalaman hidup saat menginjak kata remaja. Inilah cerita yang dirangkum dari catatan harian salah seorang pemuda merah putih.
Annyeong Jimin
29304      3904     27     
Fan Fiction
Aku menyukaimu Jimin, bukan Jungkook... Bisakah kita bersama... Bisakah kau tinggal lebih lama... Bagaimana nanti jika kau pergi? Jimin...Pikirkan aku. cerita tentang rahasia cinta dan rahasia kehidupan seorang Jimin Annyeong Jimin and Good Bye Jimin
Orange Haze
482      338     0     
Mystery
Raksa begitu membenci Senja. Namun, sebuah perjanjian tak tertulis menghubungkan keduanya. Semua bermula di hutan pinus saat menjelang petang. Saat itu hujan. Terdengar gelakan tawa saat riak air berhasil membasahi jas hujan keduanya. Raksa menutup mata, berharap bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. "Mata itu, bukan milik kamu."
Kuburan Au
792      528     3     
Short Story
Au, perempuan perpaduan unik dan aneh menurut Panji. Panji suka.
Sebelah Hati
416      333     0     
Romance
Sudah bertahun-tahun Kanaya memendam perasaan pada Praja. Sejak masih berseragam biru-putih, hingga kini, yah sudah terlalu lama berkubang dengan penantian yang tak tentu. Kini saat Praja tiba-tiba muncul, membutuhkan bantuan Kanaya, akankah Kanaya kembali membuka hatinya yang sudah babak belur oleh perasaan bertepuk sebelah tangannya pada Praja?