"Tahun ini kita nggak ada perintah-perintah senioritas.” Seorang kakak kelas tersenyum formal. Keiza kemarin diberi tahu oleh Radhi kalau nama kakak kelas ini adalah Ranti, siswi tingkat dua dari jurusan Administrasi Perkantoran.
SMK Teruna Angkasa punya dua pembagian untuk jurusan yaitu, Koridor Teknologi dan Komunikasi yang membawahi jurusan RPL, TKJ (Teknologi Komputer Jaringan), Broadcasting dan DKV. Lalu bagian yang kedua adalah Koridor Manajemen yang memayungi jurusan Manajemen Bisnis, Akuntansi dan Keuangan serta Manajemen Administrasi Perkantoran. Anggota OSIS biasanya diwakili dua orang dari masing-masing jurusan. Ranti salah satunya. Di samping cewek itu ada Gibran dari jurusan DKV yang langsung menimpali ucapan Ranti.
“Bawa coklat atau menu-menu tertentu juga sekarang dilarang.”
“Tapi kami punya cara lain untuk bikin MPLS ini lebih asik.” Ranti mondar-mandir di sekitar lorong antar meja. Tangannya terlipat di dada dan wajahnya mendongak membayangkan keseruan rencana yang masih di dalam kepalanya.
Ini sudah hari kedua MPLS. Waktu menunjukkan pukul 10.00 waktu Indonesia bagian barat, tepat setelah jam istirahat, sesi khusus untuk show off kakak senior dimulai. Ranti dan Gibran adalah Kakak Penanggung Jawab MPLS untuk kelas X DKV 1. Keduanya hari ini diminta memperkenalkan sedikit tentang budaya sekolah, sekaligus membuka waktu khusus untuk para Ketua Ekstrakurikuler mempromosikan kegiatan mereka secara formal ke kelas-kelas.
“Sekarang kalian ambil buku catatan kalian. Terus keluar dari kelas ini untuk cari tahu siapa aja ketua ekskul yang ada di Teruna Angkasa.” Gibran memberi instruksi.
Dengan cenyum yang lebar Ranti menambahkan. “Buat kalian yang mampu mengumpulkan seluruh tanda tangan ketua ekskul sebelum MPLS ini berakhir, akan kami kasih hadiah yang sangat menarik. Khusus. Dari OSIS.”
oOo
“Ini apaan sih, bukannya pada datengin ke kelas kita buat promo, malah jadi game tebak-tebakan gini.” Gerutu Radhi, ia mengambil permen lolipop dari kantong seragamnya.
“Ini seru tahu, Dhi.” Kebalikan Radhi, Keiza nampak semangat membaca flyer ekstrakurikuler.
“Kita tuh ada ekskul apa aja sih?” Tanya Radhi sembari mengemut lolipop.
“Mm… Paskibra, Pramuka, Rohani Islam, Rohani Kristen…” Keiza menghitung dengan jemarinya, “PMR, Sahabat Alam, Musik dan Teater, Croquis, For… sana?”
“Apaan Forsana?” Radhi ikut mengintip ke dalam flyer.
“Forum Siswa Anti Narkoba,” mereka membaca bersama-sama.
“Masih ada ekskul Tari, Fotografi/Sinematografi, English Club, Electro Club, Band, Jurnalistik—ini ekskul yang mau aku masukin by the way. Paduan Suara, Basket, Networking, Animasi, Desain Grafis—ini juga—“
“Oke-oke, stop.” Radhi mengambil lembar flyer. Dia tak bisa mengingat karena Keiza mengatakannya dengan mode whatsapp playback speed 1.5 kali. Radhi juga tak menyangka kalau jumlah ekskul akan sebanyak itu. “Ekskul sebanyak ini kita harus minta tanda tangan semua Ketuanya? Gila aja.”
Keiza mengabaikan keluhan Radhi dengan mengangkat kepalanya, celingukkan ke kanan dan ke kiri. Mencari mangsa hari ini: para Ketua Ekskul yang sedang menyembunyikan jati diri. Namun matanya berkilat saat melihat Radhi sedang menikmati lolipopnya
“Radhi, jangan makan lolipop ini belom jam istirahat!” Keiza hendak menggapai gagang lolipop Radhi, tetapi cewek itu dengan cepat mengelak sambil tertawa-tawa. Keiza hanya mengerucutkan bibir lalu meminta kertas flyer ekskulnya kembali.
Keiza lalu bertanya, “Ngomong-ngomong kamu mau masuk ekskul apa, Dhi?”
“Basket.” Suara cowok terdengar dari belakang. Keiza dan Radhi spontan menoleh, kaget karena munculnya suara mahkluk tak diundang.
“Mana basket, nggak mau gue.” Tolak Radhi mentah-mentah ketika tahu yang mengucapkan kata-kata itu adalah Avissena.
“Nggak boleh loh, menyia-nyiakan bakat.” Avis berkomentar antara peduli dan nyinyir.
“Lo aja situ masuk ekskul basket.” Radhi menampakkan muka judes.
“Oh, gue masuk kok.”
Radhi mencibir sementara Keiza jadi penasaran, Radhi bisa main basket?
“Lo bisa main basket, Dhi?”
“Jago.” Avis meralat.
“Berisik.” Radhi menutup telinga dan malah berjalan menjauhi Avis dan Keiza.
“Sayang banget. Kalo lo liat dia main, lo pasti bakal sepemikiran sama gua.” Avis berkata pada Keiza walau matanya masih mengikuti kepergian Radhi.
“Oh…” Keiza berpikir, “mungkin nanti saya bisa bujuk dia untuk masuk ekskul basket.”
Di luar dugaan, Avis tertawa kecil dan sekali lagi garis senyum itu membuat Keiza terpaku. “Saya?” Avissena hampir tertawa. “Santai aja lah, Za sama gue, nggak apa-apa. Terus kalo lo bisa bener bujuk Radhi buat main basket lagi, kabarin gue. Gue bakal kasih reward buat lo.”
Keiza mengangkat sebelah alisnya. Reward? Kenapa harus pakai reward segala? Ini kan cuma tentang ekskul. Kalau Radhi benar-benar jago basket, berarti dia sangat suka olahraga itu kan? Bukannya wajar kalau kita pilih ekskul berdasarkan hal yang kita suka? Pikiran polos Keiza mulai memproyeksi pertanyaan-pertanyaan.
“Emang… kenapa Radhi nggak mau ikut ekskul basket?”
“Nanti juga dia bakal cerita sama lo.” Avis kemudian mencari topik lain, “gimana sesi pencarian tanda tangan ketua ekskul kalian?”
“Masih kosong...” Keiza melihat ke buku catatannya.
Sementara Avis, dengan senyum penuh kemenangan, menunjukkan buku catatannya sendiri. Sudah terisi lima tanda tangan!
“Kok bisaaa!?” Keiza terkejut, belum ada sepuluh menit para peserta MPLS keluar dari kelas, Avis sudah mendapatkan lima tanda tangan.
Avis melihat ke lembar tanda tangan itu dengan tatapan meremehkan, “sampai besok juga kelar. Tapi percuma, gue isi full pun, gue nggak bakalan dapet hadiah khusus itu.” Ucap Avis penuh misteri.
“Kenapa gitu?”
Avis hanya nyengir sambil mengangkat kedua alisnya lalu pamit pergi.
Keiza mengernyit, kenapa dari tadi hasil omongan Avis selalu membuat kata ‘kenapa’ muncul di kepala Keiza.
Kenapa Radhi nggak mau masuk ekskul basket?
Kenapa Avis yakin dia nggak bakal dapet hadiah padahal dia gampang dapat tanda tangan?
Kenapa cengiran Avis terlihat sangat estetik?
Halah, Keiza, Fokus. Daripada gadis itu pusing karena kemunculan kata ‘why-why-why’ sementara ia belum terlalu dekat dengan Avis—malu dong kalau langsung frontal bertanya banyak hal. Lagipula, baru bertanya satu hal saja sudah ditinggal pergi begini. Keiza memutuskan untuk mengejar Radhi saja.
oOo