NAPAS Revel nyaris habis setibanya di halte Transjakarta. Dia terus berlari dari rumah kaca tanpa berhenti sama sekali meski sudah keluar dari area kampus atau menaiki JPO menuju halte Transjakarta terdekat.
Sembari mengantre tap in, Revel memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Helaan napas lega langsung meluncur keras dari mulut cowok itu.
Tidak ada siapa-siapa di belakangnya. Semua orang tampak berjalan dengan santai, normal. Tidak ada orang yang lari gila-gilaan seperti dikejar-kejar setan seperti Revel. Namun sepertinya cewek itu tidak ikut mengejarnya hingga ke luar area kampus.
Revel pun lega setengah mati. Itu hal yang paling melegakan yang dialaminya. Dia tak sanggup lagi kalau cewek itu melayang-layang mengikutinya sampai ke rumah seperti makhluk-makhluk tak kasatmata lain yang kerap mengganggunya selama ini.
Ketika menunggu bis, Revel memandangi sekeliling halte dengan rasa waswas. Mentang-mentang matahari mulai tenggelam, makhluk-makhluk yang bergentayangan makin banyak berkeliaran.
Revel sontak merinding.
Selama ini manusia dan makhluk-makhluk itu hidup berdampingan. Tetapi hanya orang-orang terkutuk seperti Revel yang bisa melihat makhluk-makhluk itu. Sialnya, bukan cuma Revel saja yang bisa melihat mereka, tetapi makhluk-makhluk itu juga bisa melihat Revel bahkan berbicara kepadanya.
“Ini ke arah mana?”
Kepala Revel berputar cepat begitu mendengar suara nyaring dan akrab itu. Napasnya tertahan saat mendapati cewek itu berdiri di sebelahnya sambil mendongak ke arah petunjuk rute Transjakarta pada bagian atas halte.
Alih-alih semi-transparan dan melayang-layang, Revel justru melihat kaki cewek itu menapak layaknya manusia di lantai halte. Bukan itu saja, sepasang sepatu putih bersih terpasang di kaki cewek itu layaknya anak SMA yang lagi menunggu bis.
“Hai!” Cewek itu menoleh kepada Revel dan mengangkat tangan dengan polosnya. Seringaian terulas di bibir cewek itu.
Revel hanya berdeham dan mengalihkan pandangan ke arah lain.
“Ih, sombong!” gerutu cewek itu.
Diam-diam, Revel melirik cewek di sebelahnya yang masih celingak-celinguk. Sejujurnya dia penasaran gimana cewek ini bisa tiba-tiba punya kaki. Sedangkan ketika di rumah kaca tadi malah melayang-layang dengan tubuh semi-transparan. Namun cowok itu mengabaikan rasa penasarannya.
Bis yang ditunggu-tunggu datang. Tanpa basa-basi lagi, Revel segera masuk dan berdiri dekat pintu. Ternyata cewek itu malah mengikutinya dan melayang-layang dekat Revel. Karena saat itu sudah jam pulang kantor, bis yang dinaiki jadi lebih penuh dan sesak.
“Wah, rame juga yang naik Transjakarta!” seru cewek itu takjub.
Otomatis Revel menatap cewek itu dengan heran. Emangnya dia nggak pernah naik transportasi umum?
“Biasanya aku naik MRT, sih,” ujar cewek itu seolah bisa membaca isi pikiran Revel barusan. Cengiran terulas di bibirnya. “Naik MRT juga ramai, tapi nggak sampai desak-desakkan kayak begini. Baru kali ini aku merasa jadi hantu ada untungnya. Jadi kan nggak perlu dempet-dempetan kayak kamu gitu! HAHAHAHA!”
Revel hanya mendengus.
“Wuiiiii… wuiiii… seru lho terbang-terbang gini di dalam bis!” seru cewek itu heboh sambil terbang ke sana-kemari.
Mentang-mentang nggak ada yang bisa lihat.
Begitu turun di halte terakhir, Revel jalan kaki menuju rumahnya. Langit sudah gelap saat itu. Kedua tangan cowok itu dijejalkan ke dalam kantong hoodie abu-abunya sedangkan cewek itu berjalan di sebelahnya, kadang melompat-lompat kecil, atau lari-larian sendiri ketika melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.
Sepintas saja gelagat cewek itu sama sekali tidak kelihatan seperti makhluk tak kasatmata.
“Oh, ternyata di sini restoran yang viral itu,” gumam cewek itu mengagumi sebuah bangunan dua lantai warna putih bergaya aesthetic tak jauh dari jalanan yang tengah dilintasinya. Kemudian dia menoleh kepada Revel. “Kamu pernah makan di sini?”
Revel hanya menggeleng.
“Kapan-kapan makan di situ, yuk!” ajak cewek itu buru-buru mengejar Revel. “Review orang-orang bilang ayam bakar di situ enak, lho!”
Diam-diam Revel memastikan dirinya tidak bakal ke situ. Apalagi katanya tempat itu viral plus bareng makhluk tak kasatmata ini.
Tepat beberapa langkah sebelum sampai di rumahnya, Revel seketika menghentikan langkah. Dia menoleh kepada cewek yang ikut berhenti di sebelahnya. Cewek itu memandangnya dengan kepala dimiringkan dan senyum polos di bibir.
“Pergi,” usir Revel.
“Nggak mau dan nggak bisa.” tolak cewek itu melipat tangan. Nadanya tengil.
Revel sontak menyipitkan mata. “Lo mau sesajen?”
Cewek itu melongo. “Mentang-mentang arwah, terus kamu nawarin aku sesajen? Mana nawarinnya kayak lagi nawarin ubi Cilembu lagi!” serunya melengking. Tawa sinisnya berderai keras. Kemudian, “Boleh juga, sih. Harus ada ubi Cilembu juga, ya! Tapi entar dulu, deh. Ada sesuatu yang lebih penting dari sesajen.”
“Tumbal?”
“Ck! Kamu pikir aku arwah apaan? Tenang aja, aku nggak sekejam itu sampai minta tumbal. Apalagi ke kamu!” Cewek itu geleng-geleng kepala. “Kamu tau nggak kenapa arwah-arwah kayak aku begini disebutnya sebagai arwah penasaran?”
Terus terang, Revel tak peduli. Mau disebut arwah penasaran, penunggu, dan lain-lain, kek. Dia tidak mau berurusan dengan makhluk-makhluk tak kasatmata itu.
“Kematianku nggak wajar,” cerita cewek itu dengan nada pelan. Rautnya berubah sendu. “Selama ini aku nyoba-nyoba cari bantuan tapi nggak ada yang bisa membantuku.”
Revel terdiam.
Jelas saja. Memangnya siapa juga yang mau bantuin setan?
“Seringnya karena orang-orang nggak bisa lihat dan dengar suaraku.” Cewek itu menatap Revel dengan penuh harap. “Tapi kamu bisa lihat dan dengar aku. Makanya, aku perlu minta bantuan kamu.”
Revel mengembuskan napas panjang dan balas menatap cewek itu. “Nggak,” sahutnya.
“Please? Waktuku nggak banyak! Kalau nggak tau alasan kematianku, aku bisa-bisa…” ucapan cewek itu tiba-tiba terhenti. Matanya melebar. “Kamu… selalu punya yang ngikutin kamu?” tanyanya pelan.
Kening Revel berkerut tak paham. “Maksud–”
“AWAS!!!”
Belum sempat otaknya memproses yang terjadi, tahu-tahu tubuh Revel didorong hingga terjatuh di aspal. Sambil menahan sakit, cowok itu melihat ke arah tempatnya berdiri tadi.
Cewek tadi sedang memasang tubuh di antara Revel dan makhluk hitam raksasa yang muncul entah dari mana.
“Aku nggak tau kamu mau ngapain, tapi jangan dekat-dekat dia. Soalnya Cowok Fotosintesis ini punyaku!” seru cewek itu pede.
Otomatis Revel ternganga.
Kenapa cewek ini malah ngaku-ngaku di depan sesama makhluk tak kasatmata?
Besarnya makhluk itu mengingatkan Revel pada troll di film The Lord of the Rings. Tinggi, besar, melebihi dari ukuran manusia normal. Nyaris seperti raksasa. Tetapi wajahnya hitam, gelap, hingga Revel tak yakin makhluk itu punya hidung atau tidak. Yang jelas, sepasang mata kuningnya menyala dan gigi makhluk itu sangat besar, runcing, dan mencuat dengan mengerikan.
“Selama aku masih ada di sini, nggak bakal kubiarin kamu deketin dia!” teriak cewek itu lagi.
Tiba-tiba makhluk hitam besar itu mengarahkan pandangan kepada Revel.
Badan Revel sontak membeku. Tatapan mata itu terarah kepadanya dengan penuh dendam. Auranya begitu gelap dan dingin sampai membekukan tubuh.
“Pergi!” usir cewek itu makin nekat. “Atau–akh!”
Revel tersentak ketika cewek itu tiba-tiba dicekik dan diangkat oleh makhluk hitam itu. Otaknya berputar cepat mencari cara untuk menyelamatkan cewek itu.
Tapi gimana bisa menyelamatkan makhluk tak kasatmata dari makhluk tak kasatmata lain?
Ini terlalu absurd! Di sisi lain, Revel tidak bisa juga membiarkan cewek itu dicekik begitu saja. Tanya ke Google atau ChatGPT pun tampaknya tidak ada gunanya.
Beberapa detik berikutnya, cewek itu sudah dijatuhkan lagi ke aspal. Makhluk hitam itu pun menghilang.
Langsung saja Revel bergerak menghampiri cewek itu. “Lo–”
“Nggak apa!” sela cewek itu. Senyumnya tersungging lebar. “Aku nggak apa. Jangan khawatir. Gini-gini, aku kuat, lho!”
Kuat apanya?
Cewek itu baru saja dicekik oleh makhluk tak kasatmata lain yang lebih besar dan jelas-jelas lebih kuat darinya. Saking kuatnya, ada bekas kebiruan di sekeliling leher cewek itu.
“Makhluk itu nggak bakal gangguin kamu lagi. Selama aku ada di sisi kamu, kamu aman!” janji cewek itu penuh tekad.
“Nggak butuh!” tukas Revel tajam, lalu berbalik secepatnya meninggalkan cewek itu.