Loading...
Logo TinLit
Read Story - The First 6, 810 Day
MENU
About Us  

Aku melihat Ayah mengintip dari balik tirai ruang tamu saat Nube mengantarku pulang. Hanya sebentar—sekilas memastikan aku benar-benar turun dari motor. Setelah itu, ia menghilang dari balik jendela. Tak lama kemudian, lampu taman menyala. Entah kenapa, aku tersenyum tanpa alasan saat melangkah memasuki pekarangan rumah. Sebuah lagu tiba-tiba berdendang di kepalaku. Aku ingin bernyanyi…

“Kau yang ambil suratnya, ya?”
Sebuah suara mengejutkanku dari belakang. Jantungku nyaris lompat, dan lirik-lirik lagu yang tadi berputar di benakku langsung bubar tak beraturan.

Boom?
Ah?! Siapa sebenarnya anak ini? Kenapa dia selalu muncul tiba-tiba seperti bayangan?

“Kenapa kau mengagetkanku?!” seruku kesal, nyaris ingin melempar ponsel yang kugenggam ke tanah.

Dia hanya berdecak, menatapku dengan wajah mengeluh.
“Kau apakan suratnya?”

“Apa yang kau bicarakan? Surat? Surat apa?! Dan kenapa kau berdiri di depan rumahku seenaknya seperti ini?”

“Surat itu tidak ditujukan untukmu. Kenapa tidak kau biarkan saja di kotak surat?”

Aku menatapnya dengan tatapan heran. Anak ini… kenapa dari kemarin selalu muncul dengan seragam sekolah yang sama? Pertanyaan-pertanyaan ganjil kembali bermunculan di kepalaku, menimbulkan sensasi merinding di tengkuk dan melemahkan kakiku.

Perlahan aku melangkah pergi, berniat menghindar.

“Lepaskan bajuku!”
Aku tersentak ketika dia menarik kerah bajuku, menahanku agar tidak pergi begitu saja.

“Dimana suratnya?”

“Kenapa kau menuduhku? Aku bahkan belum genap dua hari tinggal di sini! Lagi pula, siapa sih di zaman sekarang yang masih kirim-kirim surat?! Kau ini aneh!”

Dia akhirnya melepaskan pegangannya. Tanpa sepatah kata, dia membalikkan badan dan berjalan ke arah sepedanya yang bersandar di dinding pagar. Ia pergi, tanpa pamit. Aneh.

Aku bergegas menuju pintu rumah. Tapi sebelum sempat masuk, dia berhenti di tengah pintu pagar yang setengah terbuka dan menoleh lagi.

“Apa itu kau?” tanyanya datar.

Aku menunjuk diriku sendiri.
“Aku? Maksudmu... apa?”

Dia tersenyum, melambaikan tangan, lalu kembali melangkah.
“Jangan ambil surat apa pun kalau ada yang datang. Itu pasti untukku.”
Setelah itu, dia benar-benar pergi.

Keheningan menyelimuti rumah cukup lama. Mungkin karena aku tak menggunakan alat bantu dengarku. Sudah dua puluh menit sejak Ayah memberi kabar bahwa kepala sekolah datang, tapi aku memutuskan untuk tetap berada di kamar, berbaring, tak melakukan apa-apa.

Sekilas, ingatanku melayang ke satu jam lalu.
“Apa itu kau?”
Kalimat itu menempel di kepalaku. Bisa jadi... itu alasan dia datang? Tapi untuk apa? Surat? Kenapa dia menunggu surat yang ditujukan ke alamat rumahku?

Aku menggeleng keras. Aku tak mengerti kenapa aku malah tersenyum saat mengingat senyumnya sebelum pergi. Tapi sungguh... senyum itu manis. Dan apa salahnya tersenyum karena itu?

Aku tersenyum lagi.

Tidak apa-apa. Tidak salah, kan, mengagumi senyum seseorang? Lagi pula...

“Ow!”
Aku meringis saat melihat langit-langit kamar—di sana seolah tercermin wajahku sendiri yang sedang tersenyum. Aku baru sadar, sudah lama sekali aku tidak tersenyum seperti ini. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali aku tersenyum dengan tulus.

Bukankah ini... aneh?

Bagaimana mungkin aku bisa tersenyum karena seorang anak laki-laki yang kutemui secara misterius hanya dua hari terakhir ini?

Ya Tuhan... aku terduduk kaget. Jangan-jangan dia... bukan manusia?

Napas terasa sesak. Aku bahkan lupa bagaimana cara bernapas dengan benar. Aku bangkit dari tempat tidur, berjalan tergesa ke balkon. Sore tadi, aku yakin jarak kami lebih dari satu meter. Tapi... aku mendengar suaranya dengan sangat jelas—tanpa alat bantu dengar.

Aku panik. Menuruni tangga dengan langkah terburu-buru.
Di ruang tengah, aku melihat Ayah berbicara serius dengan kepala sekolah.

“Ayah!” panggilku keras, tanpa peduli tata krama.

“Ada apa?”
Ayah menatapku bingung, mungkin karena langkah kakiku yang menggetarkan rumah kayu ini.

Kini jarakku hanya satu meter darinya. Tapi suara Ayah... hanya samar. Aku kembali membaca bibir dan gerak tubuhnya. Aku tak bisa mendengar. Lagi. Kenyataan itu menamparku seperti dinginnya malam.

“Bisa bicara lagi, Ayah?”
Suara dan wajahku mungkin sudah menunjukkan kekecewaan. Aku tahu... ini kenyataan yang tak bisa kuhindari.

Aku tak bisa dengar. Anak itu… dia pasti bukan manusia.
Mungkin... hantu.
Atau malaikat pencabut nyawa yang sedang menungguku... dengan surat kematianku di kotak pos tua itu.

Aku pernah mendengar mitos: orang akan mengalami hal-hal aneh menjelang ajalnya. Dua hari ini… semuanya terasa tidak wajar. Hari ini aku mendengar suara dari sepuluh meter—jelas. Sangat jelas. Tapi… pendengaranku rusak.

Apa ini pertanda aku akan mati?

Malam begitu sunyi. Lampu kamar tidak kunyalakan. Aku melamun dalam gelap.

Apa aku akan benar-benar mati kali ini?

Bukankah aku memang mengharapkannya?

Lagi pula… untuk apa aku hidup lebih lama, jika aku tak bisa melakukan apa-apa?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Switch Career, Switch Life
521      427     4     
Inspirational
Kadang kamu harus nyasar dulu, baru bisa menemukan diri sendiri. Therra capek banget berusaha bertahan di tahun ketiganya kerja di dunia Teknik yang bukan pilihannya. Dia pun nekat banting setir ke Digital Marketing, walaupun belum direstui orangtuanya. Perjalanan Therra menemukan dirinya sendiri ternyata penuh lika-liku dan hambatan. Tapi, apakah saat impiannya sudah terwujud ia akan baha...
Let Me be a Star for You During the Day
1207      668     16     
Inspirational
Asia Hardjono memiliki rencana hidup yang rapi, yakni berprestasi di kampus dan membahagiakan ibunya. Tetapi semuanya mulai berantakan sejak semester pertama, saat ia harus satu kelompok dengan Aria, si paling santai dan penuh kejutan. Bagi Asia, Aria hanyalah pengganggu ritme dan ambisi. Namun semakin lama mereka bekerjasama, semakin banyak sisi Aria yang tidak bisa ia abaikan. Apalagi setelah A...
Merayakan Apa Adanya
616      430     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Yu & Way
183      148     5     
Science Fiction
Pemuda itu bernama Alvin. Pendiam, terpinggirkan, dan terbebani oleh kemiskinan yang membentuk masa mudanya. Ia tak pernah menyangka bahwa selembar brosur misterius di malam hari akan menuntunnya pada sebuah tempat yang tak terpetakan—tempat sunyi yang menawarkan kerahasiaan, pengakuan, dan mungkin jawaban. Di antara warna-warna glitch dan suara-suara tanpa wajah, Alvin harus memilih: tet...
Di Punggungmu, Aku Tahu Kau Berubah
2800      969     3     
Romance
"Aku hanya sebuah tas hitam di punggung seorang remaja bernama Aditya. Tapi dari sinilah aku melihat segalanya: kesepian yang ia sembunyikan, pencarian jati diri yang tak pernah selesai, dan keberanian kecil yang akhirnya mengubah segalanya." Sebuah cerita remaja tentang tumbuh, bertahan, dan belajar mengenal diri sendiri diceritakan dari sudut pandang paling tak terduga: tas ransel.
Our Perfect Times
1455      897     8     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Je te Vois
1179      703     0     
Romance
Dow dan Oi sudah berteman sejak mereka dalam kandunganklaim kedua Mom. Jadi tidak mengherankan kalau Oi memutuskan ikut mengadopsi anjing, Teri, yang merupakan teman baik anjing adopsi Dow, Sans. Bukan hanya perihal anjing, dalam segala hal keduanya hampir selalu sama. Mungkin satu-satunya yang berbeda adalah perihal cita-cita dan hobi. Dow menari sejak usia 8 tahun, tapi bercita-cita menjadi ...
Tumbuh Layu
543      354     4     
Romance
Hidup tak selalu memberi apa yang kita pinta, tapi seringkali memberikan apa yang kita butuhkan untuk tumbuh. Ray telah pergi. Bukan karena cinta yang memudar, tapi karena beban yang harus ia pikul jauh lebih besar dari kebahagiaannya sendiri. Kiran berdiri di ambang kesendirian, namun tidak lagi sebagai gadis yang dulu takut gagal. Ia berdiri sebagai perempuan yang telah mengenal luka, namun ...
PUZZLE - Mencari Jati Diri Yang Hilang
688      495     0     
Fan Fiction
Dazzle Lee Ghayari Rozh lahir dari keluarga Lee Han yang tuntun untuk menjadi fotokopi sang Kakak Danzel Lee Ghayari yang sempurna di segala sisi. Kehidupannya yang gemerlap ternyata membuatnya terjebak dalam lorong yang paling gelap. Pencarian jati diri nya di mulai setelah ia di nyatakan mengidap gangguan mental. Ingin sembuh dan menyembuhkan mereka yang sama. Demi melanjutkan misinya mencari k...
FINDING THE SUN
602      304     15     
Action
Orang-orang memanggilku Affa. Aku cewek normal biasa. Seperti kebanyakan orang aku juga punya mimpi. Mimpiku pun juga biasa. Ingin menjadi seorang mahasiswi di universitas nomor satu di negeri ini. Biasa kan? Tapi kok banyak banget rintangannya. Tidak cukupkah dengan berhenti dua tahun hanya demi lolos seleksi ketat hingga menghabiskan banyak uang dan waktu? Justru saat akhirnya aku diterima di k...