Loading...
Logo TinLit
Read Story - Heavenly Project
MENU
About Us  

"Maaf." 

Sebuah susu kotak dengan mi cup yang mengepulkan asapnya diletak di hadapan Reina. Gadis yang tengah melahap roti isian cokelat itu menoleh seketika lalu melengos, kembali berkutat pada buku pelajaran. 

Sakha tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi. Gadis yang penuh dengan energi itu pada akhirnya juga menyerah mencari dan mengejarnya hingga pulang sekolah. "Saya benar-benar lupa semalam, tapi sebagai gantinya, saya bawakan bahan-bahan referensinya. Ini, sudah saya rangkum juga, biar kamu mudah carinya." 

Flashdisk digeser tepat di salah satu meja kombini. Begitu juga dengan makanan dan minum yang tidak disentuh oleh gadis itu. Padahal ini sudah jam pulang sekolah, di mana parkiran gang sekolah sudah terlihat ramai dan tentu saja kombini yang berada di seberang gang juga dikunjungi beberapa pembeli. 

Reina tidak peduli. 

"Rein," panggil Sakha, berusaha menggamit sebelah tangan yang memegang ujung buku, tapi tentu saja ditepis kuat oleh gadis itu. "Maaf, ya."

Reina menatap tajam. "Kalau lo nggak mau kerjasama dengan gue harusnya bilang dari awal. Lo tenang aja, gue juga nggak maksa. Syukur kalau datang, kalau nggak datang juga nggak apa. Diri lo juga nggak terlalu penting." 

Sakha tersenyum kecil, berusaha menahan tawa. Lihatlah, ego setinggi langit yang dimiliki Reina. Herannya, meskipun nyelekit, tapi bagi Sakha itu lucu. Seperti anak kecil yang di dalam tubuh remaja, batin Sakha. 

Ingin rasanya Sakha mendaratkan telapak tangannya ke puncak kepala gadis itu, tapi bagaimana pun juga di balik wajah menggemaskannya terdapat singa yang buas bila diganggu. Sungguh, Sakha tidak siap menjadi pusat perhatian bila saja gadis itu berteriak kesal padanya. 

"Nggak kooperatif gimana, hm?" tanya Sakha lembut, menggeser kursi sebelah, duduk menyampingi gadis itu. Ya, dari depan langsung menghadap kaca dengan pemandangan jalan raya. "Ini lho saya udah kumpulkan berkasnya. Udah, kamu nggak perlu susah-susah lagi cari bahan. Lagian tampilan presentasinya juga sudah saya buat." 

Bukan reaksi yang Sakha harapkan, dahi gadis itu semakin mengkerut begitu juga sorot wajahnya yang tidak terima. Sakha tergagap, takut-takut merusak suasana hati gadis itu lebih dalam. "T-tapi sepertinya masih ada yang kurang, kamu bisa cek. Desain tampilannya juga sepertinya agak--" 

"Nanti gue cek." Langsung saja Reina menyambar flashdisk di hadapan, lalu memasukkannya ke dalam tas. "Makasih bantuannya." 

"Dengan senang hati." Sakha menunduk, menyembunyikan senyum tipisnya, lalu menyodorkan kembali makanan ke arah Reina. Gadis itu mendelik sinis, tapi sungguh Sakha tidak peduli. Buru-buru ia meluruskan garpu plastik lalu meniup mi. "Buruan dimakan, nggak enak kalau udah dingin." 

Tanpa mengucap apa-apa, Reina ikut meuruskan garpu, mengunyah, sesekali menghirup kuah dari wadah sebelum uap panasnya mulai menghilang. Sakha melirik senang, tetapi secepat mungkin membuang wajah ke arah jalanan begitu Reina membalas tatapannya. 

"Gila," umpat Reina pelan, padahal jelas terdengar oleh Sakha. 

"Oke. Sudah selesai. Sini biar saya bersihkan." Buru-buru Sakha meraih wadah mi begitu juga plastik roti dan kotak susu di tangan Reina, lalu membuang ke tempat sampah. Reina tercengang, meskipun kerutan satu di dahinya jelas menunjukkan tanda tidak terima. 

"Mau saya antarkan pulang?" tawar Sakha, mendorong pintu membiarkan gadis itu keluar terlebih dahulu. Setengah berlari Sakha menuju motor matic-nya, menyodorkan helm dari dalam jok sana. "Yuk!" 

Reina menyipitkan kedua mata dengan senang begitu juga dengan kedua sudut bibirnya. Melihat Sakha yang nyaris di ambang keberhasilan untuk membujuknya, Reina tersenyum sinis, setengah mendorong helm kepada pemiliknya. "Lo nggak usah sok akrab dengan gue, paham? Gue bisa pulang sendiri." 

Reina pergi begitu saja, gadis itu menjulurkan sebelah tangan, membuat ojek tanpa penumpang itu menghentikan kendaraan. Melihatnya, Sakha hanya bisa mengusap sebelah leher, mengamati seekor kucing kecil berbulu hitam yang berjalan sendirian, tampak kebingungan. 

Ya, bagaimana pun juga, ia sudah berusaha, kan?

 

*** 

 

"Sakha! Apa yang kamu bawa!" 

Sakha menyengir saja, mengabaikan suara meleking dari seseorang yang menyambut akan kepulangannya. Kardus yang tadi berada di pelukan, kini Sakha turunkan. Seekor kucing kecil yang tadi berjalan membuat Sakha ingin mengadopsinya. 

Herannya ketika Sakha mendekat untuk mengelus, kucing itu mengeluarkan geraman dan seringaiannya. Namun, ketika Sakha menjauhkan telapak tangannya, kucing itu mengeong cepat seperti membentuk suara rengekkan. 

Entahlah, rasa-rasanya Sakha mulai familiar menghadapi situasi seperti ini. 

"Kucing, Ma. Kasihan dia, tadi jalan sendirian di halaman kombini. Mama tenang aja, kucing ini biar Sakha yang urus," bujuk Sakha, mengeluarkan beberapa makanan kucing dari tas, lalu menuju dapur bernuansa minimalis itu, mencari wadah plastik yang tiak terpakai. 

"Uras urus, uras urus. Udah berapa kali Mama dengar, hm? Ujung-ujungnya apa? Mama yang urus. Mama nggak mau lagi, ya, ujung-ujungnya harus bagikan hewan peliharaan kamu ke teman-teman Mama." 

Sakha yang berjongkok, sembari mengelus hewan berbulu sedang makan itu kini mendongak, memperhatikan Mama yang berkacak pinggang. "Bukan Sakha yang minta Mama bagikan setiap hewan peliharaan Sakha ke teman Mama. Sakha mau belajar mengurusnya, tapi apa? Belum sempat, semuanya udah hilang dari pandangan Sakha." 

"Anak ini ...." Wanita paruh baya itu berdecak. Tidak habis pikir dengan anak laki-lakinya. "Pahamilah, Sakha. Siapa yang mengurus sementara tidak orang di rumah ini? Kamu harus sekolah dan Mama harus bekerja, bagaimana jika terjadi suatu hal? Barang-barang pecah, listrik konslet? Kamu memang bisa menanggung semuanya?" 

Sakha tidak menjawab, memperhatikan kucing kecil itu dalam diam. 

"Lagipula, kombini? Kamu mampir ke sana? Beli apa?" tanya wanita itu, mendorong bahu Sakha dengan jari telunjuknya. "Jawab Mama. Ingat, Mama selalu tau kapan kamu berbohong." 

"Mi cup," jawab Sakha pelan. 

"Astaga! Ya Tuhan!" Sakha semakin menunduk saja dibuatnya, entah berapa banyak lontaran kalimat, tapi yang pasti Sakha berhasil menulikan pendengarannya. Entahlah, kucing di hadapannya begitu lucu, kelakuannya mengingatkan Sakha akan seseorang. 

"Sampai kapan kamu seperti ini Sakha! Belajar dewasa! Urus diri kamu! Peduli sama kesehatan kamu!" Mama terus meluncurkan ucapan, tetapi juga pada akhirnya melemparkan sehelai handuk pada Sakha, lalu melirik jam dinding. "Sekarang, mandi dulu. Istirahat. Jangan terlalu banyak kegiatan, Sakha. Cukup semalam Mama gelagapan cari kamu ternyata di perpustakaan." 

Menanggapinya, Sakha hanya tertawa pelan, menyampirkan handuk di bahunya.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Diary Ingin Cerita
3358      1572     558     
Fantasy
Nilam mengalami amnesia saat menjalani diklat pencinta alam. Begitu kondisi fisiknya pulih, memorinya pun kembali membaik. Namun, saat menemukan buku harian, Nilam menyadari masih ada sebagian ingatannya yang belum kembali. Tentang seorang lelaki spesial yang dia tidak ketahui siapa. Nilam pun mulai menelusuri petunjuk dari dalam buku harian, dan bertanya pada teman-teman terdekat untuk mendap...
Matahari untuk Kita
288      179     7     
Inspirational
Sebagai seorang anak pertama di keluarga sederhana, hidup dalam lingkungan masyarakat dengan standar kuno, bagi Hadi Ardian bekerja lebih utama daripada sekolah. Selama 17 tahun dia hidup, mimpinya hanya untuk orangtua dan adik-adiknya. Hadi selalu menjalani hidupnya yang keras itu tanpa keluhan, memendamnya seorang diri. Kisah ini juga menceritakan tentang sahabatnya yang bernama Jelita. Gadis c...
Perahu Jumpa
183      152     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...
Suara Kala
6803      2198     8     
Fantasy
"Kamu akan meninggal 30 hari lagi!" Anggap saja Ardy tipe cowok masokis karena menikmati hidupnya yang buruk. Pembulian secara verbal di sekolah, hidup tanpa afeksi dari orang tua, hingga pertengkaran yang selalu menyeret ketidak bergunaannya sebagai seorang anak. Untunglah ada Kana yang yang masih peduli padanya, meski cewek itu lebih sering marah-marah ketimbang menghibur. Da...
My First love Is Dad Dead
38      36     0     
True Story
My First love Is Dad Dead Ketika anak perempuan memasuki usia remaja sekitar usia 13-15 tahun, biasanya orang tua mulai mengkhawatirkan anak-anak mereka yang mulai beranjak dewasa. Terutama anak perempuan, biasanya ayahnya akan lebih khawatir kepada anak perempuan. Dari mulai pergaulan, pertemanan, dan mulai mengenal cinta-cintaan di masa sekolah. Seorang ayah akan lebih protektif menjaga putr...
When the Music Gets Quite
102      93     0     
Romance
Senja selalu suka semua hal tentang paus biru karena pernah melihat makhluk itu di jurnal sang ibu. Ternyata, tidak hanya Senja yang menyukainya, Eris yang secara tak sengaja sering bertemu dengannya di shelter hewan terlantar dekat kos juga menyukai hal yang sama. Hanya satu yang membedakan mereka; Eris terlampau jatuh cinta dengan petikan gitar dan segala hal tentang musik. Jatuh cinta yang ...
Sebelas Desember
4416      1328     3     
Inspirational
Launa, gadis remaja yang selalu berada di bawah bayang-bayang saudari kembarnya, Laura, harus berjuang agar saudari kembarnya itu tidak mengikuti jejak teman-temannya setelah kecelakaan tragis di tanggal sebelas desember; pergi satu persatu.
102
2276      923     3     
Mystery
DI suatu siang yang mendung, nona Soviet duduk meringkuh di sudut ruangan pasien 102 dengan raga bergetar, dan pikiran berkecamuk hebat. Tangisannya rendah, meninggalkan kesan sedih berlarut di balik awan gelap.. Dia menutup rapat-rapat pandangannya dengan menenggelamkan kepalanya di sela kedua lututnya. Ia membenci melihat pemandangan mengerikan di depan kedua bola matanya. Sebuah belati deng...
Layar Surya
600      366     16     
Romance
Lokasi tersembunyi: panggung auditorium SMA Surya Cendekia di saat musim liburan, atau saat jam bimbel palsu. Pemeran: sejumlah remaja yang berkutat dengan ekspektasi, terutama Soya yang gagal memenuhi janji kepada orang tuanya! Gara-gara ini, Soya dipaksa mengabdikan seluruh waktunya untuk belajar. Namun, Teater Layar Surya justru menculiknya untuk menjadi peserta terakhir demi kuota ikut lomb...
PUZZLE - Mencari Jati Diri Yang Hilang
316      246     0     
Fan Fiction
Dazzle Lee Ghayari Rozh lahir dari keluarga Lee Han yang tuntun untuk menjadi fotokopi sang Kakak Danzel Lee Ghayari yang sempurna di segala sisi. Kehidupannya yang gemerlap ternyata membuatnya terjebak dalam lorong yang paling gelap. Pencarian jati diri nya di mulai setelah ia di nyatakan mengidap gangguan mental. Ingin sembuh dan menyembuhkan mereka yang sama. Demi melanjutkan misinya mencari k...