Kalau bukan demi mendapatkan nilai kegiatan ekstra yang wajib terisi di dalam rapor, sebenarnya aku malas sekali mengisi formulir pendaftaran ekstrakurikuler. Menurutku, duduk diam seraya memahami segala hal yang disampaikan oleh para orang dewasa berpendidikan tinggi sudah cukup menguras energiku, sehingga aku lebih suka jika bisa langsung pulang ke rumah begitu bel yang mengakhiri jam belajar hari itu berbunyi nyaring.
Masalahnya, di SMA Mentari nilai ekstrakurikuler menjadi salah satu penentu kenaikan kelas di semester genap nanti, di samping nilai akademik dan perilaku. Tidak lucu rasanya kalau aku gagal naik kelas hanya karena tidak berpartisipasi dalam ekstrakurikuler mana pun.
“Memangnya kamu tidak pernah ikut ekskul sama sekali waktu SD dan SMP, Win?” tanya Shila, si ketua kelas yang menjadi tempatku mengeluh di jam istirahat makan siang ini.
Aku menggeleng, lalu meletakkan selembar formulir yang baru kuisi dengan nama dan kelasku di atas meja sambil mengembuskan napas. Kalau bisa, aku lebih memilih diberi banyak tugas dibandingkan menghabiskan waktu untuk melakukan sesuatu dengan orang-orang baru yang tidak kukenal. Ah, membayangkannya saja sudah membuatku lelah.
“SMA Mentari, kan, memang terkenal karena ekskulnya yang banyak dan beragam. Seharusnya kamu bisa menebak kalau kegiatan ekstra jadi hal penting di sini.” Shila mengunyah roti isinya dengan lahap, jelas-jelas memperlihatkan bahwa krisis yang sedang kualami ini bukanlah hal yang menyulitkan baginya.
Aku mencuil sedikit roti milik teman semejaku itu, mengabaikan tatapan protesnya. “Aku sungguhan tidak tahu kalau itu diwajibkan. Biasanya, kan, terserah muridnya mau ikut atau tidak.”
“Ya sudah, tinggal daftar saja, kan?” Shila menaikkan bahu.
Kalau saja hal itu semudah yang dikatakannya, aku pasti tidak perlu kebingungan di hadapan selembar kertas formulir. “Aku tidak tahu mau bergabung ke mana. Tidak ada ekskul atau klub yang menarik perhatianku.”
Shila mengangguk-angguk seraya menghabiskan roti yang tersisa. Dia membersihkan tangannya dengan tisu sebelum menyodorkannya ke hadapanku. “Coba berikan bukletnya. Mari kita lihat ada apa saja.”
Aku mengeluarkan buklet berisi daftar-daftar ekstrakurikuler beserta informasi singkatnya dari laci mejaku, lalu Shila membentangkannya di tengah-tengah meja. Buklet itu lumayan tebal, sudah seperti buku saja. Aku jadi penasaran sebenarnya ada berapa banyak ekstrakurikuler di sekolah ini.
“Jadi, ekstrakurikuler seperti apa yang kamu sukai?” tanya Shila.
Mulutku terbuka ingin menjawab ‘tidak ada’, tetapi kuurungkan karena paham bahwa itu tidak akan membantu. Aku akhirnya berkata, “Pokoknya selain ekskul atau klub olahraga, akademik, dan budaya.”
Shila menelusuri daftar isi sambil menggumamkan setiap nama ekskul dan klub yang ada. Di sebelahnya, aku ikut membaca sekilas-sekilas.
“Bagaimana dengan yang ini? Klub Anak Tunggal?” Shila langsung membuka halaman yang memuat informasi tentang klub itu dengan antusias.
Aku sontak menaikkan sebelah alisku. “Hah? Yang benar ada klub seperti itu?” Nyatanya, memang ada klub seperti itu di sekolah ini.
Aku masih biasa-biasa saja jika yang tertera adalah klub bersepeda, jurnalistik, film, pencinta hewan, menjahit, dan bahasa asing. Tapi, ada pula klub pencinta mitologi, peneliti konspirasi, sampai kerajinan tangan dari plastisin. Shila sudah tertawa-tawa membaca informasi tentang ekskul yang meneliti hantu dari berbagai dunia, sedangkan aku justru termenung.
Aku jadi berpikir, kalau ekskul serandom ini saja ada di SMA Mentari, maka tidak heran sekolah ini punya begitu banyak ekstrakurikuler. Seharusnya SMA ini lebih terkenal dengan kerandoman ekskulnya alih-alih jumlahnya.
“Tapi, SMA Mentari keren, loh,” celetuk Shila setelah dia puas tertawa. “Salah satu misi sekolah ini adalah mengajak para muridnya untuk melakukan kegiatan positif di luar jam belajar dengan mewajibkan kegiatan ekstrakurikuler. Karena itu, pihak sekolah selalu menerima usulan dibentuknya klub atau ekskul baru setiap tahunnya, meskipun tidak semuanya disetujui karena tidak sesuai dengan ketentuan. Tidak hanya itu, sekolah juga menyediakan fasilitas seperti ruangan dan anggaran untuk masing-masing ekskul dan klub untuk mendukung misinya. Aku dengar ini dari kakak kelas.”
Pantas saja sekolah ini luasnya tidak kira-kira dan memiliki banyak gedung. Aku jadi ingat pernah tersesat di hari pertama sekolah.
“Sekolah ini memang bagus,” kataku akhirnya. Tapi itu tetap tidak membuatku bersemangat untuk mengikuti salah satu ekstrakurikulernya.
Bel tanda istirahat berakhir berbunyi nyaring. Aku segera menutup buklet dan menyimpannya, lalu mengeluarkan buku catatan untuk pelajaran berikutnya.
“Kita belum menemukan ekskul yang kamu suka, padahal besok hari terakhir pengumpulan formulir,” keluh Shila. Sepertinya dia benar-benar bersemangat saat membahas kegiatan ekstrakurikuler tadi. Apakah itu motivasinya ketika mendaftar ke sekolah ini?
“Aku akan lanjut mencarinya di rumah nanti,” kataku.
***
Aku bilang begitu, tetapi sebenarnya aku sendiri belum menemukan satu pun ekksul yang menarik perhatian. Apa aku tidak usah mengumpulkan formulirnya saja, ya?
“Lalu aku akan terancam tidak naik kelas....” Aku mengembuskan napas dalam-dalam.
Setelah mengikat rambut panjangku yang tidak terlalu tebal itu, tanganku terus membalik-balik halaman dan mataku terus membaca secara kilat setiap informasi di sana. Kalau menurut hobi, mungkin aku bisa memilih satu dari sekian klub yang berhubungan dengan membaca. Tapi aku lebih nyaman membaca buku sendirian dengan tempo yang kutentukan sendiri dan bacaan yang benar-benar kuminati.
Atau kalau ingin bersantai, ada berbagai klub yang aktivitasnya tidak begitu berat, seperti klub meditasi dan beberapa klub kerajinan tangan. Tapi kalau memang ingin santai-santai saja, mendingan aku langsung pulang ke rumah dan membaca buku di kamar.
Aku terus membalik kertas sampai tiba di halaman yang menyajikan informasi mengenai Klub Lost & Found. Dari namanya, aku dapat menebak bahwa klub tersebut pasti berkegiatan menemukan barang-barang yang hilang. Karena penasaran, aku membaca informasi yang tertera.
Berakar dari sejarah yang unik dan ajaib, Klub Lost & Found dibentuk tidak lama setelah SMA Mentari selesai dibangun pada tahun 2000. Klub Lost & Found bukan hanya berperan dalam mengembangkan minat dan kemampuan siswa melalui kegiatannya, tetapi juga membantu warga sekolah menemukan kehilangan mereka.
Dengan bergabung bersama Klub Lost & Found, siswa dapat bertemu dan berkenalan dengan teman-teman baru, melakukan kegiatan yang menyenangkan bersama-sama, membantu menemukan kehilangan, serta yang paling utama, siswa dapat belajar tentang kehilangan.
Kalimat pertama sungguh membuatku penasaran. Sejarah seperti apa yang ada di balik sebuah klub yang umurnya sama tuanya dengan sekolah tempatnya berada?
Di halaman sebelahnya, terdapat informasi lain mengenai kegiatan klub, yaitu menyisiri koridor dan halaman sekolah, dan membantu menemukan benda-benda yang hilang. Kegiatan menyisiri itu dilakukan setiap sepulang sekolah sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Dituliskan juga bahwa klub ini sudah bekerja sama dengan operator CCTV untuk membantu mencari benda yang hilang.
Sebenarnya, aku berpikir bahwa klub ini sama randomnya dengan ekskul dan klub lain yang asing ditelingaku. Tapi, ada daya tarik aneh yang mengundang keingintahuanku, mendorongku untuk bergabung dan mencari tahu sendiri jawabannya. Perasaan ini mirip dengan saat aku menemukan buku yang ingin kubaca dan aku harus benar-benar mendapatkannya atau aku akan terus menginginkannya.
Tapi, menyisiri koridor dan halaman sekolah sama saja dengan mengelilingi seluruh sekolah. Pasti akan melelahkan sekali bagi diriku yang menghabiskan hampir sepertiga waktu dalam sehari untuk bersantai-santai. Bisa jadi, di hari pertama ekskul aku pulang dengan kaki pegal-pegal.
Sayangnya, aku tidak punya pilihan lain. Di antara ekskul dan klub non olahraga, non akademik, dan non budaya lainnya, hanya Klub Lost & Found inilah yang menarik perhatianku. Lagi pula, besok adalah hari terakhir pengumpulan formulir pendaftaran. Aku tidak punya banyak waktu untuk berpikir lebih lama.
Setelah memantapkan hati, akhirnya lembar formulir berhasil kuisi dengan lengkap.