Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lepas SKS
MENU
About Us  

Sebagai informasi saja bahwa setiap kali mengawali hari, aku selalu berdoa agar hari-hariku berjalan lancar tanpa kesialan. Namun, tampaknya doa untuk pagi ini tidak terkabul atau lebih tepatnya, tidak ada doa untuk pagi ini.

Aku terbangun pengar di pagi hari, di dalam mobilku sendiri, yang terparkir sembarangan di jalan tepat di depan rumah. Kepalaku pusing, pandanganku buram, penampilanku berantakan, dan lebih sialnya lagi, kemampuan otakku pada detik ini masih belum bisa membantuku mengingat dengan baik apa yang telah terjadi. Aku hanya bisa melihat sekeliling dengan kulit wajah mengerut sambil sesekali menelan ludah untuk membasahi tenggorokan yang terasa kering. Terus-menerus bertanya dalam hati bagaimana aku bisa terbangun dalam keadaan seperti ini?

Di saat pikiran masih terjebak dalam kebingungan, mataku seketika menangkap keberadaan sebuah drone yang tiba-tiba muncul tak jauh di depan. Bertolak belakang dengan yang kuharapkan, drone tersebut justru terbang memelesat ke arahku.

“Yang benar aja,” gerutuku yang dengan cepat menyalakan mobil untuk menyelamatkan diri. Namun, secepat apa pun pergerakanku, aku tahu, sudah pasti aku tidak akan selamat dari benda kecil mematikan itu.

Mungkin sekarang drone ini sedang sibuk memindaiku, tapi karena ada perasaan tidak terima jika skor kredit sosialku berkurang hanya karena masalah sepele yang sebenarnya tidak kuketahui penyebab pastinya, tampaknya aku harus melakukan sesuatu. 

Aku keluar dari mobil. Mendongak sembari menatap baik-baik drone yang melayang sekian sentimeter di atasku.

“Julienne.” 

Aku tidak pernah berharap drone ini akan menyebut namaku. 

“Um, maaf. Boleh saya bicara seben—”

“Melanggar peraturan berkendara berupa memarkir mobil di tempat yang tidak seharusnya.”

Aku menghela napas. Drone ini benar-benar tidak memberi kesempatan untukku bicara.

“Tapi saya ngga tau kenapa mobil saya bisa—”

“Maka akan menerima pengurangan poin sebesar 20 poin.”

Sontak bahuku melorot maksimal. Berkurang sebanyak itu? Di saat aku mati-matian berusaha untuk mendapatkannya? 

“Hei,” ujarku mencoba untuk tetap menjaga nada bicara. “Saya tau ada yang salah di sini. Mobil ini memang punya saya, tapi yang parkir mobil ini di sini bukan saya. Saya serius. Buat apa saya parkir di jalan depan rumah padahal saya punya halaman bahkan garasi? Saya ini orang yang selalu taat aturan, oke? Coba lihat catatan pelanggaran saya, apa ada?” 

Jelas sekali aku bersikeras membela diri tanpa tahu apakah usahaku ini akan membuahkan hasil yang sesuai dengan yang kuharapkan atau tidak. Namun, harusnya aku ingat satu hal. Aturan tetaplah aturan. Dan drone, adalah sesuatu yang paling tidak bisa diajak bernegosiasi mengenai aturan yang berlaku di kota ini sejak lama.

“Julienne.” Entah kenapa namaku terdengar buruk jika tersebut olehnya. “Menolak pengurangan poin atas kesalahan yang diperbuat. Kembali menerima pengurangan poin sebesar 5 poin.”

Mataku melebar. 

“Apa-apaan—” baru juga satu kata terlontar, mulutku dengan cepat terkatup. Seolah saraf di kepalaku tahu bahwa akan jadi semakin menambah masalah apabila aku terus bicara. Aku mengunci tatapan pada kamera yang terpasang di dalam sana. Mengembuskan napas dengan berat, seberat hatiku ketika dengan terpaksa berkata, “Maaf. Saya memang salah. Mobil ini akan segera saya pindahkan ke tempat yang seharusnya,” tekanku yang ditutup dengan senyuman kering penuh paksaan. 

Gerutuan tak henti-hentinya terucap tertahan di dalam hati selagi membawa mobil masuk ke dalam garasi. Meski drone mematikan itu sudah pergi beredar mencari pelanggar aturan lainnya, aku masih merasa tidak aman apabila belum benar-benar masuk ke dalam rumah, karena benda itu hanya akan berkeliling di tempat umum, bukan tempat tinggal pribadi. Jadi, mau aku memaki habis-habisan di dalam rumah pun, tidak akan ada drone yang tiba-tiba datang untuk memberikan pengurangan poin.

Aku menjatuhkan tubuhku di atas sofa. Menyalakan ponsel sambil harap-harap cemas dengan penampakan skor kredit sosialku yang terbaru akibat pengurangan poin sebanyak 25 poin di pagi hari ini saja. Benar-benar awal hari yang buruk. Lagi pula, aku masih penasaran. Bagaimana bisa aku membiarkan mobil terparkir sembarangan di jalan, bahkan sampai tertidur di dalamnya? Masih tidak habis pikir olehku bisa melakukan hal bodoh semacam itu di saat selama ini aku selalu berhati-hati melakukan sesuatu agar tidak berimbas buruk pada skor kredit sosialku sendiri.

Dan tampaknya, kesialan ini belum berakhir.

Bahkan jauh lebih buruk.

***

Aku tersentak bangun dari sofa. Tanganku gemetar menggenggam ponsel yang telah menyala. Kedua mata terpaku menatap layar yang menampakkan skor kredit sosialku saat ini. Aku tidak bodoh. Aku bisa menghitung dengan baik dan aku tahu bagaimana poin-poin yang kuterima bisa memengaruhi besaran skor kredit sosial. Jadi, apabila aku menerima pengurangan sebesar 25 poin, dengan modal skor kredit sosial terakhir sebesar 887, seharusnya skor kredit sosialku tidak akan turun sampai sejauh ini. Seharusnya skor kredit sosialku masih berada jauh di atas level High.

Sekian puluh notifikasi tahu-tahu muncul di halaman beranda akun aplikasi SKS Mobile milikku. Jika dilihat secara keseluruhan, rupanya orang-orang ini secara bersamaan mengirimkan laporan pelanggaran peraturan atas nama diriku, serta menuliskan begitu banyak komentar pada satu postingan video terbaru yang ketika kuputar … tidak ada yang bisa kulakukan selain menjatuhkan rahang. Bahkan jantung serta paru-paruku seakan berhenti bekerja. Syok. Membuatku tidak bisa berkata-kata. Meski begitu, mataku terus saja menonton sebuah video yang kini sedang terputar di halaman profil SKS Mobile milikku sendiri. Sebuah video berisikan tindakan memalukan yang tidak mungkin pernah akan aku lakukan. 

Tidak. Aku tidak mungkin mabuk, bahkan sampai rela didekati oleh sekumpulan lelaki asing di dalam sebuah bar yang … astaga. Rasa merinding seketika langsung menjalar di sekujur tubuh sewaktu melihat dengan jelas bagaimana mereka memperlakukanku dengan manis dan menjijikan seolah-olah aku adalah wanita penghibur.

“Ngga. Ini ngga benar. Gue ngga pernah lakuin ini,” gumamku menggeleng-gelengkan kepala, mulai panik. Mengecek satu per satu komentar yang seluruhnya berisikan kalimat hujatan, makian, hinaan yang sungguh menyakitkan ketika tertangkap oleh mata. “Oh, please, please, jangan lagi,” pintaku memelas ketika penilaian orang-orang masih terus saja berdatangan. 

Hingga detik ini, video yang tidak kuketahui dari mana datangnya ini telah kembali menyumbang pengurangan hampir 100 poin, yang artinya sudah hampir 1000 akun SKS Mobile melaporkan tindakanku itu dan telah divalidasi oleh validator SKS Mobile. Seumur hidup, aku tidak pernah mendapat laporan serta pengurangan poin sebanyak itu dan aku tidak pernah berharap untuk mendapatkannya.

Aku mengembalikan tampilan layar ponsel pada bagian informasi skor kredit sosial. Angka 762 sudah tertera di sana. Memang masih bisa dikatakan tidak terlalu buruk, karena masih berada di level High, hanya saja … itu bukan skor kredit sosialku. Tidak seharusnya aku memiliki skor kredit sosial di bawah angka 800. Dan pastinya berat sekali mengembalikan skor kredit sosial ke posisi semula. Terlebih menaikkan skor kredit sosial tentunya akan lebih sulit dibanding dengan menurunkan. Lihat saja apa yang baru saja terjadi. Dengan mudahnya skor kredit sosialku turun bak meluncur cepat di wahana roller coaster hanya karena sebuah video yang entah bagaimana bisa ada aku di dalamnya dan terunggah serta tersebar di aplikasi milik sejuta umat. Sebuah video yang tidak mungkin bisa muncul di halaman profil SKS Mobile milikku sendiri, kecuali aku sendiri yang mengunggahnya dengan tujuan untuk mencari poin berdasarkan penilaian orang-orang yang melihat. Lantas, bagaimana caranya video itu terunggah padahal aku sama sekali tidak mengunggahnya?

Aku mencoba fokus berpikir di tengah-tengah isi kepala yang sedang dalam keadaan berantakan. Apa mungkin kemunculan video ini ada kaitannya dengan aku yang tiba-tiba terbangun dalam keadaan pusing di dalam mobil? 

Dengan cekatan aku kembali pada ponsel. Mencoba menghubungi Jamie—pacarku—tapi sayangnya lelaki itu sedang tidak bisa dihubungi. Berganti menghubungi Natasha—manajerku—yang sebenarnya juga telah meninggalkan sekian puluh missed call selagi ponselku mati. Sekian detik menunggu telepon terangkat, tak henti-hentinya aku menggigiti kuku ibu jari diikuti dengan kaki yang bergetar hebat.

“Nat!” pekikku ketika akhirnya telepon terangkat. 

“LO KE MANA AJA, JULIE?!”

Spontan aku menjauhkan ponsel dari telinga. Memang sudah sepantasnya Natasha marah atas apa yang sedang terjadi. Aku tidak bisa memintanya untuk bicara baik-baik.

“Nat, kenapa video itu bisa—”

“Ngga ada waktu buat bahas! Sekarang gue lagi benar-benar kerepotan ngurus semua kontrak kerja lo yang batal!”

Aku bergeming sesaat. “Batal?”

“Iya. Mereka semua minta batal. Mana mau mereka kerja sama sama influencer yang buruk? Apa memangnya yang ada di pikiran lo sampai-sampai ngelakuin hal bodoh kayak gitu?”

“Tapi itu bukan gue!” ujarku berusaha meyakinkan.

“Udah jelas-jelas itu lo, masih ngelak juga?” geram Natasha. “Kalau itu bukan lo, kenapa videonya bisa muncul di profil lo, dimana cuma lo satu-satunya orang yang bisa akses? Coba jawab!”

Jujur, aku sendiri juga tidak tahu jawabannya. Aku hanya tahu satu hal untuk saat ini.

Bahwa hari ini hidupku akan tamat.

***

Aku menunggu kedatangan Natasha dengan teramat tidak tenang. Baru kali ini aku merasa detik demi detik berjalan begitu lama. Ditambah dengan suara-suara notifikasi pada aplikasi SKS Mobile yang terus saja bermunculan—bahkan suara kemunculannya lebih cepat dibanding detik itu sendiri. Alhasil kuambil ponsel yang sengaja kubuang jauh di pinggir sofa, lalu dengan cepat menonaktifkan suara notifikasi tersebut tanpa berniat sedikit pun untuk mengecek seperti apa rupa dari komentar-komentar yang datang. 

"Ini gila. Ini gila. Ini gila.” 

Aku terus menggerutu sembari beberapa kali mengusap kasar wajah dan menepuk-nepuk pipi. Berharap apa yang terjadi detik ini hanyalah mimpi, dimana bertemu serta ditegur oleh drone jelas jauh lebih baik. "Ayo dong bangun, please!"

Pintu utama rumahku mendesis terbuka tepat di saat tepukan kencang mendarat di pipi. Natasha muncul dengan rambut sebahunya yang tampak mengembang ke belakang di kala kakinya melangkah cepat. Aku sigap berdiri. Mendekap erat ponsel di depan dada. Selama bekerja sama dengannya, aku tidak pernah melihat Natasha yang semarah ini. 

"Dengar." Natasha mulai bicara bersamaan dengan handbag yang dilempar ke atas sofa. Dia menarik napas panjang terlebih dahulu dan dihembuskan perlahan. "Gue datang ke sini karena butuh penjelasan yang masuk di akal, bukan untuk dengar kalimat pengelakan kalau itu bukan lo, kalau lo sama sekali ngga tau asal mula video itu, dan bla bla bla bla."

Mulutku terbuka, tapi Natasha sudah lebih dulu mengambil alih kesempatanku untuk bicara.

"Ayo cepat jelasin!" pintanya bernada tinggi. Andai saja dia bukan manajerku, pasti sudah kumaki akibat ketidaksabarannya.

"Ya, tapi memang ngga ada yang bisa gue jelasin, karena gue sendiri ngga tau apa-apa soal video itu, Nat." Aku berkeras.

"Hei, hei, hei!" Natasha menjentikkan jarinya di depan wajahku seolah hendak menyadarkanku dari pembicaraan yang melantur. "Lo dengar gue barusan, kan? Gue butuh penjelasan. Apa pun selain kalimat itu," lanjutnya tetap menagih, sebab tidak terima dengan jawabanku.

Aku mendesah pelan seraya membuang muka. Mau mengelak bagaimanapun, rasa-rasanya Natasha tidak mudah untuk menerima mentah-mentah. Jadi, aku kembali duduk. Membenamkan wajah pada kedua telapak tangan, kemudian mengusapnya pelan hingga ke belakang kepala. 

"Oke," kataku diiringi desahan. "Gue akui kalau yang ada di video itu memang gue."

Pandanganku masih ke depan, alhasil aku tidak melihat bagaimana respons Natasha.

"Nah, baru ngaku lo sekarang? Kenapa bisa lo begitu? Ada masalah apa?" Natasha tak henti-hentinya mendesak.

"Bisa ngga lo dengerin gue dulu?" Wajahku terangkat dan menemukan Natasha berpaling memberengut dengan kedua tangan menyilang di dada. "Gue memang tau yang ada di video itu benar gue, karena … coba lihat pakaian yang gue pakai sekarang." Gerak tanganku mengarahkan pandangan Natasha ke arah tubuhku. "Gue sama sekali belum ganti baju dari semalam, dari waktu gue keluar rumah, lalu masuk ke mobil untuk pergi." 

Natasha masih mengamatiku dengan skeptis.

"Jelas-jelas sama dengan yang ada di video itu, kan?” lanjutku. “Tapi sumpah. Gue ngga pergi ke bar buat minum. Gue cuma mau pergi ke pesta …."

Kalimatku mengambang dan sekelebat ingatan tiba-tiba muncul. Tidak begitu jelas tergambar, tapi sepertinya aku tahu poin-poin pentingnya.

"Gue ingat!" cetusku. Dahi Natasha mengerut. "Lo tau Becca desainer terkenal itu, kan? Semalam gue mau datang ke pestanya dan gue …," aku berusaha lebih keras lagi untuk menggali ingatan, "tapi mobil gue tau-tau mogok di tengah jalan. Lalu gue ingat ada seseorang yang datang, terus gue deketin dia untuk minta tolong, dan …," jalan pikirku menghadapi jalan buntu, "dan setelahnya gue ngga ingat apa pun lagi. Selain pagi tadi tiba-tiba aja bangun tidur di dalam mobil yang udah parkir sembarangan di jalan depan rumah dan bikin gue harus kehilangan poin dari drone sialan itu."

Aku mencoba memastikan lagi bagian yang terlewat. Namun, sungguh tidak ada yang bisa kuingat. Mungkin saja memang butuh waktu untuk memunculkan ingatan yang hilang itu, tapi dilihat dari bagaimana Natasha memandangku, kurasa penjelasan apa adanya barusan tidak terlalu meyakinkannya.

"Jangan bilang kalau lo masih ngga percaya?" Aku bertanya pada Natasha. "Astaga … begini aja deh. Satu hal. Memangnya lo percaya gue berani minum sampai mabuk? Dari sekian banyak orang yang ada di dekat gue, cuma lo yang paling tau gue."

Kedua alis Natasha terangkat tipis. "Yah, mungkin faktanya ngga semuanya gue tau," celetuknya pelan berpaling ke arah lain.

Aku hanya bisa memandang tak percaya. Natasha memang merupakan tipe orang yang ceplas-ceplos ketika berbicara dengan para talent yang berada di bawah naungan manajemennya. Kata-kata yang keluar dari mulutnya baru akan otomatis terangkai dengan baik dan teramat sopan apabila berada di depan media juga para rekan bisnis. Sudah pasti begitu karena sebisa mungkin dia tidak akan melakukan kesalahan sekecil apa pun yang membuat rekan bisnisnya kabur dan mencemarkan nama baik manajemennya. Dan, masalah videoku ini tentunya sudah berhasil membuatnya kebakaran jenggot.

Seriously, Nat? Kalau gitu terserah lo aja,” kataku kesal dan memilih pergi. 

“Hei, lo mau ke mana?”

Kakiku masih terus berjalan. “Gue mau ngurung diri di dalam rumah sampai masalah ini hilang ditelan berita-berita yang lain,” tegasku tanpa melihat ke arahnya.

“Loh ngga bisa gitu dong.” Natasha mendekat dan berhenti. Sengaja mengadang jalanku. "Barusan lo ngaku kalau yang ada di video itu benar lo dan gue pun yakin orang-orang di luar sana juga yakin kalau perempuan yang lagi mabuk dan bertingkah konyol itu adalah lo. Masa iya lo main kabur begitu aja? Apa kata mereka nantinya?"

"Ya, lo manajer gue, Nat. Lo harusnya bantu gue, salah satunya dengan cara percaya sama apa yang gue bilang. Bukannya malah menyudutkan gue begini."

Ponsel tiba-tiba berdering. Aku melirik ponselku yang tampak tidak ada kehidupan, sebelum kusadari Natasha merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel miliknya dari sana.

"Shit," gerutunya usai melihat siapa yang menelepon, tapi dia abaikan. Tidak diterima, juga tidak ditolak. "Kontrak baru lo, yang keuntungannya sangat lumayan," jelasnya yang lebih memberi tekanan pada kata sangat. "Berapa SKS lo sekarang?"

Di tengah-tengah perdebatan panas ini, kenapa Natasha justru bertanya perihal skorku? Jelas sekali itu akan memperburuk suasana.

"Julienne," panggilnya. "Cek berapa SKS lo sekarang?"

Sebenarnya aku tidak berencana mengeluarkan erangan kesal yang kentara, tapi nyatanya aku melakukannya.

Dan tampaknya, skor yang tertera sekarang ini sudah tidak lagi membuatku tercengang seperti di awal. 

"762," jawabku tak bertenaga.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Heavenly Project
321      233     5     
Inspirational
Sakha dan Reina, dua remaja yang tau seperti apa rasanya kehilangan dan ditinggalkan. Kehilangan orang yang dikasihi membuat Sakha paham bahwa ia harus menjaga setiap puing kenangan indah dengan baik. Sementara Reina, ditinggal setiap orang yang menurutnya berhaga, membuat ia mengerti bahwa tidak seharusnya ia menjaga setiap hal dengan baik. Dua orang yang rumit dan saling menyakiti satu sama...
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu
676      327     5     
Humor
Jadi Diri Sendiri Itu Capek, Tapi Lucu Buku ini adalah pelukan hangat sekaligus lelucon internal untuk semua orang yang pernah duduk di pojok kamar, nanya ke diri sendiri: Aku ini siapa, sih? atau lebih parah: Kenapa aku begini banget ya? Lewat 55 bab pendek yang renyah tapi penuh makna, buku ini mengajak kamu untuk tertawa di tengah overthinking, menghela napas saat hidup rasanya terlalu pad...
Katamu
3003      1140     40     
Romance
Cerita bermula dari seorang cewek Jakarta bernama Fulangi Janya yang begitu ceroboh sehingga sering kali melukai dirinya sendiri tanpa sengaja, sering menumpahkan minuman, sering terjatuh, sering terluka karena kecerobohannya sendiri. Saat itu, tahun 2016 Fulangi Janya secara tidak sengaja menubruk seorang cowok jangkung ketika berada di sebuah restoran di Jakarta sebelum dirinya mengambil beasis...
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
45      32     6     
Fantasy
Impian Lily hancur, bahkan sebelum sempat benar-benar dimulai. Adit, tunangannya, pergi. Meninggalkannya dengan janji masa depan Harvard yang kini hanya menjadi coretan hampa di sebuah buku catatan biru tua. Lily mengisolasi diri, tidak menghadiri pemakaman, terkunci dalam duka yang tak terucap. Namun, dalam keheningan yang menyiksa itu, halaman-halaman kosong di jurnalnya mulai berbisik. Tuli...
Nona Tak Terlihat
1737      1104     5     
Short Story
Ada seorang gadis yang selalu sendiri, tak ada teman disampingnya. Keberadaannya tak pernah dihiraukan oleh sekitar. Ia terus menyembunyikan diri dalam keramaian. Usahanya berkali-kali mendekati temannya namun sebanyak itu pula ia gagal. Kesepian dan ksedihan selalu menyelimuti hari-harinya. Nona tak terlihat, itulah sebutan yang melekat untuknya. Dan tak ada satupun yang memahami keinginan dan k...
Premium
Cheossarang (Complete)
12083      1926     3     
Romance
Cinta pertama... Saat kau merasakannya kau tak kan mampu mempercayai degupan jantungmu yang berdegup keras di atas suara peluit kereta api yang memekikkan telinga Kau tak akan mempercayai desiran aliran darahmu yang tiba-tiba berpacu melebihi kecepatan cahaya Kau tak akan mempercayai duniamu yang penuh dengan sesak orang, karena yang terlihat dalam pandanganmu di sana hanyalah dirinya ...
Last Hour of Spring
1511      799     56     
Romance
Kim Hae-Jin, pemuda introvert yang memiliki trauma masa lalu dengan keluarganya tidak sengaja bertemu dengan Song Yoo-Jung, gadis jenius yang berkepribadian sama sepertinya. Tapi ada yang aneh dengan gadis itu. Gadis itu mengidap penyakit yang tak biasa, ALS. Anehnya lagi, ia bertindak seperti orang sehat lainnya. Bahkan gadis itu tidak seperti orang sakit dan memiliki daya juang yang tinggi.
Hematidrosis
389      259     3     
Short Story
Obat yang telah lama aku temukan kini harus aku jauhi, setidaknya aku pernah merasakan jika ada obat lain selain resep dari pihak medis--Igo. Kini aku merasakan bahwa dunia dan segala isinya tak pernah berpihak pada alur hidupku.
GEANDRA
283      229     1     
Romance
Gean, remaja 17 tahun yang tengah memperjuangkan tiga cinta dalam hidupnya. Cinta sang papa yang hilang karena hadirnya wanita ketiga dalam keluarganya. Cinta seorang anak Kiayi tempatnya mencari jati diri. Dan cinta Ilahi yang selama ini dia cari. Dalam masa perjuangan itu, ia harus mendapat beragam tekanan dan gangguan dari orang-orang yang membencinya. Apakah Gean berhasil mencapai tuj...
Life
307      213     1     
Short Story
Kutemukan arti kehidupan melalui kalam-kalam cinta-Mu