"Nyonya Hans seharusnya gak usah ikut kerja, Bu."
Semua karyawan sibuk menyuruhku agar tidak perlu ikut kerja. Hal itu membuatku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa tersenyum menanggapi.
"Iya, nih, Bu. Harusnya istirahat dulu, The Hans Kafe percayakan kepada kami saja," ujar mbak Dewi.
Dewi merupakan karyawan bakery yang pindah ke kafe dan dia pernah menjadi saksi bisu dari kisah yang kelam.
Walaupun sekarang sudah menjadi bagian dari keluarga The Hans, aku merasa harus tetap bekerja, bahkan harus lebih ekstra.
Sekarang hampir semua pelayan kafe ikut membentuk lingkaran di dapur. Pasti ujung-ujungnya mereka akan mengajakku menggibah lagi, seperti kemarin. Namun, melihat kedatangan Bang Randi, kerumunan itu segera bubar.
"Kak Dhira diciptakan untuk kuat dan tegar, ternyata hasilnya jodoh terbaik dari The Hans. Aku kagum sama perjuangan Kak Dhira. Walaupun semuanya sudah direbut, tapi Allah mengganti dengan yang lebih," ujar Laila, yang dikenal paling spiritual. Pernyataannya itu diangguki yang lain.
"Sebenarnya Bang Randi itu romantis, tapi hanya berlaku untuk Kak Dhira saja," kata Nada.
Dia dikenal paling ramah dan selalu cari muka di depan Bang Randi sebelum kami menikah, tetapi hanya dianggap angin lalu.
"Semoga Kak Dhira bahagia selalu, dan kedepannya tetap bisa memajukan kafe ini. Aku yakin Kak Dhira masih punya stok ide untuk mengembangkan kafe ini," ujar Putra.
"Dulu pernah ada yang bilang, sangat disayangkan Kak Dhira hanya jadi karyawan di kafe sebesar ini. Semua ide yang dikembangkan seharusnya bisa untuk membangun usaha sendiri. Nah, sekarang terbukti kalau Kak Dhira mengembangkan ide di kafe sendiri."
Masih banyak lagi celetukan mereka yang terdengar memuji. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Sejak dulu mereka menjadi saksi bisu dari kehidupanku.
"Terima kasih semuanya, doa serta dukungannya. Kalian menjadi alasanku untuk tetap menjadi Dhira yang kalian kenal. Kita harus tetap bekerja sama dan untuk mengembangkan The Hans Kafe. Aku mengandalkan kalian, Teman-teman."
"Kami akan selalu ada untuk The Hans, Kak," ujar mereka serempak.
Aku tersenyum menatap mereka satu per satu. Sampai saat ini aku sangat bersyukur dengan apa yang kumiliki. Allah maha baik untuk orang yang berusaha menjadi lebih baik.
Setelah semuanya dilewati dengan perasaan gusar, marah dan memaksakan ikhlas dan tegar akhirnya Allah memberikan balasan terbaik. Selama ini aku selalu berusaha mencari jati diriku, ternyata aku menemukannya saat ini.
Kerumunan bubar begitu melihat Bang Randi memasuki kafe. Mereka segan jika berurusan langsung dengan Bang Randi karena tatapan tajamnya seolah mampu membungkam mulut. Namun itu dulu, sekarang dia lebih banyak tersenyum dan menyapa pegawai. Bang Randi yang menjadi suamiku adalah jodoh yang Allah kirimkan. Aku sungguh bersyukur memilikinya.
Terimakasih semuanya.
Selesai