Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mesin Waktu Ke Luar Angkasa
MENU
About Us  

“Masak ikan lagi, Dek?” 

Kau tidak bisa menutup matamu dari keluhan bapak mengenai menu lauk yang masih sama sejak hari Senin. Makan malam ialah akhir kegiatanmu setelah mengajar di salah satu sekolah dasar tak jauh dari rumah, kau pula yang memasak pecak ikan mujair sore tadi bersama ibuk, sedang dua kakakmu yang  bekerja, satunya sebagai pegawai bank, dan satunya lagi sebagai pengusaha toko material tak jauh berbeda air mukanya setelah menengok meja makan.  

Padahal bukan hanya ikan, di ujung meja kau juga membuat orek tempe kegemaran orang rumah ditambah sayur lodeh yang tidak pernah bisa ditolak bapak. Namun, entah kenapa hari ini semua wajah tidak semringah seperti ketika lapar hendak ditunaikan. Dirimu merasa tidak enak hati melebihi sesiapa saja sekarang. 

Ibuk senantiasa teduh tak kala menyendokkan nasi dari bakul untuk bapak. Tak ada rasa keberatan barang sedikit pun, meski kau tidak menceritakan perihal pengamen dan tukang ikan itu padanya, ibuk seolah-olah mengerti hal itu jauh berada dalam keputusanmu, dan wanita itu menghargainya. Tidak ada masalah makan mujair tiga hari dengan rasa yang sama. Kau dengannya sama-sama pandai memasak, disulaplah mujair itu menjadi pecak, atau dipesmol atau dibuat kuah asam.  

“Maaf, Pak. Serayu kemarin lagi pingin ikan, mumpung sedang murah juga,” ucapmu berbohong, padahal kau tahu jika berbohong bukan hal baik.  

Bapak berdeham, masih menunggu piring dari ibukmu yang belum lagi selesai ditata dengan lauk-pauk.  Seisi meja masih diam menunggu. Kau ingat betul titah orang-orang jaman dulu, termasuk nenek dan kakekmu yang sudah tiada. Jangan makan, atau jangan mendahului makan ketika yang lebih tua belum selesai melakukannya. Saat kau berumur tujuh belas tahun, kau bertanya pada ibuk. Apa dia senang melayani bapak, ibukmu selalu tersenyum, katanya, “hidup seorang istri hanyalah meladeni suami.”  

“Itu namanya unggah-ungguh, nduk. Apa salahnya mempersilahkan orang yang lebih tua untuk hal makanan. Apalagi makanan dengan jumlah yang cukup, menu yang sama, ibuk nggak akan masak sedikit dan bikin kamu tidak kebagian.” 

“Iya, tapi bukannya bapak bisa mengambil makanan sendiri. Ibuk tidak perlu membantu mengambilkan bapak setiap hari.” 

“Hmm,” kau ingat benar saat itu ibumu bahkan diam saja, sambil tersenyum matanya menerawang jauh mencari jawaban dari pertanyaanmu. “Dulu,” sambung ibuk, “ketika kanjeng nabi sedang beribadah di Goa Hiro untuk menerima wahyu gusti Allah, isterinya Khadijah, jauh-jauh berjalan dari rumahnya hanya untuk mengantarkan kurma dan air, memastikan suaminya tidak kelaparan.” 

“Padahal, urusan dunia bahkan kecil persoalan lapar dan kenyangnya, berada di tangan penciptanya.” 

Kau melengos, ibuk selalu punya jawaban, dan kau selalu kehabisan alasan untuk menerobos lengut matanya yang tidak menampilkan keberatan apa-apa soal patriarki yang dikatakannya bahkan setiap jam.  

“Dunia ini pendek, nak. Jadi jangan terlalu jauh pergi, rumah kita bukan di sini.”  

Ibuk memang spesies berbeda dari generasi setelahnya, ditambah perangai bapak yang mantan abdi dalem itu, cukup membuat keluargamu tunduk akan pitutur orang-orang tua jaman dahulu.  

Seperti biasa, bapakmu berdeham sekali sebelum menginterupsi meja makan menjadi lahan obrolan renyah, kau mendongak menunggunya menelan nasi lantas bapak bicara, “gimana ngajarmu, nduk?” 

Kau kira bapak akan mengeluh rasa sayur lodehnya yang sedikit asin, ternyata bukan. Memang hanya kau yang perlu diperhatikan, dua kakakmu persis sudah ada yang mengurus meski mereka jarang pulang, para cucu bapak hanya tinggal beberapa blok dari rumah.  

“Sedang banyak tugas, Pak. Sebentar lagi ujian akhir semester.” Kemudian bapak mengangguk, melanjutkan suapannya.  

“Bapak punya kenalan untukmu.” 

Apa kau sebaiknya merubah namamu menjadi Siti Nurbaya? Meski seumur hidupmu, bapak tidak akan pernah menaruh kotoran di tangamu, kau tahu betul pilihan bapak musti baik. Kau mahfum, hanya kaulah anaknya yang belum kawin di rumah, bapak seperti masih punya kewajiban mengantarkanmu pada ibadah seumur hidup.  

“Anak kerabat jauh kita,” lanjut bapak karena kau tidak menimpali apa-apa.  

Manut, Pak.” 

Oh, Tuhan, kau berdoa untuk sekali saja bisa merasakan jatuh cinta. Paling tidak kau punya jawaban untuk manusia yang kelak membersamai sisa hidupmu nanti. Siapa pula yang ingin hidup dengan seseorang yang ujung rambutnya saja tak pernah terlintas di mimpi itu. Semut nakal lantas menggerayangi perutmu, kau langsung gelisah tidak tentu, sedikit khawatir tetapi tidak mampu untuk mangkir.  

“Pak,” tegur ibuk dengan mengelus pelan punggung tangannya ketika memergoki liuk wajahmu yang tidak lagi sedap. Hanya sebatas itu, pun ibuk tidak pula memiliki kuasa atas titah suaminya. Semua anak sulungnya dijodohkan, dan terlihat bahagia sampai dua anak dilahirkan oleh mantu pilihannya. Semua itu menjadi patokan bapak untuk tidak lagi segan menuntut anak bungsunya, mengenalkannya dengan banyak pria yang entah apa wujudnya.  

“Umurnya sudah dua puluh lima, sudah siap menikah. Mas-masnya semua menikah saat usia mereka telah matang.” 

Kau menganggap erat sendok, berusaha menelan sisa kunyahan dari mulut yang kian serat meski berkuah. Jika kau diam, maka sepanjang hari, obrolan yang beringsut dari meja makan, ke sofa keluarga hanya akan perihal laki-laki dan pernikahan. Jika boleh muak, kau akan melakukannya, karena kehilangan selera makan saja tidak cukup menutup mulut bapakmu.  

“Serayu sudah punya pilihan sendiri.” Entah bagaimana kalimat itu muncul begitu saja, tanpa tahu penyesalan akan mengekorimu di belakang. Susah payah kau menahan keringat dingin yang kini juga ditatap tegang oleh dua saudara dan ibumu. “Pun, jika bapak mengizinkan. Ayu akan membawanya ke rumah sebelum saudara jauh kita datang.” 

Bunyi sendok garpu di piring bapak lantas bungkam. Tidak, sungguh. Kau tidak sedang menantang bapakmu, hanya sedikit memperjuangkan harga dirimu, dan mungkin sisa cinta yang entah harus diberikan pada siapa nanti, kau hanya ingin memilihnya sendiri, lalu mencintainya sekasih-kasihnya.  

Monggo saja, bawa dia ke rumah. Bapak juga ingin mengenalnya.” 

Begitulah awal mula praktik dilema hidupmu bermula. Siapa yang akan kau bawa ke rumah? Heru, si guru olahraga yang jauh lebih muda darimu itu, paling tidak hanya dia yang melajang di lingkungan terdekatmu, dan apa yang akan kau jadikan dalih? Datanglah ke rumah dan nikahi aku? Oh, hidupmu kan bukan sinema.  

Nggih, Pak.” 

Selepas ashar di pekan akhir, ibuk mengetuk kamarmu. Seperti sudah tahu niat di balik pintu itu, kau sengaja menunda bertemu. Sedikit mencari alasan rasional mengenai lelaki gadungan yang kau ceritakan. “Jadi siapa dia?” mata ibu berbinar, kali ini bukan karena penasaran. Kau amat tahu itu. Kesenangan bisa jadi merajalela di benaknya ketika mengetahui si bungsu sudah jatuh cinta. Barangkali juga ibuk bahagia, karena anaknya tidak perlu kawin dengan pilihan suaminya.  

“Dia manis sekali, Buk. Punya lesung pipi. Kulitnya memang terbakar matahari, tapi bersih dan berkilauan diterpa hujan. Rambutnya tidak berantakan, pasti tampan sekali kalau pakai blankon seperti bapak. Sudah pasti lebih tinggi dariku, dan bicaranya juga lembut.” 

“Apa pekerjaannya?” terang ibukmu tak sabar. 

“Pekerjaannya?” Kau menerawang jauh, tidak terpikir selintas pun mengenai pekerjaan khayalan ini. Kau sudah tidak lagi memungkinkan untuk mencari alasan, jadi, “Pekerjaannya mencuri hatiku,” celotehmu buruk.  

Ibukmu tertawa renyah, “ibuk akan menceritakan ini kepada bapak, nanti.” Lantas perempuan baya itu buru-buru pergi, menjinjing roknya agar langkahnya tepat cepat. Sekarang giliranmu juga pergi, mencari calon suami karanganmu itu. 

Dia, yang hanya terlintas di pandanganmu semasa pagi masih beraroma wangi.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dolphins
616      395     0     
Romance
Tentang empat manusia yang bersembunyi di balik kata persahabatan. Mereka, seperti aku yang suka kamu. Kamu yang suka dia. Dia suka sama itu. Itu suka sama aku. Mereka ... Rega Nicholando yang teramat mencintai sahabatnya, Ida Berliana. Namun, Ida justru menanti cinta Kaisal Lucero. Padahal, sudah sangat jelas bahwa Kaisal mengharapkan Nadyla Fionica untuk berbalik dan membalas cintanya. Sayan...
Aldi. Tujuh Belas. Sasha.
506      290     1     
Short Story
Cinta tak mengenal ruang dan waktu. Itulah yang terjadi kepada Aldi dan Sasha. Mereka yang berbeda alam terikat cinta hingga membuatnya tak ingin saling melepaskan.
TRAUMA
122      107     0     
Romance
"Menurut arti namaku, aku adalah seorang pemenang..akan ku dapatkan hatimu meskipun harus menunggu bertahun lamanya" -Bardy "Pergilah! Jangan buang waktumu pada tanaman Yang sudah layu" -Bellova
UNTAIAN ANGAN-ANGAN
258      228     0     
Romance
“Mimpi ya lo, mau jadian sama cowok ganteng yang dipuja-puja seluruh sekolah gitu?!” Alvi memandangi lantai lapangan. Tangannya gemetaran. Dalam diamnya dia berpikir… “Iya ya… coba aja badan gue kurus kayak dia…” “Coba aja senyum gue manis kayak dia… pasti…” “Kalo muka gue cantik gue mungkin bisa…” Suara pantulan bola basket berbunyi keras di belakangnya. ...
Secangkir Kopi dan Seteguk Kepahitan
574      321     4     
Romance
Tugas, satu kata yang membuatku dekat dengan kopi. Mau tak mau aku harus bergadang semalaman demi menyelesaikan tugas yang bejibun itu. Demi hasil yang maksimal tak tanggung-tanggung Pak Suharjo memberikan ratusan soal dengan puluhan point yang membuatku keriting. Tapi tugas ini tak selamanya buatku bosan, karenanya aku bisa bertemu si dia di perpustakaan. Namanya Raihan, yang membuatku selalu...
Alumni Hati
45      24     0     
Romance
📘 SINOPSIS – Alumni Hati: Suatu Saat Bisa Reuni Kembali Alumni Hati adalah kisah tentang cinta yang pernah tumbuh, tapi tak sempat mekar. Tentang hubungan yang berani dimulai, namun terlalu takut untuk diberi nama. Waktu berjalan, jarak meluas, dan rahasia-rahasia yang dahulu dikubur kini mulai terangkat satu per satu. Di balik pekerjaan, tanggung jawab, dan dunia profesional yang kaku...
Your Moments
9593      2543     0     
Romance
Buku ini adalah kumpulan cerita mini random tentang cinta, yang akan mengajakmu menjelajahi cinta melalui tulisan sederhana, yang cocok dibaca sembari menikmati secangkir kopi di dekat jendelamu. Karena cinta adalah sesuatu yang membuat hidupmu berwarna.
Broken Promises
944      624     5     
Short Story
Janji-janji yang terus diingkari Adam membuat Ava kecewa. Tapi ada satu janji Adam yang tak akan pernah ia ingkari; meninggalkan Ava. Namun saat takdir berkata lain, mampukah ia tetap berpegang pada janjinya?
RANIA
2419      871     1     
Romance
"Aku hanya membiarkan hati ini jatuh, tapi kenapa semua terasa salah?" Rania Laila jatuh cinta kepada William Herodes. Sebanarnya hal yang lumrah seorang wanita menjatuhkan hati kepada seorang pria. Namun perihal perasaan itu menjadi rumit karena kenyataan Liam adalah kekasih kakaknya, Kana. Saat Rania mati-matian membunuh perasaan cinta telarangnya, tiba-tiba Liam seakan membukak...
MERAH
471      332     0     
Short Story
Seluruh warna tertuang di dunia, dan tidak bisa untuk menghindarinya