Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Boy Between the Pages
MENU
About Us  

Langit Pekanbaru masih kelabu ketika Aruna menceritakan semua temuan terakhirnya pada Evan. Mereka bertemu diam-diam di salah satu kafe kecil dekat kampus, jauh dari jangkauan siapa pun yang mungkin menguping. Aruna membuka laptop dan menunjukkan log akses CCTV, surat dari Gilbert, serta potongan rekaman malam hari yang buram.

"Aku yakin ini semua berhubungan, Kak. Sama kejadian empat tahun lalu. Kematian Tante Sandrina bukan kecelakaan biasa," kata Aruna. "Karena, kalau ini nggak berhubungan, kenapa orang tersebut ngunci aku sama Adam di gudang waktu itu padahal nggak akan ada bukti soal penggelapan dana di gudang; hanya bukti tentang kasus Tante Sandrina."

Evan menatap layar laptop dengan kening berkerut. "Kalau surat itu memang dari Gilbert, berarti dia tahu sesuatu sejak lama. Dan sebenarnya siapa Gilbert ini, Na?"

Aruna sedikit merona. "Soal Gilbert... ceritanya panjang banget, Kak. Aku janji bakal cerita ke Kak Evan. Tapi, bisa dibilang Gilbert ini orang yang bisa aku percaya."

Evan mengangguk kecil lalu menarik nafas panjang. "Ini bukan sekadar ancaman iseng. Ini soal uang, aset, dan mungkin... pembunuhan."

"Makanya aku butuh bantuan Kakak. Kita harus selangkah lebih cepat sebelum semuanya disapu bersih."

***

Di Perpustakaan Lentera, atmosfer jadi semakin tegang. Beberapa hari setelah acara makan siang internal yang canggung, berita mengejutkan datang: Mbak Wulan, staf bagian keuangan, keracunan makanan. Katanya, makanan itu awalnya ditujukan untuk Aruna—namanya tertulis di kotak makan itu, tapi Mbak Wulan ingin segera dapat makanan (karena keperluan mendesak ke bank) sebelum semua staff kebagian, dan Aruna setuju saja saat Mbak Wulan minta izin ke gadis itu kalau dia mau makan duluan.

"Kamu yakin makanan itu buat kamu?" tanya Adam saat mereka bertemu diam-diam di belakang rak literasi dewasa.

"Yakin. Tapi Mbak Wulan bilang dia harus segera ke bank, urusan keuangan bulanan yang udah rutin dilakukan. Mbak Wulan yang ambil kotak punyaku."

Adam terdiam. "Ini serius, Na. Kamu harus hati-hati. Jangan ke sini sendirian lagi."

"Aku nggak bisa berhenti sekarang. Ini semua menyangkut Tante Sandrina. Aku nggak bisa pura-pura nggak tahu."

***

Di rumah, suasana juga tidak lebih damai. Ketika ibunya mengetahui Aruna pergi ke Perpustakaan Lentera lagi tanpa izin, amarah wanita itu meledak.

"Kamu pikir kamu siapa? Hanya karena kamu bisa nulis dikit, kamu merasa bebas ngelawan?" suara Mama melengking, tangannya menepis tangan Aruna yang mencoba memberi penjelasan.

"Kamu ikut pelatihan besok. Titik. Kalau kamu nggak datang, jangan harap bisa tinggal di rumah ini," putus Mama.

Aruna menggertakkan gigi. Dadanya terasa sesak. "Aku nggak mau, Ma. Aku tahu apa yang mau aku kerjakan. Bukan ini."

Tamparan itu datang begitu cepat. Aruna terdiam, kepalanya menunduk. Tapi yang lebih menyakitkan bukan tamparannya. Melainkan rasa tidak dianggap. Rasa terjebak. Terkekang oleh ibunya sendiri.

***

Di sela-sela kesibukan katalogisasi buku, Aruna menyusun rencana untuk bisa bicara empat mata dengan Mbak Tantri. Tapi wanita itu selalu tampak sibuk, entah duduk bersama Bu Fitri atau mengawasi staff lain dengan ketegangan yang sulit dijelaskan. Sesekali, pandangan mereka bertemu. Tapi tak pernah ada cukup waktu untuk sekadar mengatakan, "Kita bisa bicara?" Aruna sedih. Padahal, Mbak Tantri adalah orang yang paling dekat dengannya setelah Tante Sandrina tiada.

Aruna kemudian menyibukkan diri di ruang anak. Ia menata buku-buku baru, menyelipkan label warna-warni, dan mencoba melupakan rasa perih di pipinya yang masih berbekas. Pikirannya menerawang pada Tante Sandrina–wanita lembut yang selalu memberinya teh hangat dan pelukan ketika dunia terasa kejam.

"Kalau kamu mau nangis, nangis aja. Dunia terlalu kejam untuk kamu simpan sendiri," begitu kata Tante Sandrina, dulu.

Tapi sekarang, orang yang selalu menjadi tempat pelariannya itu sudah tak ada. Dan semua petunjuk mengarah bahwa kepergian beliau bukan hal wajar.

Sore itu, ketika sebagian staff sudah pulang dan perpustakaan mulai sepi, Aruna kembali ke rak fiksi klasik. Ia rindu surat dari Gilbert. Ada harapan kecil bahwa akan ada lembaran baru yang menunggunya.

Namun, kali ini bukan surat yang membuatnya terdiam.

Adam berdiri di depan rak, membalik-balik halaman buku Anne of Green Gables. Jantung Aruna berdetak cepat saat ia memperhatikan tangan laki-laki itu membuka halaman 212–halaman rahasia Gilbert dan dirinya.

"Kamu..." Aruna bersuara pelan, nyaris tercekat.

Adam menoleh, wajahnya terkejut. "Aruna."

"Kamu Gilbert, ya? Dari dulu? Empat tahun?" tembak Aruna langsung.

Adam menutup bukunya pelan. Ia tak menjawab segera, hanya menatap Aruna lama.

"Aku nggak pernah rencanakan itu. Awalnya cuma iseng, waktu kamu naruh surat pertamamu. Aku penasaran. Terus aku jawab. Dan surat-surat itu... jadi semacam penghubung. Aku tahu kamu kesepian. Aku juga."

"Kenapa kamu nggak bilang?"

Adam menghela nafas. "Karena kamu selalu menganggap Gilbert itu seperti bayangan. Seseorang yang kamu percaya, tapi nggak kamu kenal. Aku takut kalau aku bilang, kamu akan berhenti percaya."

Aruna menatap mata Adam. Emosi bercampur aduk: marah, bingung, lega, sedih. Awalnya, Aruna mengira ia akan merasa tidak nyaman setelah tahu kalau Adam adalah Gilbert. Tapi, yang gadis itu rasakan saat ini adalah rasa lega yang luar biasa. "Jadi kamu memang tahu tentang Tante Sandrina. Pantes kamu semangat menyelidiki ini bareng aku."

Adam mengangguk pelan. "Waktu Tante Sandrina meninggal, aku nggak percaya itu kecelakaan, karena empat tahun yang lalu aku sempat lihat beliau. Sama seorang pria. Tapi aku cuma bocah ingusan. Nggak ada yang dengerin aku. Jadi aku cari cara lain untuk menebus rasa bersalah yang ada di dalam diri aku. Terus, aku tahu kalau Tante Sandrina adalah orang yang berharga buat kamu. Aku putuskan ini adalah hal yang tepat, untuk tetap dekat sama kamu. Ngelindungin kamu," kata Adam lembut.

Air mata Aruna menetes tanpa ia sadari. Semua kepercayaan, semua surat, semua nasihat yang ia anggap berasal dari orang asing ternyata datang dari orang yang berdiri di hadapannya. Cowok konyol yang menganggap Aruna adalah saingannya. 

"Kamu satu-satunya yang bikin aku kuat selama ini," bisik Aruna.

Adam tersenyum tipis. "Dan kamu satu-satunya alasan kenapa aku kembali lagi ke tempat ini."

Aruna ikut tersenyum. Namun, gadis itu juga melangkahkan kakinya ke hadapan Adam. Adam menatapnya bingung, lalu meringis saat Aruna melayangkan bogem mentah ke perut cowok itu. 

"Aw, sakit, Na," protes Adam. "Tinju yang selalu kamu sebut di surat," Adam terkekeh walaupun masih meringis. 

"Oke. I deserve it." Adam masih memegang perutnya. "Apa kamu... masih marah, Na?" Aruna perlahan tersenyum. Adam juga ikut tersenyum bersama gadis itu.

Hening sejenak. Di antara rak buku yang sunyi, dunia mereka serasa terhenti. Tapi di balik ketenangan itu, mereka tahu–apa yang sedang mereka hadapi jauh lebih besar dari perasaan.

Malam itu, Aruna menuliskan semuanya di laptopnya. Kali ini, tanpa menyimpan. Ia mencetak satu salinan, memasukkannya ke map merah, dan menulis satu nama di depannya:

UNTUK MBAK TANTRI.

Esoknya, ia akan mencari cara. Tidak peduli seberapa sulit. Karena kebenaran harus ditemukan. Dan mungkin, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Aruna tidak takut lagi.

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dear Diary
641      429     1     
Short Story
Barangkali jika siang itu aku tidak membongkar isi lemariku yang penuh buku dan tumpukan berkas berdebu, aku tidak akan pernah menemukan buku itu. Dan perjalanan kembali ke masa lalu ini tidak akan pernah terjadi. Dear diary, Aku, Tara Aulia Maharani umur 25 tahun, bersedia melakukan perjalanan lintas waktu ini.
Sendiri diantara kita
926      570     3     
Inspirational
Sendiri di Antara Kita Arien tak pernah benar-benar pergi. Tapi suatu hari, ia bangun dan tak lagi mengingat siapa yang pernah memanggilnya sahabat. Sebelum itu, mereka berlima adalah lingkaran kecil yang sempurna atau setidaknya terlihat begitu dari luar. Di antara canda, luka kecil disimpan. Di balik tawa, ada satu yang mulai merasa sendiri. Lalu satu kejadian mengubah segalanya. Seke...
Metanoia
46      39     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
Can You Hear My Heart?
450      270     11     
Romance
Pertemuan Kara dengan gadis remaja bernama Cinta di rumah sakit, berhasil mengulik masa lalu Kara sewaktu SMA. Jordan mungkin yang datang pertama membawa selaksa rasa yang entah pantas disebut cinta atau tidak? Tapi Trein membuatnya mengenal lebih dalam makna cinta dan persahabatan. Lebih baik mencintai atau dicintai? Kehidupan Kara yang masih belia menjadi bergejolak saat mengenal ras...
Meteor Lyrid
538      375     1     
Romance
Hujan turun begitu derasnya malam itu. Dengan sisa debu angkasa malam, orang mungkin merasa takjub melihat indahnya meteor yang menari diatas sana. Terang namun samar karna jaraknya. Tapi bagiku, menemukanmu, seperti mencari meteor dalam konstelasi yang tak nyata.
Lady Cyber (Sang Pengintai)
2457      962     8     
Mystery
Setiap manusia, pasti memiliki masa lalu. Entah itu indah, atau pun suram. Seperti dalam kisah Lady Cyber ini. Mengisahkan tentang seorang wanita bernama Rere Sitagari, yang berjuang demi menghapus masa lalunya yang suram. Dibalut misteri, romansa, dan ketegangan dalam pencarian para pembantai keluarganya. Setingan hanya sekedar fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama, peristiwa, karakter, atau s...
To The Girl I Love Next
404      283     0     
Romance
Cinta pertamamu mungkin luar biasa dan tidak akan terlupakan, tetapi orang selanjutnya yang membuatmu jatuh cinta jauh lebih hebat dan perlu kamu beri tepuk tangan. Karena ia bisa membuatmu percaya lagi pada yang namanya cinta, dan menghapus semua luka yang kamu pikir tidak akan pulih selamanya.
Diary of Rana
184      156     1     
Fan Fiction
“Broken home isn’t broken kids.” Kalimat itulah yang akhirnya mengubah hidup Nara, seorang remaja SMA yang tumbuh di tengah kehancuran rumah tangga orang tuanya. Tiap malam, ia harus mendengar teriakan dan pecahan benda-benda di dalam rumah yang dulu terasa hangat. Tak ada tempat aman selain sebuah buku diary yang ia jadikan tempat untuk melarikan segala rasa: kecewa, takut, marah. Hidu...
Good Art of Playing Feeling
404      298     1     
Short Story
Perkenalan York, seorang ahli farmasi Universitas Johns Hopskins, dengan Darren, seorang calon pewaris perusahaan internasional berbasis di Hongkong, membuka sebuah kisah cinta baru. Tanpa sepengetahuan Darren, York mempunyai sebuah ikrar setia yang diucapkan di depan mendiang ayahnya ketika masih hidup, yang akan menyeret Darren ke dalam nasib buruk. Bagaimana seharusnya mereka menjalin cinta...
Black Envelope
367      253     1     
Mystery
Berawal dari kecelakaan sepuluh tahun silam. Menyeret sembilan orang yang saling berkaitan untuk membayarkan apa yang mereka perbuatan. Nyawa, dendam, air mata, pengorbanan dan kekecewaan harus mereka bayar lunas.