Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Boy Between the Pages
MENU
About Us  

Januari 2025, masa sekarang...

Hal terakhir yang Aruna harapkan di Perpustakaan Lentera adalah bertemu Adam, musuh bebuyutannya–terlebih lagi bersama Calista, dara Pekanbaru* (sekaligus gadis dari kelas lain di kampus) yang suaranya bisa membuat kaca retak.

Aruna tengah mendorong troli berisi buku-buku yang hendak ia susun di bagian rak non-fiksi saat mendengar suara cekikikan seorang gadis dari arah rak fiksi. Aruna melihat sekelilingnya. Sudah jam dua siang, dan walaupun hari Jum’at, sedang tidak banyak pengunjung di Perpustakaan Lentera hari ini. Namun, tetap saja suara yang terlalu besar sama sekali tidak etis di perpustakaan sekalipun tempat ini kosong melompong.

“Maaf, suara yang terlalu besar tidak diizinkan di sini. Mohon pelan kan suara Anda,” tegur Aruna sopan tapi tegas. Calista merengut tidak suka. Adam melirik Aruna terkejut. Barangkali cowok itu kaget tiba-tiba Aruna ada di sini.

Raut terkejutnya berubah menjadi kerling jail. “Lihat siapa ini.” Aruna menaikkan sebelah alisnya dan bersedekap.

Adam berjalan mendekati Aruna, seolah melupakan Calista di sebelahnya. Cowok itu bersedekap dan bersandar di rak buku. “Aku tau kamu kutu buku, maksudku, aku kan juga gitu. Cuma aku nggak nyangka kalau kamu benar-benar dikelilingi buku.”

Aruna menaikkan alis mata, keheranan. Adam menunjuk kalung tanda pengenal di leher Aruna. “Cuma staff yang kerja di sini yang pakai itu.”

Gadis itu paham maksud Adam. “Nah, udah jelas, kan? Kalau gitu tolong kasih tau pacar kamu peraturan tidak tertulis di perpustakaan.”

First of all, kami nggak pacaran,” jawab Adam enteng yang langsung mendapat tatapan garang dari Calista selama sepersekian detik.

Calista berdeham. “Iya. Kami nggak pacaran. Cuma mau ngerjain tugas bareng.” Seakan Aruna peduli dengan apa pun status mereka. “Dan kenapa kamu ketus banget, sih? Nggak ada orang di sini selain kami dan staff, nggak usah ketat banget dong,” gerutu Calista.

“Ada atau nggak ada orang, peraturan tetap berlaku,” kata Aruna, lalu berlalu meninggalkan Calista yang wajahnya merah padam dan Adam yang terlihat seakan nyaris tersenyum. Aruna melewati Adam dengan tatapan garang, sementara cowok itu hanya mengedip senang.

Aruna sudah menyusun buku-buku selama beberapa saat. Suara Calista tidak terdengar lagi.

“Nah, di sini kamu rupanya.” Aruna sedikit terlonjak. Adam muncul dari balik rak dengan cengiran jailnya. Aruna tidak membalas.

“Sama sekali nggak nyangka kalau kamu bakal jadi pustakawan. Moonlighted as a librarian.”**

Aruna mengalihkan tatapannya dari rak dan menatap lurus ke arah Adam. “Ya, supaya aku bisa memarahi cowok dan pacarnya yang berisik.”

“Padahal aku mencari kedamaian, lho, di sini,” katanya dengan raut wajah terluka yang dibuat-buat. “Dan, Calista bukan pacarku. Udah kubilang tadi.” Aruna sedikit melihat ke belakang cowok itu. “Calista udah aku suruh pulang.” Jelas Adam sambil meraih salah satu buku dari troli.

“Kenapa kamu nggak ikutan pulang juga?” tanya Aruna. Adam tergelak, lalu ia meletakkan buku tadi di rak.

“Kamu benar-benar nggak suka, ya, kalau aku di sini?” Adam geleng-geleng kepala, tapi ia tertawa.

“Pakai nanya, lagi,” cibir Aruna pelan. “Kamu taruh buku sembarangan.” Aruna mengambil buku yang diletakkan sembarangan oleh Adam barusan. “Dan dalam ilmu pustakawan, ini adalah kejahatan.”

Adam menyeringai. “Mungkin. Mungkin aku sengaja. Supaya aku bisa lihat kamu perbaiki letaknya. Kamu lucu kalau lagi marah-marah.”

Aruna bergidik. “Kamu bahkan udah terang-terangan ganggu aku.”

“Iya, dong. Di mana serunya kalau aku nggak ganggu kamu?” Aruna cemberut.

“Aruna, tolong bawa Mbak ini ke rak buku fisika,” panggil Mbak Tantri, salah satu staff Perpustakaan Lentera.

“Awas kamu,” seru Aruna garang, tapi masih dengan suara pelan. Adam terkekeh pelan.

“Aku juga mau pulang, kok. Hari ini jadi lebih baik setelah aku ganggu kamu.” Aruna cemberut lagi. Adam mengedipkan sebelah matanya pada Aruna dan berlalu, sempat menyapa Mbak Tantri di perjalanannya menuju pintu keluar.

Setelah Aruna menunjukkan rak buku-buku fisika pada pengunjung tadi, Mbak Tantri menghampiri Aruna. “Cowok tadi pacar kamu, Na?” Sesaat Aruna tidak mengerti, lalu ia ingat yang dimaksud Mbak Tantri pasti adalah Adam.

Aruna mendengus pelan. “Bukan, ah, Mbak. Orang nyebelin gitu.”

Mbak Tantri menatapnya sambil tersenyum penuh arti. Aruna mendesah. “Serius, bukan, Mbak.”

“Padahal seganteng itu, lho,” kata Mbak Tantri dengan tatapan menggoda. “Kalau seumuran aku, udah aku sikat, Na.” Mbak Tantri tertawa. Mbak Tantri sudah berusia akhir dua puluhan, tapi masih sangat cantik, seperti awal usia dua puluhan. Mbak Tantri punya pacar, tapi dari beberapa cerita, sepertinya pacar Mbak Tantri rada red flag yang membuat Aruna menebak-nebak alasan Mbak Tantri belum menikah ya karena pacarnya tersebut. Tapi lagi-lagi, itu bukan urusan Aruna.

Dan, Aruna tidak pernah melihat Adam dari segi fisik. Selama ini, Aruna hanya fokus pada sifat tengil cowok itu.

Aruna dan Adam adalah teman sekelas (walaupun Aruna lebih suka dengan istilah rekan sekelas, ketimbang teman) di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bahasa Inggris di salah satu universitas swasta di kota Pekanbaru. Baru satu semester bersama, hari keduanya selalu diisi dengan rasa kompetitif yang besar. Sebenarnya, Adam yang sering mengganggu Aruna soal hal ini. Keduanya mahasiswa cerdas dan memperoleh IPK yang sama, yakni 3,90. Adam adalah mahasiswa yang menggebu-gebu dan bersemangat, sedangkan Aruna, walaupun aktif di kelas, sebenarnya gadis itu lebih banyak diam setelah pembelajaran berakhir.

Adam suka mengganggu Aruna bahkan di luar kelas, contohnya hari ini. Di kampus, cowok itu yang menyenggol topik percakapan siapa yang paling menarik, sampai alat peraga pembelajaran siapa yang paling bagus. Seringkali, jiwa kompetitif Aruna ikut tersentil dan gadis itu berupaya agar ia lebih baik dari Adam.

Akibatnya, Aruna hanya mengingat sifat tengil cowok itu. Tetapi karena Mbak Tantri menyenggol fisik Adam, Aruna mau tak mau menelaah kembali fisik Adam.

Adam adalah cowok yang tergolong tinggi untuk ukuran cowok Indonesia; tinggi cowok itu 180cm. Wajahnya memang tampan, dengan rahang tajam yang semakin jelas saat cowok itu tersenyum jail, Adam memang mirip cowok-cowok di drama Turki yang pernah digemari mamanya. Wajar saja, soalnya ibu Adam merupakan orang Turki tulen. Dan informasi ini Aruna peroleh bukan karena gadis itu kepo atau bagaimana, tapi memang cowok itu sendiri yang bilang waktu sesi perkenalan semasa OSPEK.***

“Yah, memang ganteng, sih,” kata Aruna datar. Mbak Tantri langsung heboh. “Tuh, kan.”

“Tapi sifatnya bikin fisiknya nggak kelihatan ganteng lagi, Mbak,” sahut Aruna membela diri. “Dia gangguin aku terus.”

Mata Mbak Tantri membulat. “Oh, jadi cowok yang suka jailin kamu di kampus itu Adam, ya?” Aruna mengangguk. Gadis itu paling dekat dengan Mbak Tantri, dan sesekali Aruna mengeluh soal kejailan Adam yang tidak ada habisnya.

“Bukannya dia suka sama kamu, ya?” goda Mbak Tantri.

Aruna bergidik. “Jangan ngasal, Mbak. Masa kalau suka diledekin terus.” Aruna mendengus.

“Jadi menurut kamu dia nggak suka, ya, sama kamu?”

“Ya nggak lah, Mbak. Udah ah, aku mau beresin buku lagi, mumpung sepi.”

Mbak Tantri tertawa geli. “Eh, nggak usah, Na. Udah cukup untuk hari ini. Kamu lanjut aja.” Mbak Tantri mengedip. “Sisanya biar Mbak susun.”

Senyum Aruna mengembang. “Lanjut” adalah kode dari Mbak Tantri agar Aruna melanjutkan ilustrasi dari buku anak yang sedang gadis itu tulis.

“Makasih, Mbak,” sahut Aruna ceria. Gadis itu mengambil tas bahu berukuran sedang berisi tablet yang ia gunakan untuk menggambar, dan menyampirkannya ke bahu. Aruna berjalan terus ke ujung Perpustakaan Lentera, lalu berbelok ke sudut yang dihiasi kaca yang menghadap ke pusat kota Pekanbaru. Lokasinya yang tersudut membuat Aruna nyaman tanpa dipergoki staff lain. Walaupun Aruna hanya bekerja paruh waktu di sini, mengerjakan hal lain selain dari deskripsi pekerjaan membuat Aruna merasa tidak enak. Padahal staff lain sudah bilang tidak apa-apa, dan berkata Aruna boleh mengerjakan bukunya dengan nyaman di mana saja. Karena gadis itu sangat rajin dan hampir seluruh staff di sini mengenal Aruna dengan baik.

***

Keluarga Aruna tinggal di sebuah perumahan di belakang Perpustakaan Lentera. Karena terletak di pusat kota, harga tanahnya lebih mahal, jadi rumah-rumah di sana lebih kecil dan halamannya lebih sempit.

Aruna adalah anak bungsu dan ia memiliki seorang kakak perempuan. Sedari kecil, Aruna selalu menjadi gadis pemalu dan pendiam. Kendati begitu, Aruna suka duduk-duduk di halaman terbuka untuk membaca buku. Namun, halaman rumahnya sempit dan sudah diisi oleh tempat jemuran mamanya. Papa yang mengetahui Aruna hobi membaca, membawa gadis itu ke Perpustakaan Lentera di akhir pekan. Di sana ada halaman dan gazebo yang disediakan untuk membaca. Di bagian dalam pun, tempat membacanya luas dan nyaman. Tidak hanya di akhir pekan, Aruna mulai berkunjung ke perpustakaan setelah ia pulang sekolah untuk mengerjakan PR atau sekadar membaca. Alina, kakaknya, tidak suka membaca, sementara mama Aruna mulai sering mengeluh kalau Aruna sering ke perpustakaan. Karena papanya bekerja di luar kota dan tidak bisa selalu menemani Aruna, akhirnya beliau menitipkan Aruna pada Tante Fitri, tetangga satu komplek yang bekerja di sana. Saking seringnya ke sana, semua staff Perpustakaan Lentera hafal pada Aruna.

Aruna memasang earpod berwarna merah muda di telinganya, dan membuka tablet. Jemarinya langsung bergerak dengan lincah, menggambar ilustrasi seorang gadis cilik dan kucing peliharaan si gadis yang dapat berbicara. Aruna tersenyum kecil.

Fina, mama Aruna, sudah sakit-sakitan semenjak wanita itu masih muda. Mama Aruna hanya ingin memiliki seorang anak. Setelah Alina lahir, Fina memutuskan untuk tidak memiliki anak lagi. Namun, Tuhan memberinya Aruna. Mama Aruna jadi sering menyalahkan Aruna karena hadir di dunia ini. Ditambah, papa Aruna berkeras untuk mempertahankan Aruna. Akibatnya, mama Aruna menjadi keras pada gadis itu. Aruna harus selalu menurut padanya. Semua harus sesuai standar mamanya. Aruna harus selalu meraih ranking tiga besar—bahkan harus mendapat juara satu. Semua semakin memburuk menjelang Aruna tamat SMA.

Karena jarak umurnya yang jauh dengan Alina, Aruna dibayangi oleh kakaknya yang berhasil masuk fakultas kedokteran di universitas di pulau Jawa. Kesepian dan rasa tertekan membawa Aruna jauh ke dalam dunia fiksi dan buku-buku yang ia baca.

Buku adalah dunia Aruna. Gadis itu tidak masalah kalau dia tidak dibelikan benda-benda yang mahal, asal ada buku di tangannya. Menggambar dan menulis adalah hal-hal yang Aruna lakukan untuk mengekspresikan dirinya, karena, di dunia nyata, suaranya seringkali tidak didengar. Warna-warni serta kata-kata yang dapat menggugah empati dan emosi seseorang yang disalurkan oleh buku, dipercaya oleh Aruna bisa membuat hari seseorang menjadi lebih baik. Sebagaimana buku-buku yang telah ia baca selama ini. Tidak masalah kalau mamanya memarahi–bahkan kadang sampai memukul–Aruna karena tidak berhasil mencapai ekspektasi mamanya, asal ada buku di dekatnya, Aruna bisa menghadapi semuanya.

Mama Aruna yang uring-uringan dan jadi tidak pernah menemani gadis itu ke perpustakaan saat Aruna masih kecil juga menguntungkan gadis itu. Setelah belajar dan membuat PR, Aruna akan membaca buku yang ada di sana. Buku pertama yang ia baca di sana adalah Anne of Green Gables. Dan itu menjadi salah satu buku favoritnya sepanjang masa.

Hari berganti hari. Banyak tahun berlalu. Aruna yang waktu itu duduk di kelas delapan, dipukul oleh mamanya di lengan setelah gadis itu berkata pada mamanya kalau ia ingin menjadi penulis buku anak-anak. Ada lebam jelek berwarna ungu di lengan Aruna. Gadis itu menarik kardigan berwarna merah muda dan menyarungkannya; menutupi lebam tersebut. Diam-diam, Aruna mengambil payung dan berjalan ke Perpustakaan Lentera ditemani hujan rintik-rintik. Air matanya sudah kering, sakit di lengannya sudah tidak terasa, tapi luka di hatinya masih menganga.

Kala itu sudah pukul empat sore. Waktunya perpustakaan tutup. Tante Fitri yang melihat Aruna, merasa ada sesuatu yang tidak beres. Aruna yang ditanya diam saja. Tante Fitri memutuskan untuk menutup perpustakaan setengah jam lebih lama. Aruna mengucapkan terima kasih.

Aruna refleks meraih Anne of Green Gables. Saat ia sedih, kisah Anne selalu bisa membuatnya terhibur.

Setetes air mata membasahi halaman buku. Aruna menggosok matanya. Ia terdiam sebentar sebelum mengambil buku saku kecil yang selalu ada di saku kardigan dan mencurahkan isi hatinya di sana.

Untuk... siapa saja yang membaca ini.

Kalau kamu masih membaca tulisan ini, mungkin dunia terasa sedikit lebih baik hari ini. Tidak terlalu sepi.

Aku melarikan diri dari badai yang berupa caci-maki dan pukulan di lengan. Bersama Anne, dunianya terasa lebih aman. Aku ingin percaya kalau masih ada orang baik di dunia ini. Mungkin juga, kesempatan kedua.

Aku bahkan nggak tahu kenapa aku menulis ini. Mungkin sebagai sebuah pengingat bahwa ada orang lain yang baik hati di sana. Yang mencari secercah perlindungan di balik lembar buku. Yang paham bahwa buku tak hanya berisi kertas dan tinta, tapi juga tempat berlindung. Oase. Dan juga... bahwa kata-kata dari orang yang tepat di saat yang tepat terasa hangat seperti sinar mentari di pagi hari.

Aku harap (siapa pun kamu) baik-baik saja.

-Anne (bukan nama sebenarnya)

Catatan: kalau kamu mau balas surat ini, letakkan di halaman 212. Entah kenapa, aku suka nomor itu.

Lalu ia meletakkan kertas itu secara asal di halaman 212 buku Anne of Green Gables.

Keesokan harinya, Aruna yang masih murung berniat melanjutkan membaca buku karangan Lucy Maud Montgomery tersebut.

Alangkah terkejutnya ia saat ada kertas baru dengan tulisan tangan yang berbeda di dalamnya. Di halaman 212. Jantung Aruna berdegup kencang. Ia mengambil kertas tersebut dan membaca di dalam hati. Di bagian paling bawah, tertulis:

-Gilbert (bukan nama sebenarnya, cuma cowok SMP biasa)

* Bujang Dara kota Pekanbaru adalah representatif pemuda pemudi yang mempromosikan pariwisata kota Pekanbaru sekaligus melestarikan kebudayaannya.

** Memiliki pekerjaan sampingan sebagai pustakawan.

*** Masa Orientasi di universitas

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Langit Jingga
2768      976     4     
Romance
"Aku benci senja. Ia menyadarkanku akan kebohongan yang mengakar dalam yakin, rusak semua. Kini bagiku, cinta hanyalah bualan semata." - Nurlyra Annisa -
Story of April
2483      890     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
1 Kisah 4 Cinta 2 Dunia
25771      3421     3     
Romance
Fina adalah seorang wanita yang masih berstatus Mahasiswi di sebuah perguruan tinggi. Ia adalah wanita yang selalu ceria. Beberapa tahun yang lalu ia mempunyai seorang kekasih yang bernama Raihan namun mereka harus berpisah bukan karena adanya orang ketiga namun karena maut yang memisahkan. Sementara itu sorang pria yang bernama Firman juga harus merasakan hal yang sama, ia kehilangan seoarang is...
Diskusi Rasa
1127      664     3     
Short Story
Setiap orang berhak merindu. Tetapi jangan sampai kau merindu pada orang yang salah.
Segaris Cerita
527      290     3     
Short Story
Setiap Raga melihat seorang perempuan menangis dan menatap atau mengajaknya berbicara secara bersamaan, saat itu ia akan tau kehidupannya. Seorang gadis kecil yang dahulu sempat koma bertahun-tahun hidup kembali atas mukjizat yang luar biasa, namun ada yang beda dari dirinya bahwa pembunuhan yang terjadi dengannya meninggalkan bekas luka pada pergelangan tangan kiri yang baginya ajaib. Saat s...
Shut Up, I'm a Princess
966      560     1     
Romance
Sesuai namanya, Putri hidup seperti seorang Putri. Sempurna adalah kata yang tepat untuk menggambarkan kehidupan Putri. Hidup bergelimang harta, pacar ganteng luar biasa, dan hangout bareng teman sosialita. Sayangnya Putri tidak punya perangai yang baik. Seseorang harus mengajarinya tata krama dan bagaimana cara untuk tidak menyakiti orang lain. Hanya ada satu orang yang bisa melakukannya...
Yakini Hatiku
22      17     1     
Romance
Setelah kecelakaan yang menimpa Fathur dan dinyatakan mengidap amnesia pasca trauma, Fathur mulai mencoba untuk mengingat segala hal seperti semula. Dalam proses mengingatnya, Fathur yang kembali mengajar di pesantren Al-Ikhlas... hatinya tertambat oleh rasa kagum terhadap putri dari pemilik pesantren tersebut yang bernama Tsania. Namun, Tsania begitu membenci Fathur karena suatu alasan dan...
Night Stalkers (Segera Terbit)
614      504     4     
Horror
Ketika kematian misterius mulai menghantui sekolah di desa terpencil, Askara dan teman-temannya terjebak dalam serangkaian kejadian yang semakin tak masuk akal. Dimulai dari Anita, sahabat mereka yang tiba-tiba meninggal setelah mengalami kejang aneh, hingga Ifal yang jatuh pingsan dengan kondisi serupa. Mitos tentang kutukan mulai beredar, membuat ketakutan merajalela. Namun, Askara tidak per...
Arsya (The lost Memory)
699      523     1     
Mystery
"Aku adalah buku dengan halaman yang hilang. Cerita yang tercerai. Dan ironisnya, aku lebih paham dunia ini daripada diriku sendiri." Arsya bangun di rumah sakit tanpa ingatanhanya mimpi tentang seorang wanita yang memanggilnya "Anakku" dan pesan samar untuk mencari kakeknya. Tapi anehnya, ia bisa mendengar isi kepala semua orang termasuk suara yang ingin menghabisinya. Dunia orang dewasa t...
Why Joe
1278      658     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...