Loading...
Logo TinLit
Read Story - Reandra
MENU
About Us  

Andra tiba-tiba terbangun di jam tiga sore ia teringat belum memberikan surat kepada Kala tetangga sebelahnya yang merupakan teman sebangkunya juga. Patut diingat meskipun mereka teman sebangku, mereka sangat jarang berbicara sebab Kala tergolong gadis yang paling kalem di kelas.

Dengan tubuh yang masih lemas dan kepala yang masih pusing. andra berdiri mengambil jaket hoodie yang ia gantung di belakang lemari. Mengambil surat dari Bu Loli untuk diberikan pada Kala di dalam tas sekolah. Selepas itu Andra turun dari ranjang meneguk sedikit air mineral supaya ada seceecah tenaga untuk tubuhnya.

Tingtong...

Andra menekan bel rumah Kala suasana di sana terlihat sepi. Namun, ia tak mengurungkan niat Andra mengantar surat untuk Kala.

Tingtong...

Suara bel rumah itu kembali terdengar. Kali ini, lebih keras dan lebih memaksa. Kala, yang sebelumnya sudah bersiap-siap untuk tidur di sofa, hanya bisa mendengus kesal. Tidur sore itu sudah menjadi rutinitasnya, dan bel rumah yang berbunyi dua kali membuatnya terpaksa bangun. Rasa kantuk yang semula menenangkan tubuhnya tiba-tiba lenyap. Rasa pusing menggantikan, dan kepalanya mulai berputar.

Ia terdiam sesaat, menstabilkan tubuh agar tidak jatuh akibat darah rendah yang sering ia derita. Setelah beberapa detik, rasa pusing itu mulai berkurang. Dengan terpaksa, Kala bangkit dari sofa dan menuju pintu rumah.

Dia menghela napas kasar, kemudian membuka pintu dan berjalan menuju pagar rumah. Saat itu, seorang pria sudah berdiri di sana, di depan pintu rumahnya. Kala hampir tidak mengenalinya pada awalnya, tapi ketika pria itu berbalik, ia mengenali wajah itu.

"Lho? Andra? Ada apa?" Kala bertanya dengan heran, sambil menaikkan sebelah alis.

Andra tidak langsung menjawab. Sebagai gantinya, ia membuka ranselnya dan mengeluarkan sebuah map yang kemudian diberikan pada Kala.

"Apa ini, Andra?" Kala bertanya, sedikit bingung.

Andra hanya mengangkat kedua bahunya, seperti tak tahu apa yang sedang terjadi. "Buka aja."

Kala masih ragu, tapi akhirnya ia membuka map itu. Di dalamnya ada sebuah formulir dengan tulisan "OLIPS" atau Olimpiade IPS di bagian atas.

"Ini maksudnya apa, Andra?" tanya Kala, matanya tetap terpaku pada kertas yang ada di tangannya.

Andra mengangkat bahunya lagi, kali ini lebih santai. "Gak tahu. Bu Loli nyuruh gue pas gue mau pulang buat ngasih itu ke lo."

Kala merenung sejenak, mencoba mencerna ucapan Andra. Ia masih merasa ada yang aneh, tapi belum bisa menemukan jawabannya.

"Ini kamu yakin disuruh kasih ini ke aku? Gak salah orang?"

Andra menatapnya dengan serius. "Enggak."

Kala terdiam, menatap formulir itu lagi, memikirkan kemungkinan yang ada. “Nama lo Anikala kan? Dan setau gue, nama Anikala ya lo doang."

Kala hanya bisa mengangguk. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi.

Andra kembali bergerak, memutar tubuhnya untuk berbalik arah. "Ada lagi yang mau lo tanyain? Kalo nggak, gue balik tidur di rumah." Ia sudah siap pergi, tapi langkahnya terhenti.

"Oh iya, kata Bu Loli, formulirnya besok harus udah dikasih." Andra menambahkan, lalu tanpa menunggu balasan, melambaikan tangan.

"Ya udah, gue pamit, Kal. Bye."

"Eh—"

"Tunggu Andra!"

"Ada titipan dari Bunda buat kamu!"

Andra menghentikan langkah kaki saat mendengar perkataan Kala. Cewek itu berlari kecil ke dalam rumah mengambil sebuah toples kecil yang entah berisi roti. Karena yang Andra tahu. Bundanya Kala gemar membuat kue.

"Ini. Dimakan ya. Dari Bunda!" ucap Kala bersemangat.

Andra menerima pemberian dari Kala dengan senang hati. Akhirnya ia bisa memilki makanan.  Gara-gara Cakka mengambil uang tabungannya sekarang ia tak memiliki uang pegangan sepeserpun.

"Masih ya, Kal." Andra tersenyum senang disambut dengan senyuman Kala.

"Ya udah gua pamit ya!"

Kala menatap punggung Andra yang semakin menjauh, masih kebingungan dengan semua yang baru saja terjadi. Ia memegang map itu lebih erat, berpikir sejenak, dan akhirnya menghembuskan napas panjang. Sementara itu, perasaan bingung dan penasaran mulai menggerogoti dirinya.

***


Suara telepon yang berdering nyaring membuat Andra terbangun dari tidur nya yang lrlap. Matanya masih terasa berat dan ia berusaha mencari keberadaan ponsel dengan meraba-raba ponsel yang tergeletak di samping meja tempat tidur. Begitu Andra mengangkat telepon, terdengar suara Bu Loli—wali kelasnya di ujung sana.

"Andra!"

"Kemana lagi kamu? Hari ini gak masuk?!"

Andra terkejut mendengar perkataan Bu Loli perlahan ia melirik jam dinding kamar yang sudah menunjukkan pukul sembilan. Ia mengucek mata dan mencoba mengingat kejadian semalam. Tetapi ingatannya terasa kabur.

Dalam kebingungannya Andra berdiri hendak pergi ke dapur dan saat itu ia menginjak bungkusan roti. Pikiran Andra langsung teringat pada roti pemberian Kala yang ia makan semalam. Kala memberikan roti buatan ibunya, roti cokelat yang tampak lezat. Namun, Andra tahu betul ia memilki masalah dengan asam lambung yang sering naik. Jika ia belum makan seharian dan makan makanan tertentu. Perutnya bisa langsung merasa perih dan dadanya terasa sesak.

Tetapi rasa lapar membuatnya tidak bisa menahan godaan. Setelah memakan roti itu, Andra merasakan perutnya mulai terasa nyeri dan dadanya sesak. Ia mencoba untuk tidur berharap rasa sakit itu akan reda, namun malah semakinparah. Jantungnya berdebar-debar, napasnya terengah dan tubuhnya terasa lemas. Tidak ada seorangpun di rumah yang bisa membantunya. Karena Bara orang tuanya sedang pergi bekerja dan Cakka entah dimana ia pergi.

Andra mencoba untuk bangun, berusaha pergi ke dapur untuk mencari air hangat atau obat, tetapi tubuhnya begitu lelah dan lemas. Dalam kegelapan malam, ia merasa dunia mulai berputar. Ia hampir pingsan, namun entah bagaimana ia berhasil kembali ke tempat tidurnya dan tertidur dalam kondisi yang sangat lemah.

Untungnya, di tengah kesulitan itu, ia masih bisa bertahan hidup. Pagi harinya, saat Bu Loli menelepon, Andra baru menyadari betapa seriusnya kejadian semalam. Ia merasa sangat bersyukur bahwa ia masih diberikan kesempatan untuk hidup, meski semalam ia hampir saja kehilangan kesempatan itu karena kesalahannya sendiri.

Andra menghela napas panjang, menenangkan diri. Ia tahu, semalam adalah peringatan untuk lebih berhati-hati dalam menjaga kesehatan, terutama dengan kondisi tubuhnya yang kadang tidak bisa diajak kompromi. Hari ini, ia merasa bersyukur bisa bangun dan melanjutkan hidup, meski terlambat sekolah.

"Ibu, maaf saya tidak bisa masuk ke sekolah dikarenakan tidak enak badan."

"Kenapa gak kirim pesan ke ibu? Kamu sudah tidak masuk sekolah dua kali tanpa keterangan Andra. Sama hari ini menjadi tiga kali," jelas Bu Loli dari balik sambungan telepon.

"Ia ibu maaf."

"Ya sudah coba tolong kirim foto. Bukti jika kamu benar sakit. Ya sudah kalau begitu. Ibu pamit."

Andra menarik napas. Ibu perlahan membuka kamera ponsel dan foto selfi untuk bukti jika memang ia benar- benar sakit.

Disisi lain Bu Loli yang menerima kiriman foto dari Andra sunggub terkejut. Melihat wajah anak muridnya yang sungguh pucat pasi. Ia pun segera memutuskan untuk menelepon Andra kembali.

"Halo Andra."

"Iya ibu," jawab Andra.

"Kamu sudah berapa hari sakitnya? Itu muka kamu pucet banget."

"Dari dua hari lalu ibu."

"Ya Allah... Sudah makan? Sudah minum obat atau berobat?"

"Belum ibu. Papa saya dari kemarin belum pulang." Mendengar hal itu Bu Loli semakin cemas dengan kondisi Andra.

"Ya sudah. Kalau begitu ibu minta tolong kirim alamat rumah kamu. Ibu mau kirimkan makanan dan obat untuk kamu minum."

"Tidak ibu. Saya tidak apa-apa nanti merepotkan ibu. Papa saya sepertinya sebentar lagi pulang."

"Terima kasih ibu atas perhatiannya. Saya izin tutup teleponnya."

Andra merebahkan diri kembali di kasur sambil memijat pelipis guna mengurang sedikit rasa pusing di kepalanya. Ia sengaja menutup telepon Bu Loli wali kelasnya. Sebab ia tidak mau merepotkan Bu Loli, ia sudah terlalu banyak memberikan beban masalah kepada wali kelasnya itu. Dan ia tak mau menambahkan lagi.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kisah Cinta Gadis-Gadis Biasa
1173      565     2     
Inspirational
Raina, si Gadis Lesung Pipi, bertahan dengan pacarnya yang manipulatif karena sang mama. Mama bilang, bersama Bagas, masa depannya akan terjamin. Belum bisa lepas dari 'belenggu' Mama, gadis itu menelan sakit hatinya bulat-bulat. Sofi, si Gadis Rambut Ombak, berparas sangat menawan. Terjerat lingkaran sandwich generation mengharuskannya menerima lamaran Ifan, pemuda kaya yang sejak awal sudah me...
Love Warning
1344      624     3     
Romance
Pacar1/pa·car/ n teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih. Meskipun tercantum dalam KBBI, nyatanya kata itu tidak pernah tertulis di Kamus Besar Bahasa Tasha. Dia tidak tahu kenapa hal itu seperti wajib dimiliki oleh para remaja. But, the more she looks at him, the more she's annoyed every time. Untungnya, dia bukan tipe cewek yang mudah baper alias...
PENTAS
1234      723     0     
Romance
Genang baru saja divonis kanker lalu bertemu Alia, anak dokter spesialis kanker. Genang ketua ekskul seni peran dan Alia sangat ingin mengenal dunia seni peran. Mereka bertemu persis seperti yang Aliando katakan, "Yang ada diantara pertemuan perempuan dan laki-laki adalah rencana Tuhan".
Sweet Punishment
213      141     10     
Mystery
Aku tak menyangka wanita yang ku cintai ternyata seorang wanita yang menganggap ku hanya pria yang di dapatkannya dari taruhan kecil bersama dengan kelima teman wanitanya. Setelah selesai mempermainkan ku, dia minta putus padaku terlebih dahulu. Aku sebenarnya juga sudah muak dengannya, apalagi Selama berpacaran dengan ku ternyata dia masih berhubungan dengan mantannya yaitu Jackson Wilder seo...
Seharusnya Aku Yang Menyerah
134      114     0     
Inspirational
"Aku ingin menyerah. Tapi dunia tak membiarkanku pergi dan keluarga tak pernah benar-benar menginginkanku tinggal." Menjadi anak bungsu katanya menyenangkan dimanja, dicintai, dan selalu dimaafkan. Tapi bagi Mutia, dongeng itu tak pernah berlaku. Sejak kecil, bayang-bayang sang kakak, Asmara, terus menghantuinya: cantik, pintar, hafidzah, dan kebanggaan keluarga. Sementara Mutia? Ia hanya mer...
TANPA KATA
23      20     0     
True Story
"Tidak mudah bukan berarti tidak bisa bukan?" ucapnya saat itu, yang hingga kini masih terngiang di telingaku. Sulit sekali rasanya melupakan senyum terakhir yang kulihat di ujung peron stasiun kala itu ditahun 2018. Perpisahan yang sudah kita sepakati bersama tanpa tapi. Perpisahan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Yang memaksaku kembali menjadi "aku" sebelum mengenalmu.
Time and Tears
308      235     1     
Romance
Rintik, siswi SMA yang terkenal ceria dan berani itu putus dengan pacarnya. Hal berat namun sudah menjadi pilihan terbaik baginya. Ada banyak perpisahan dalam hidup Rintik. Bahkan temannya, Cea harus putus sekolah. Kisah masa remaja di SMA penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Tak disangka pula, pertemuan dengan seorang laki-laki humoris juga menambah bumbu kehidupan masa remajanya. Akankah Ri...
Negaraku Hancur, Hatiku Pecah, Tapi Aku Masih Bisa Memasak Nasi Goreng
707      352     1     
Romance
Ketika Arya menginjakkan kaki di Tokyo, niat awalnya hanya melarikan diri sebentar dari kehidupannya di Indonesia. Ia tak menyangka pelariannya berubah jadi pengasingan permanen. Sendirian, lapar, dan nyaris ilegal. Hidupnya berubah saat ia bertemu Sakura, gadis pendiam di taman bunga yang ternyata menyimpan luka dan mimpi yang tak kalah rumit. Dalam bahasa yang tak sepenuhnya mereka kuasai, k...
Premonition
779      449     10     
Mystery
Julie memiliki kemampuan supranatural melihat masa depan dan masa lalu. Namun, sebatas yang berhubungan dengan kematian. Dia bisa melihat kematian seseorang di masa depan dan mengakses masa lalu orang yang sudah meninggal. Mengapa dan untuk apa? Dia tidak tahu dan ingin mencari tahu. Mengetahui jadwal kematian seseorang tak bisa membuatnya mencegahnya. Dan mengetahui masa lalu orang yang sudah m...
Unframed
706      478     4     
Inspirational
Abimanyu dan teman-temannya menggabungkan Tugas Akhir mereka ke dalam sebuah dokumenter. Namun, semakin lama, dokumenter yang mereka kerjakan justru menyorot kehidupan pribadi masing-masing, hingga mereka bertemu di satu persimpangan yang sama; tidak ada satu orang pun yang benar-benar baik-baik saja. Andin: Gue percaya kalau cinta bisa nyembuhin luka lama. Tapi, gue juga menyadari kalau cinta...