Loading...
Logo TinLit
Read Story - FAMILY? Apakah ini yang dimaksud keluarga, eyang?
MENU
About Us  

Malam muncul masuk, menggantikan sisa-sisa cahaya sakit yang tadi menyelesaikan kamar Fira. Biasanya, saat jam makan malam tiba, ruang makan keluarga akan dipenuhi kehangatan dan tawa. Meja makan kayu oak yang besar akan diisi dengan berbagai hidangan lezat buatan Mama, dan Fira akan berceloteh riang menceritakan kejadian-kejadian seru di sekolahnya. Papa akan menimpali dengan cerita lucu tentang pekerjaan, dan suasana selalu terasa penuh kebahagiaan.

 

Namun, malam ini, suasana di ruang makan terasa begitu berbeda. Cahaya lampu kristal di atas meja makan tampak redup, seolah ikut merasakan kesedihan yang membuat ruangan menjadi suram. Hanya ada Mama dan Fira yang duduk berhadapan di meja yang terasa begitu luas dan kosong. Beberapa piring berisi makanan tertata di atas meja, namun tidak ada selera makan yang terpancar dari wajah keduanya.

Fira duduk dengan tenang di kursinya, sesekali melirik wajah Mama yang terlihat sayu. Mama hanya menatap piring kosong di hadapannya, sesekali menghela napas pelan. Tidak ada senyum cerah seperti biasanya, tidak ada pertanyaan tentang hari sekolah Fira. Keheningan terasa begitu pekat, hanya denting pelan sendok dan garpu yang sesekali beradu dengan piring yang memecah kesunyian.

 

“Mama…” panggil Fira pelan, mencoba memecah keheningan yang membuatnya tidak nyaman.

 

Mama mendongak, menatap Fira dengan tiba-tiba kosong sebelum kemudian memaksakan senyum tipis. "Iya, Sayang?" jawabnya dengan suara pelan yang terdengar serak.

 

"Papa mana?" tanya Fira, matanya mencari sosok Papa yang selalu duduk di ujung meja makan.

 

Mama menghela napas lagi, kali ini lebih berat. "Papa sedang ada urusan pekerjaan, Sayang. Mungkin akan pulang terlambat."

 

Fira mengangguk pelan, meskipun dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Mama. Ia tahu, urusan pekerjaan Papa kali ini berbeda dari biasanya. Tidak ada lagi cerita semangat tentang proyek baru atau klien yang menyenangkan. Yang ada hanya wajah tegang dan suara marah yang samar-samar ia dengar.

 

Mereka melanjutkan makan dalam diam. Fira mencoba menyuapkan nasi ke mulut, namun rasanya hambar. Ia tidak bisa menikmati makanan kesukaannya seperti biasanya. Pikirannya masih dipenuhi dengan kata “bangkrut” dan bayangan tentang kemungkinan mereka akan pindah rumah.

 

Setelah beberapa suap tanpa semangat, Fira meletakkan sendoknya. “Aku sudah kenyang, Mama,” ucapnya pelan.

 

Mama mengangguk tanpa memperhatikan. "Baiklah, Sayang. Mbak Sisil akan mengantarmu tidur ya."

 

Fira berdiri dari kursinya dan berjalan lesu menuju pintu. Ia menoleh ke belakang dan melihat Mama masih duduk di sana, membuka piringnya dengan mengosongkan. Pemandangan itu membuat hati Fira semakin terasa berat. Meja makan yang dulunya menjadi pusat kehangatan dan kebersamaan keluarganya, kini terasa dingin dan sepi. Ke mana perginya tawa riang dan cerita-cerita bahagia? Ke mana perginya Papa yang selalu membuatnya tertawa?

 

Saat Mbak Sisil mengantarnya ke kamar, Fira tidak banyak bicara. Ia hanya memeluk boneka beruangnya erat-erat dan membiarkan matanya menetes tanpa suara. Istana bintangnya terasa semakin runtuh, dan Fira merasa semakin jauh dari kehangatan dan kebahagiaan yang dulu selalu melingkupinya. Makan malam yang membisu itu menjadi simbol dari perubahan besar yang sedang terjadi dalam keluarganya, sebuah perubahan yang terasa pahit dan menakutkan bagi seorang gadis kecil seperti Fira.

 

*

 

*

 

*

 

Dua bulan berlalu sejak malam percakapan samar-samar yang didengar Fira di tangga. Dua bulan yang terasa panjang dan aneh. Suasana tegang di rumah besar tidak sepenuhnya hilang, namun sedikit mereda. Papa masih bekerja keras, pergi pagi buta sebelum Fira bangun dan pulang larut malam, seringkali saat Fira sudah terlelap. Meski begitu, Fira masih bisa merasakan sentuhan lembut mencium Papa di keningnya sebelum ia tidur, sebuah sapaan tanpa kata yang terasa hangat di tengah dinginnya hari-hari ini.

 

Malam itu, untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir, Papa duduk di meja makan bersama Mama dan Fira. Suasana tidak lagi seberat dulu, namun tetap ada gurat kelelahan di wajah Papa dan kesedihan yang belum sepenuhnya pudar dari mata Mama. Fira duduk di antara mereka, merasa sedikit lebih baik bisa melihat kedua orang tua bersama, meskipun senyum ceria seperti dulu belum juga kembali.

 

Mama memulai pembicaraan dengan nada lembut namun sedikit cemas. "Sayang," katanya sambil menatap Fira dengan penuh kasih, "ada sesuatu yang Mama dan Papa ingin bicarakan dengan Fira."

 

Fira yang sedang mengunyah nasi dengan perlahan, menghentikan gerakannya dan menatap Mama dengan rasa ingin tahu. Ia melirik Papa yang juga menatap dengan ekspresi serius namun berusaha lembut.

 

Papa menghela nafas pelan sebelum berbicara. “Fira sayang, kamu tahu kan, Papa sedang ada banyak pekerjaan?”

 

Fira mengangguk pelan. Ia tahu Papa selalu terlihat lelah dan sering tidak ada di rumah.

 

"Nah… karena pekerjaan Papa ini, dan juga karena… karena rumah ini terlalu besar untuk kita bertiga saja sekarang," lanjut Papa dengan nada hati-hati, "Mama dan Papa sudah memutuskan sesuatu."

 

Fira semakin penasaran dan sedikit khawatir. Ia menggenggam erat sendok di tangannya.

 

Mama melanjutkan, mengulurkan tangan Fira di atas meja. “Kita… kita akan pindah, Sayang.”

 

"Pindah?" tanya Fira bingung. "Pindah ke mana, Mama? Apa kita akan punya rumah yang lebih kecil tapi tetap ada tamannya?"

 

Papa tersenyum tipis melihat kepolosan Fira. "Kita akan pindah ke rumah eyang di desa, Sayang. Rumahnya Eyang Uti, dan kita akan tinggal bersama eyang uti."

 

Mata Fira membelalak. "Rumah eyang jauh itu? Yang waktu itu kita cuma liburan sebentar?"

 

"Iya, Sayang," jawab Mama lembut. "Untuk sementara waktu, kita akan tinggal di sana bersama Nenek."

 

"Tapi… kenapa kita harus pindah, Mama? Aku suka rumah ini. Kamarku bagus, ada teman-temanku di sini, sekolahku juga dekat," ujar Fira dengan nada mulai bergetar. Ia tidak ingin meninggalkan ruangan yang nyaman, teman-teman di Sekolah Bintang, dan rutinitasnya yang sudah ia kenal dengan baik.

 

Papa mengulurkan tangan dan mengelus rambut Fira dengan sayang. "Papa tahu kamu sayang rumah ini, Nak. Papa dan Mama juga sayang sekali dengan rumah ini. Tapi untuk saat ini, ini adalah keputusan yang terbaik untuk keluarga kita."

 

"Kenapa yang terbaik?" tanya Fira dengan suara lirih. “Apa karena… karena bangkrutnya itu?”

 

Mama dan Papa saling bertukar pandang sejenak sebelum Mama menjawab dengan hati-hati. "Iya, Sayang. Karena usaha Papa sedang sulit, kita perlu mengurangi pengeluaran. Rumah di desa tidak sebesar ini, jadi biaya hidupnya juga tidak akan terlalu besar."

 

“Dan… dan kamu juga harus pindah sekolah, Sayang,” sambung Mama dengan nada sedikit sedih. "Di dekat rumah eyang ada sekolah yang bagus juga. Kamu pasti akan punya banyak teman baru di sana."

 

Mendengar kata “pindah sekolah”, hati Fira terasa mencelos. Sekolah Bintang adalah tempat ia bermain dan belajar bersama teman-teman terbaiknya. Meninggalkan mereka terasa seperti meninggalkan sebagian dari kebahagiaannya.

 

"Pindah sekolah? Tapi… aku tidak mau pindah sekolah, Mama! Aku mau tetap sekolah sama Risa, Arya, dan Maya!" air mata Fira mulai menggenang di pelupuk mata.

 

Mama menarik Fira ke dalam pelukannya. "Mama tahu ini berat untukmu, Sayang. Tapi kita harus kuat bersama-sama. Eyang pasti akan senang sekali kamu tinggal bersamanya. Dan Mama janji, kita akan sering-sering berkunjung ke sini untuk bertemu teman-temanmu."

 

Papa ikut memeluk Fira dan Mama. "Iya, Nak. Ini bukan berarti kita akan berpisah selamanya dengan rumah ini dan teman-temanmu. Ini hanya sementara. Papa akan bekerja keras lagi agar kita bisa kembali ke sini suatu hari nanti."

 

Meski pelukan hangat Mama dan Papa sedikit menenangkan hatinya, Fira masih merasa bingung dan sedih. Pindah ke desa, tinggal dengan eyang, dan pindah sekolah adalah perubahan besar yang sulit ia bayangkan. Istana bintangnya kini benar-benar terasa retak. Pertanyaan tentang "keluarga" kembali muncul di pikiran. Apakah ini yang namanya "keluarga"? Harus meninggalkan semua yang ia sayangi demi sesuatu yang tidak sepenuhnya ia pahami? Malam itu, di meja makan yang sunyi, Fira merasakan sesuatu yang baru dalam hidupnya akan segera dimulai, sesuatu yang penuh dengan kebersihan dan rasa kehilangan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Metanoia
53      45     0     
Fantasy
Aidan Aryasatya, seorang mahasiswa psikologi yang penuh keraguan dan merasa terjebak dalam hidupnya, secara tak sengaja terlempar ke dalam dimensi paralel yang mempertemukannya dengan berbagai versi dari dirinya sendiri—dari seorang seniman hingga seorang yang menyerah pada hidup. Bersama Elara, seorang gadis yang sudah lebih lama terjebak di dunia ini, Aidan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan...
Only One
1096      751     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...
Langkah yang Tak Diizinkan
195      163     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
God, why me?
214      174     5     
True Story
Andine seorang gadis polos yang selalu hidup dalam kerajaan kasih sayang yang berlimpah ruah. Sosoknya yang selalu penuh tawa ceria akan kebahagiaan adalah idaman banyak anak. Dimana semua andai akan mereka sematkan untuk diri mereka. Kebahagiaan yang tak bias semua anak miliki ada di andine. Sosoknya yang tak pernah kenal kesulitan dan penderitaan terlambat untuk menyadari badai itu datang. And...
Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
1314      781     0     
Inspirational
Sejak tahun 1998, Bianglala didiagnosa skizofrenia. Saat itu terjadi pada awal ia masuk kuliah. Akibatnya, ia harus minum obat setiap hari yang sering membuatnya mengantuk walaupun tak jarang, ia membuang obat-obatan itu dengan cara-cara yang kreatif. Karena obat-obatan yang tidak diminum, ia sempat beberapa kali masuk RSJ. Di tengah perjuangan Bianglala bergulat dengan skizofrenia, ia berhas...
Trust Me
68      61     0     
Fantasy
Percayalah... Suatu hari nanti kita pasti akan menemukan jalan keluar.. Percayalah... Bahwa kita semua mampu untuk melewatinya... Percayalah... Bahwa suatu hari nanti ada keajaiban dalam hidup yang mungkin belum kita sadari... Percayalah... Bahwa di antara sekian luasnya kegelapan, pasti akan ada secercah cahaya yang muncul, menyelamatkan kita dari semua mimpi buruk ini... Aku, ka...
No Longer the Same
420      315     1     
True Story
Sejak ibunya pergi, dunia Hafa terasa runtuh pelan-pelan. Rumah yang dulu hangat dan penuh tawa kini hanya menyisakan gema langkah yang dingin. Ayah tirinya membawa perempuan lain ke dalam rumah, seolah menghapus jejak kenangan yang pernah hidup bersama ibunya yang wafat karena kanker. Kakak dan abang yang dulu ia andalkan kini sibuk dengan urusan mereka sendiri, dan ayah kandungnya terlalu jauh ...
Di Antara Luka dan Mimpi
760      438     66     
Inspirational
Aira tidak pernah mengira bahwa langkah kecilnya ke dalam dunia pondok akan membuka pintu menuju mimpi yang penuh luka dan luka yang menyimpan mimpi. Ia hanya ingin belajar menggapai mimpi dan tumbuh, namun di perjalanan mengejar mimpi itu ia di uji dengan rasa sakit yang perlahan merampas warna dari pandangannya dan menghapus sebagian ingatannya. Hari-harinya dilalui dengan tubuh yang lemah dan ...
Glitch Mind
47      44     0     
Inspirational
Apa reaksi kamu ketika tahu bahwa orang-orang disekitar mu memiliki penyakit mental? Memakinya? Mengatakan bahwa dia gila? Atau berempati kepadanya? Itulah yang dialami oleh Askala Chandhi, seorang chef muda pemilik restoran rumahan Aroma Chandhi yang menderita Anxiety Disorder......
Tic Tac Toe
468      372     2     
Mystery
"Wo do you want to die today?" Kikan hanya seorang gadis biasa yang tidak punya selera humor, tetapi bagi teman-temannya, dia menyenangkan. Menyenangkan untuk dimainkan. Berulang kali Kikan mencoba bunuh diri karena tidak tahan dengan perundungannya. Akan tetapi, pikirannya berubah ketika menemukan sebuah aplikasi game Tic Tac Toe (SOS) di smartphone-nya. Tak disangka, ternyata aplikasi itu b...