Loading...
Logo TinLit
Read Story - Wilted Flower
MENU
About Us  

Chapter 3

Luka Keluarga

 

***

 

Ini bukan pertama kalinya, tetapi tetap mampu membuat hatiku runtuh. Begitu panggilan selesai aku berlari ke luar setelah memberi pengarahan pada Arina untuk menggantikanku memimpin rapat. Dapat aku rasakan beberapa pasang mata menatap ingin tahu. Akan tetapi, bagiku itu tidak penting. Aku tetap berlari seperti orang kesetanan. Ibuku tidak memiliki siapapun untuk melindunginya kecuali si sulung ini. Sepatu kets model tali itu seakan ingin ikut mengejek nasib burukku. Aku jatuh terjerembap karena menginjak tali sepatu yang terlepas.

“Astagfirullah,” ucapku seraya berusaha bangkit.

Mukaku memerah. Antara jengkel atau ketakutan. Pernahkah merasakan sesuatu begitu menyesakkan, tetapi sulit sekali mengekspresikannya? Seharusnya aku menangis saja. Namun, air mata terasa tidak sudi membasahi pipiku. Dia seolah mengejek penderitaan yang mungkin baginya belum seberapa pantas sehingga pantang untuk menangis.

“Kalau kamu ngiketnya kayak gitu, 50 meter lagi aku yakin kamu jatuh gara-gara nginjek tali sepatu,” celetuk seseorang yang kini tiba-tiba berjongkok di hadapanku.

“Kamu lagi?” tanyaku dengan nada tak suka. 

Lelaki yang sempat aku temui di ruang musik itu menunjukkan ekspresi datar. “Pop mie mu udah habis?”

Aku tak menyahuti. Atensiku fokus pada tali sepatu yang susah sekali untuk diikat. Aku seperti terkena serangan panik. Ini adalah hal mudah, kenapa sekarang terasa rumit sekali?

Calm down,” celetuknya seraya merebut tali sepatuku dan mengikatnya dengan baik.

“Kalau tangan kamu gemetar kayak gitu, bahkan hal mudah bakal kerasa sulit. Tenang dulu, baru bertindak,” imbuhnya seraya bangkit setelah mengikat tali sepatuku dan berlalu pergi entah ke mana.

Aku tertegun sejenak. Perkataannya mengusikku. Namun, buru-buru aku tersadar. Ibuku membutuhkan aku segera. Tubuhku kembali berlari sekuat tenaga menuju skuter matic berwarna hitam. Motor yang dibelikan ibu dengan cara mencicil selama 3 tahun.
Pikiranku melayang untuk membuat skenario buruk yang mungkin terjadi di rumah. Bukan bermaksud mendoakan hal buruk terjadi. Terlalu sering melihat hal seperti ini membuatku frustrasi untuk berpikir positif.

“Buk!” teriakku begitu sampai di rumah.

Harusnya aku mengucap salam, tetapi sopan santun itu menguap dan terkalahkan oleh rasa cemas.

“Buk, kenapa sampai kayak gini?” tanyaku pada ibu yang tengah berjongkok di sudut dapur.

Adikku juga terlihat di sana memeluk ibu. Mukanya sembab sekali. Aku tebak dia sudah menangis berjam-jam. Suara benda dipukul di kamar mengalihkan atensiku. Aku yakin itu bapak yang sedang mengamuk. Tanpa ragu aku berjalan menghampirinya ke kamar. Sayup-sayup teriakan ibu dan Sandrina terdengar dari arah belakang. Akan tetapi, aku tidak peduli.

“Bapak, maunya apa lagi kali ini?” 

Bapak yang sedang membongkar lemari pakaian menoleh. “Anak kecil enggak usah ikut campur!”

Mataku terpejam menahan amarah. Aku tebak bapak pasti sedang mencari sertifikat rumah yang disembunyikan ibu. Ini bukan pertama kalinya terjadi di rumah ini.

“Sertifikat rumahnya udah aku bakar. Percuma Bapak mau hancurin seisi rumah ini enggak bakalan ketemu,” ucapku spontan. 

Bapak menoleh dengan mata memerah. Anggap saja aku sudah tidak waras karena telah memancing amarah kepala keluarga di rumah ini. Akan tetapi, aku bergeming. Wajahku memperlihatkan ekspresi muak.

“Ngawur!”

Bapak sepertinya tidak termakan omongan spontan tak masuk akal dariku. Dia tetap sibuk membongkar isi lemari dan bufet di kamar.

“Bapak mau ngapain? Mau gadai rumah ke rentenir? Enggak cukup rasa sakit yang kami terima, sekarang Bapak mau jadiin kami calon gelandangan?”

Bapak memukul pintu lemari hingga satu engselnya terlepas. Dia mulai menaruh atensi sepenuhnya padaku. 

“Kamu enggak usah ikut campur! Emang kamu udah kasih kontribusi apa di rumah ini? Kalau enggak bisa ngasilin duit, mending diem!” seru bapak dengan emosi yang semakin tersulut.

Dadaku bergemuruh. Kata-kata bapak begitu menyakiti hatiku. Meski aku hanya remaja belum berpenghasilan, setidaknya aku bukan orang yang menjadi beban keluarga. Di sela-sela waktu sehabis kuliah, aku membantu ibu membuat nasi bungkus untuk dijual.

“Aku emang belum kerja dan gak bisa dapetin banyak uang , tapi seenggaknya aku bukan orang yang menyakiti keluarga untuk kesenangan sendiri kayak Bapak!” balasku tak mau kalah.

Anggap saja aku anak durhaka. Siapa yang tidak akan muak terkurung dalam belenggu seperti ini selama belasan tahun? Aku ingin melindungi ibu dan adikku.

“Apa katamu?”

Bapak terlihat ingin menyakitiku dari kepalan tangannya yang semakin mengerat. Aku bergeming dengan wajah datar. Sejujurnya aku tidak takut. Bapak itu penakut. Dia bertindak seperti itu hanya untuk menggertakku. 

“Jangan! Pak tolong nyebut, Adhira itu anakmu!” teriak ibuku dari arah belakang.

Bapak berteriak kesal dan memukul pintu kamar, lalu keluar seraya menabrak pundakku yang menghalangi pintu. Aku yakin dia akan pergi ke warung kopi yang ada di ujung jalan, tempat dia dan teman-temannya sesama pemain peluang. 

“Ra, jangan lawan Bapak kayak tadi. Kalau kamu kenapa-kenapa gimana?” ucap ibuku dengan air mata yang luruh.

Aku menatap ibuku nanar. Mataku mulai berkaca-kaca. Lihatlah wajah yang penuh keriput itu kini lebam lagi untuk ke sekian kali. Dalam benak aku masih bertanya, kenapa ibuku bertahan dalam hubungan pernikahan bagai racun neraka ini? Entah karena dia cinta buta pada bapak atau tidak ingin kami jadi anak broken home

Jujur jika boleh memilih, aku lebih senang jika ibu dan bapak berpisah saja. Meski tinggal satu rumah, tapi jarak secara emosional sudah terlampau jauh. Untuk apa raga dekat, tetapi batin kami berjarak bagaikan kutub ke ujung kutub lainnya?

“Ibuk enggak mau pisah aja sama bapak?” tanyaku lagi untuk ke sejuta kali.

Meski aku tahu apa yang akan keluar dari mulut ibuku, nyatanya tak dapat menahan pertanyaan retorik itu. Aku menghela napas kasar dan mengambil ransel hitam yang terjatuh di lantai.

“Aku mau balik ke kampus, Buk. Kunci pintunya biar dia enggak buat ulah lagi.”

Aku berlalu tanpa banyak bicara lagi. Bukan karena aku tidak peduli, aku hanya tidak ingin ibu melihatku menangis. Air mata ini tak bisa terbendung saat melihat noda kebiruan di wajah wanita yang melahirkanku. Aku adalah si sulung yang kuat. Setidaknya itu yang harus ibu dan adikku kira.

Motor skuter hitam itu menjadi saksi bagaimana derai air dari mataku tertiup angin. Aku memang sengaja tidak menutup kaca helm. Anggap saja angin ini adalah perpanjangan tangan Tuhan yang ingin mengusap kesedihanku.

“Kalian udah pada balik?” ucapku pada seseorang di seberang telepon saat sampai di tempat parkir kampus.

“Belum, masih di ruang musik. Kamu kok balik ke sini? Ibuk gimana?” jawab Arina. 

Aku terdiam sekian detik sebelum menjawab. “Tungguin aku. Sekarang lagi jalan ke sana.”

Setelah menerima persetujuan dari Arina di seberang telepon, aku berlari menuju ruang UKM musik. Untungnya kampus sudah mulai sepi, jadi tidak susah bagiku untuk sampai dengan cepat.

“Kok kamu balik lagi, Ra?” tanya Arina begitu aku sampai.

Aku tak langsung menjawab dan malah bergeming dengan tangan memegang erat tali ransel di pundakku. Tiba-tiba lidahku kelu untuk bersuara. Mungkin aku hanya bingung untuk menceritakan dari mana. Mataku menatap satu persatu sahabatku di sana. Lentari ternyata datang untuk rapat meski tidak masuk kelas. Tubuhku masih kaku dengan ekspresi tak terbaca. Mauren yang tengah makan, meletakkan biskuit regalnya dan berjalan ke arahku. Tanpa aba-aba wanita itu memelukku dan menepuk-nepuk punggungku.

“Enggak usah ngomong apa-apa, Ra. Kalau mau nangis, keluarin aja."

 

 

***

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • tipluk

    SEMANGAT KAK SAKUU!!

    Comment on chapter Lima Sekawan
Similar Tags
Mendadak Halal
8240      2248     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
DUA PULUH MENIT TERAKHIR
444      317     0     
Short Story
Setiap waktu sangat berarti. Selagi ada, jangan terlambat untuk mengatakan yang sesungguhnya. Karena kita tak tahu kapan waktu akan merenggutnya.
Jalan Menuju Braga
466      359     4     
Romance
Berly rasa, kehidupannya baik-baik saja saat itu. Tentunya itu sebelum ia harus merasakan pahitnya kehilangan dan membuat hidupnya berubah. Hal-hal yang selalu ia dapatkan, tak bisa lagi ia genggam. Hal-hal yang sejalan dengannya, bahkan menyakitinya tanpa ragu. Segala hal yang terjadi dalam hidupnya, membuat Berly menutup mata akan perasaannya, termasuk pada Jhagad Braga Utama--Kakak kelasnya...
Trying Other People's World
155      132     0     
Romance
Lara punya dendam kesumat sama kakak kelas yang melarangnya gabung OSIS. Ia iri dan ingin merasakan serunya pakai ID card, dapat dispensasi, dan sibuk di luar kelas. Demi membalas semuanya, ia mencoba berbagai hidup milik orang lain—pura-pura ikut ekskul jurnalistik, latihan teater, bahkan sampai gabung jam tambahan olimpiade MIPA. Kebiasan mencoba hidup-hidup orang lain mempertemukannya Ric...
Story Of Chayra
13338      3278     9     
Romance
Tentang Chayra si cewek cuek dan jutek. Sekaligus si wajah datar tanpa ekspresi. Yang hatinya berubah seperti permen nano-nano. Ketika ia bertemu dengan sosok cowok yang tidak pernah diduga. Tentang Tafila, si manusia hamble yang selalu berharap dipertemukan kembali oleh cinta masa kecilnya. Dan tentang Alditya, yang masih mengharapkan cinta Cerelia. Gadis pengidap Anstraphobia atau phobia...
Time and Tears
308      235     1     
Romance
Rintik, siswi SMA yang terkenal ceria dan berani itu putus dengan pacarnya. Hal berat namun sudah menjadi pilihan terbaik baginya. Ada banyak perpisahan dalam hidup Rintik. Bahkan temannya, Cea harus putus sekolah. Kisah masa remaja di SMA penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Tak disangka pula, pertemuan dengan seorang laki-laki humoris juga menambah bumbu kehidupan masa remajanya. Akankah Ri...
Under The Same Moon
392      260     4     
Short Story
Menunggumu adalah pekerjaan yang sudah bertahun-tahun kulakukan. Tanpa kepastian. Ketika suatu hari kepastian itu justru datang dari orang lain, kau tahu itu adalah keputusan paling berat untukku.
Stay With Me
201      168     0     
Romance
Namanya Vania, Vania Durstell tepatnya. Ia hidup bersama keluarga yang berkecukupan, sangat berkecukupan. Vania, dia sorang siswi sekolah akhir di SMA Cakra, namun sangat disayangkan, Vania sangat suka dengan yang berbau Bk dan hukumuman, jika siswa lain menjauhinya maka, ia akan mendekat. Vania, dia memiliki seribu misteri dalam hidupnya, memiliki lika-liku hidup yang tak akan tertebak. Awal...
Matchmaker's Scenario
1341      707     0     
Romance
Bagi Naraya, sekarang sudah bukan zamannya menjodohkan idola lewat cerita fiksi penggemar. Gadis itu ingin sepasang idolanya benar-benar jatuh cinta dan pacaran di dunia nyata. Ia berniat mewujudkan keinginan itu dengan cara ... menjadi penulis skenario drama. Tatkala ia terpilih menjadi penulis skenario drama musim panas, ia bekerja dengan membawa misi terselubungnya. Selanjutnya, berhasilkah...
Premium
Ilalang 98
7088      2222     4     
Romance
Kisah ini berlatar belakang tahun 1998 tahun di mana banyak konflik terjadi dan berimbas cukup serius untuk kehidupan sosial dan juga romansa seorang mahasiswa jurusan Sastra Indonesia bernama Ilalang Alambara Pilihan yang tidak di sengaja membuatnya terjebak dalam situasi sulit untuk bertahan hidup sekaligus melindungi gadis yang ia cintai Pada akhirnya ia menyadari bahwa dirinya hanya sebuah il...