Loading...
Logo TinLit
Read Story - Wilted Flower
MENU
About Us  

Chapter 1

Lima Sekawan

 

***

 

Langit biru yang menghampar seolah menyiratkan jika dunia begitu indah. Sinar terik matahari dengan gumpalan awan bak permen kapas memberi cerminan dunia begitu manis, padahal nyatanya bagiku tidak begitu. Aku kembali duduk sendiri di bawah pohon flamboyan yang tumbuh tinggi di bagian utara kampus. Manik mataku tak lepas menatap interaksi antar manusia di hadapanku. Banyak ekspresi yang indra penglihatan ini tangkap. Tawa riang tanpa beban, wajah kuyu kurang tidur, mata dengan pandangan kosong, dan masih banyak ekspresi lainnya. Aku memang senang mengamati sesuatu, mungkin terpengaruh cita-cita menjadi ilmuwan yang tidak sampai. Kurasakan sesuatu bergerak di sampingku. Tanpa menoleh pun aku sudah bisa menebak siapa gerangan yang mengganggu acara mengamatiku.

"Udah selesai bengongnya?" celetuk gadis berpipi tembam itu.

Aku hanya meliriknya sebentar lalu menutup mata menikmati sang bayu yang menerbangkan rambut hitam panjangku. Semilir angin siang ini begitu menenangkan hingga mulutku malas berucap. Aku yakin sebentar lagi dia akan mengomel.

"Pengen banget gebuk pakai buku. Untung aku sayang kamu, Ra."

Mau tidak mau bibirku tersungging kecil mendengar celetukan sarat emosi dari salah satu sahabatku, Mauren. Wanita keturunan batak ini memang paling dekat di antara keempat sahabatku yang lain. Meski nada suaranya tidak pernah turun barang 1 oktaf, tetapi aku tahu Mauren hanya menunjukkan sisi ini pada orang-orang terdekatnya.

"Jangan berisik, Ren," ucapku masih dengan mata yang tertutup.

"Kamu lagi semedi? Kalau ngomong sama orang itu matanya dibuka, Adhira. Emang kamu enggak masuk kelas? matkul Micro Finance mulai 5 menit lagi."

Mata bulatku seketika terbuka. Terlalu asyik tenggelam dalam lamunan sendiri membuatku lupa waktu. Ada rasa syukur Mauren susah payah menghampiriku kemari. Padahal ruang kelas kami ada di gedung selatan. Tanpa basa-basi aku bangkit dan berlari. Namun, eksistensi Mauren yang hampir terlupakan membuatku berbalik.

"Yaelah, ngapain kamu yang masih kayak patung di sini? Kita bisa telat," omelku seraya menarik tangan Mauren.

Napas kami terengah-engah melewati banyak lorong panjang. Dalam hati aku sedikit merutuk lahan universitas di mana terasa lebih luas dari stadion bola. Padahal nyatanya ini adalah salahku yang tidak mawas waktu. Memang dasarnya manusia tidak puas kalau tidak mencari kambing hitam untuk disalah-salahkan.

"Ra, pelan-pelan! Aku habis makan bakso. Kasihan baksonya gelinding ke sana kemari di ususku," keluh Mauren dengan muka yang sudah mulai memerah.

"Kalau telat spidol yang bakal gelinding ke muka kita, Ren. Enggak usah ngeluh, lari cepetan," sahutku sambil terus menarik Mauren yang sudah mulai kepayahan.

Kaki kami menginjak ruang kelas tepat sebelum Bu Anjas masuk. Dosen Micro Finance ini memang terkenal sangat disiplin masalah waktu. Jika bukan karena malas mengulang kelasnya semester depan, aku tidak akan berlari bak atlet maraton begini.

"Kalian ke mana? Aku sampai telponin 10 kali tahu gak," omel salah satu sahabatku yang paling perhatian, Arina.

Arina selalu merasa kami adalah tanggung jawabnya. Anggap saja jika kami adalah kawanan serigala, dia adalah pemimpinnya. Arina akan memastikan kami baik-baik saja tanpa memikirkan dirinya sendiri. Wanita itu akan selalu mengatakan 'everything okay' meski hidupnya sedang diguncang badai. Harusnya dia mencalonkan diri sebagai wakil rakyat saja setelah lulus sekolah menengah daripada menjadi mahasiswa.

"Kami keasyikan bahas bakso yang gelinding di usus Si Mauren jadi lupa waktu," jawabku asal seraya duduk di depan bangku Arina.

Manik mataku beralih pada sebotol air mineral yang disodorkan seseorang di sampingku. Oknum baik hati itu sudah pasti Senjani. Wanita jawa berkacamata dengan kulit eksotis khas Indonesia itu tersenyum manis padaku.

"Minum dulu, aku tahu kamu pasti lupa lagi bawa tumbler," ujarnya bagai dukun. Tidak susah menebak karena memang aku terkenal pikun.

Aku tanpa ragu meneguk sampai setengah botol. Manik mataku melirik ke arah Senjani yang menyodorkan tisu pada Mauren. Ada rasa hangat menjalar di hatiku. Interaksi dengan mereka membuatku merasa berada di taman dengan bunga bermekaran. Layaknya oasis di hidupku yang gersang.

"Lentari mana?" tanyaku saat menyadari anggota paling 'bayi' itu tidak terlihat batang hidungnya.

"Paling lagi mimpiin Si Sehun," sahut Arina dari arah belakang.

Aku menoleh dengan alis mengerut. "Dia enggak masuk?"

Arina mengangguk dan menunjukkan pesan singkat dari Lentari. Mojang Bandung itu telat bangun lagi karena bergadang menonton rekaman konser artis Korea idolanya.

"Dasar bucin Sehun," celetukku pada akhirnya.

Percakapan kami berakhir saat Ibu Anjas masuk dan memulai mata kuliah membosankan ini selama 90 menit. Tak banyak yang aku lakukan selain mencatat seperti kebanyakan mahasiswa lainnya. Meski kurang suka dengan mata kuliah ini, nyatanya aku harus tetap berjuang untuk lulus dengan IPK bagus.

"Mau ke kantin atau langsung ke ruang musik?" tanya Arina setelah mata kuliah berakhir.

"Kantinlah, aku laper!"

Seruan Mauren membuatku menggeleng kecil. Jika bicara soal kantin, wanita itu seolah paling khatam. Bahkan dia bisa menyadari kuah soto jika berbeda sedikit dari biasanya, di mana bagi kami yang awam rasanya sama saja. Aku curiga jika Mauren adalah juri acara memasak yang menyamar menjadi mahasiswa.

"Ren, kamu katanya habis makan bakso tadi sebelum masuk kelas," ucapku pada Mauren dengan sorot mata menghakimi.

Mauren tidak ambil pusing dengan ocehanku. Wanita itu menggandeng Senjani dan Arina untuk buru-buru keluar dari kelas.

"Kamu enggak mau ikut, kan? Aku tahu kamu mau nyeduh Pop Mie lagi di ruang musik."

Setelah mengatakan opini sok tahunya, Mauren benar-benar menyeret Senjani dan Arina. Dua orang itu hanya pasrah saja, hitung-hitung menyenangkan hati Mauren.

Aku menyampirkan ransel di bahu. Tujuan utamaku adalah ruang musik. Rapat pentas musik tahunan akan dimulai satu jam lagi. Pikirku masih ada waktu untuk menikmati ruangan itu hanya untukku.

Ruang UKM musik terletak di sayap barat gedung universitas. Luasnya cukup besar karena memang UKM ini sedikit diistimewakan oleh kampus. Katanya beberapa mahasiswa terdahulu yang bergabung di UKM ini, lolos ajang pencarian bakat di ibukota.

"Enggak ada orang, lumayan bisa nyamil sambil main piano," ucapku percaya diri.

Segera aku buka ransel yang cukup mengembung. Bukan karena banyak buku, tetapi aku memasukkan dua buah Pop Mie ke dalam sana. Sesungguhnya memang opini sok tahu Mauren adalah kenyataan. Aku memang akan menyeduh makanan instan ini di sini. Bisa saja aku melakukannya di kantin, tetapi di sana terlalu berisik. Aku suka makan di tempat yang tenang.

"Bumbu mie instanmu bakal ngerusak bau ruangan ini," celetuk seseorang dari balik gorden.

Aku hampir saja menumpahkan bumbu ke atas meja karena kaget. Alisku menyatu sempurna tanpa menyahuti perkataan sosok itu. Mata bulatku mengerjap beberapa kali. Anggap saja untuk memastikan eksistensi makhluk hidup di depanku adalah manusia atau bukan.

"Si-siapa kamu?"

 

 

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • tipluk

    SEMANGAT KAK SAKUU!!

    Comment on chapter Lima Sekawan
Similar Tags
Waktu Itu, Di Bawah Sinar Rembulan yang Sama
841      485     4     
Romance
-||Undetermined : Divine Ascension||- Pada sebuah dunia yang terdominasi oleh android, robot robot yang menyerupai manusia, tumbuhlah dua faksi besar yang bernama Artificial Creationists(ArC) dan Tellus Vasator(TeV) yang sama sama berperang memperebutkan dunia untuk memenuhi tujuannya. Konflik dua faksi tersebut masih berlangsung setelah bertahun tahun lamanya. Saat ini pertempuran pertempuran m...
Hug Me Once
8669      1961     7     
Inspirational
Jika kalian mencari cerita berteman kisah cinta ala negeri dongeng, maaf, aku tidak bisa memberikannya. Tapi, jika kalian mencari cerita bertema keluarga, kalian bisa membaca cerita ini. Ini adalah kisah dimana kakak beradik yang tadinya saling menyayangi dapat berubah menjadi saling membenci hanya karena kesalahpahaman
27th Woman's Syndrome
10646      2039     18     
Romance
Aku sempat ragu untuk menuliskannya, Aku tidak sadar menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Orang ketiga? Aku bahkan tidak tahu aku orang ke berapa di hidupnya. Aku 27 tahun, tapi aku terjebak dalam jiwaku yang 17 tahun. Aku 27 tahun, dan aku tidak sadar waktuku telah lama berlalu Aku 27 tahun, dan aku single... Single? Aku 27 tahun dan aku baru tahu kalau single itu menakutkan
A Perfect Clues
6153      1689     6     
Mystery
Dalam petualangan mencari ibu kandung mereka, si kembar Chester-Cheryl menemukan sebuah rumah tua beserta sosok unik penghuninya. Dialah Christevan, yang menceritakan utuh kisah ini dari sudut pandangnya sendiri, kecuali part Prelude. Siapa sangka, berbagai kejutan tak terduga menyambut si kembar Cherlone, dan menunggu untuk diungkap Christevan. Termasuk keberadaan dan aksi pasangan kembar yang ...
ALIF
1484      697     1     
Romance
Yang paling pertama menegakkan diri diatas ketidakadilan
My Doctor My Soulmate
113      101     1     
Romance
Fazillah Humaira seorang perawat yang bekerja disalah satu rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan. Fazillah atau akrab disapa Zilla merupakan seorang anak dari Kyai di Pondok Pesantren yang ada di Purwakarta. Zilla bertugas diruang operasi dan mengharuskan dirinya bertemu oleh salah satu dokter tampan yang ia kagumi. Sayangnya dokter tersebut sudah memiliki calon. Berhasilkan Fazillah menaklukkan...
ATHALEA
1379      618     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
My Lovelly Doll
606      426     3     
Short Story
\"Diam dan memendam menunggu saat terbaik untuk menciptakan momen terindah.\"
Rinai Kesedihan
794      534     1     
Short Story
Suatu hal dapat terjadi tanpa bisa dikontrol, dikendalikan, ataupun dimohon untuk tidak benar-benar terjadi. Semuanya sudah dituliskan. Sudah disusun. Misalnya perihal kesedihan.
Dear, My Brother
807      519     1     
Romance
Nadya Septiani, seorang anak pindahan yang telah kehilangan kakak kandungnya sejak dia masih bayi dan dia terlibat dalam masalah urusan keluarga maupun cinta. Dalam kesehariannya menulis buku diary tentang kakaknya yang belum ia pernah temui. Dan berangan - angan bahwa kakaknya masih hidup. Akankah berakhir happy ending?