Loading...
Logo TinLit
Read Story - Andai Kita Bicara
MENU
About Us  

Alea sibuk menyiapkan buku-buku yang tidak sempat ia siapkan tadi malam karena bergadang menonton animasi Jepang yaitu anime. Pagi hari ini dia kewalahan sendiri karena salah satu buku catatannya hilang.

"Aduhh, mau telat gini malah hilang," keluh Alea yang masih terus mencari buku di meja belajarnya yang berantakan.

"Nanti deh diberesin pulang sekolah." 

Tangannya sibuk menggeledah seluruh tumpukan buku yang ada. Ia mencarinya dengan cepat karena waktu terus berjalan. 

"Nah!" 

Alea menemukan buku yang ia cari di tumpukan buku paling bawah. Tanpa menunggu apapun lagi, ia segera keluar dari kamarnya dan mulai mengenakan sepatu. Mengikatnya dengan cepat tanpa peduli ikatannya erat atau tidak—yang penting terikat.

Setelah kedua sepatu telah dikenakan, barulah dia berjalan cepat keluar rumah dan mengunci pintu dengan kunci ganda. Setiap anggota keluarga Alea mempunyai kunci rumah itu agar tidak repot saat akan pergi meninggalkan rumah, atau pulang.

Alea mempercepat langkah kakinya menuju persimpangan untuk menaiki angkutan umum. Rumah Alea tidak termasuk dalam rute jalan angkutan umum, itulah kenapa dia berjalan sedikit sampai persimpangan di jalan raya dan mencegah angkutan umum tersebut.

Beruntung, saat Alea sampai di persimpangan, sudah ada angkutan umum yang sedang menurunkan penumpang. Dia pun berlari ke arah mobil angkutan umum itu agar tidak tertinggal.

 

Hati Alea tak tenang sepanjang jalan. Dia terus menerus melihat pergerakan jam tangan analog di tangan kirinya. 

Beruntunglah Alea adalah manusia yang masih bisa membaca jam analog...

Detik demi detik terus berlalu, hingga tersisa hanya enam menit lagi. Sedangkan untuk sampai ke sekolah, Alea memerlukan sekiranya sepuluh menit lagi.

Dirinya hanya berharap dalam hati agar si sopir mau sedikit melajukan angkutan umumnya. Alea tidak mau sampai dihukum karena terlambat, itu akan membuat citranya menjadi buruk. Alea cukup populer di sekolah, dia berbakat gambar, pintar, ceria, dan ramah pada orang-orang. Ntah kenapa dia tak mau sama sekali menunjukan 'kecacatannya'.

Alea ingin sempurna, dia tak mau memperlihatkan kekurangannya, tak mau membuat kesalahan dan terlihat pada orang lain.

Padahal tidak apa-apa karena dia juga manusia. Tidak ada yang peduli dengan citra Alea, semua orang punya kehidupan mereka masing-masing. Tapi Alea masih saja berpikir takut akan dijadikan bahan omongan oleh orang lain.

 

Tersisa empat menit lagi gerbang ditutup, mobil angkutan umum ini takkan sampai tepat waktu di sekolah Alea. Jalanan saat ini macet, sopir pun tidak bisa melajukan kendaraannya. 

"Gimana dong..." Alea berpikir mencari jalan keluar, dan dia terpikiran sesuatu.

"Berhenti di sini aja pak." Alea menyuruh sopir angkutan umum itu untuk menurunkan Alea sekarang juga. Mobil berhenti, Alea memberikan ongkos pada sopir, lalu ia memilih berlari untuk sampai ke sekolahnya. 

Berlari dan berlari, Alea berlari dengan tergesa-gesa sambil sesekali melihat ke jam tangannya. 

 

Nafas terengah-engah, kaki terasa sedikit pegal, badan terasa lebih berat karena ada tas di punggungnya, semua itu Alea rasakan pada saat itu.

Tiga menit....

"Bisa nih, bisa!"

Tiga menit seperempat...

"Jangan telat..."

Dua menit....

 

Alea merasakan hal tidak nyaman saat ia berlari di kaki kanannya. Ternyata tali sepatu Alea lepas, dia mencoba mengabaikan hal itu, namun...

Gudubrak!

Dia menginjak satu tali sepatu lainnya yang mengakibatkan dia terjatuh saat berlari.

Gadis itu berusaha menyeimbangkan dirinya, namun malah berakhir dengan terjatuh ke depan dengan lutut yang terbentur dengan paving block di area trotoar tempat orang berjalan.

"Aw..." Alea merasakan sakit di lutut kirinya karena tergores dan terbentur. Saat ia mengecek lututnya, ternyata itu berdarah sedikit. 

 

Sedikit perih, tapi sebentar lagi gerbang ditutup. Dengan hati-hati Alea mencoba berdiri sambil merintih perih. 

Tiba-tiba ada yang membantu Alea dari belakang dengan membantunya berjalan. Seorang lelaki yang ia kenal di kelasnya dan tidak asing bagi Alea.

"Damian?"

Alea terkejut dengan kedatangan lelaki itu bernama Damian. Damian datang dengan keringat di dahinya, menandakan bahwa ia juga berusaha untuk tidak terlambat masuk ke gerbang sekolah.

 

"Rusuh amat neng, santai aja telat juga gabakal di gimana-gimanain," jelas Damian sambil terkekeh pelan. 

Mereka pun berjalan bersama dengan Damian yang membantu Alea sampai ke gerbang sekolah. Ternyata sudah di tutup. Tapi kali ini ada seorang Pak guru yang meloloskan para murid yang terlambat.

"Saya sedang baik hati hari ini, cepat masuk ke kelas." 

Para murid yang terlambat berterima kasih pada pak guru tersebut. Alea yang heran dengan sikap baiknya bertanya pada Damian,

"Kok pak guru itu baik banget ya?" 

"Hari ini dia gajian itu makanya baik," jawab Damian, Alea terkekeh oleh candaannya

-----

 

Alea dapat mengikuti jam pelajaran pertama tanpa hambatan selain dari lututnya yang belum diobati sampai jam pelajaran kedua. 

"Al, ayo aku anter ke UKS," ucap teman sebangku Alea bernama Raisya. Dia terus menerus memperhatikan teman di sebelahnya yang terus memegangi lututnya sendiri. 

"Ah, luka kecil ini mah," saut Alea sembari tersenyum untuk menyakinkan.

Seorang teman Alea menyentuh sedikit lutut Alea dari kolong bawah meja. Membuat Alea terkejut ada sesuatu yang menyentuhnya dari bawah, dan ia sedikit berteriak.

"WEH! Kaget loh, Mia..."  Alea mengelus dadanya untuk menenangkan jantungnya yang berdetak lebih kencang sesaat. 

"Dah, yok UKS." Mia langsung menarik lengan Alea untuk mengajaknya mengobati luka di UKS. Tanpa perlawanan apa-apa lagi, Alea menuruti kemauan teman-temannya itu yang tampak peduli pada Alea. Padahal ia merasa luka kecil seperti itu akan hilang dengan sendirinya. Dia tidak memikirkan luka itu akan infeksi jika tidak di bersihkan.

 

"Makasih ya," ucap Alea pada kedua temannya.

Dari arah bangkunya, Revan memperhatikan Alea dan sedikit mengetahui apa yang terjadi sehingga lutut Alea luka.

"Luka kecil gitu doang."

 

Tapi entah mengapa meski sudah berpikiran bahwa hal itu kecil dan tidak perlu diperhatikan, Revan merasa ingin memperhatikan Alea. Dia ingin tahu kondisinya sehingga yang dia bisa lakukan hanya memperhatikan dari jarak yang memisahkan.

Zaky yang sedang berada di dekat Revan mengetahui temannya itu seperti terus-menerus mencari informasi mengenai Alea lewat teman-teman di kelas. Seperti menguping, memperhatikan, atau bertanya basa-basi seperti 

"Ada info apa hari ini?" Berharap dia akan mendapat info menarik mengenai Alea walau tak ada yang dia dapatkan selain gosip dari ciwi-ciwi yang isinya tak sesuai apa yang diharapkan.

"Merhatiin Alea mulu, suka ya?" Zaky bertanya berbisik pada Revan. Lelaki itu melebarkan matanya, dan membiarkan wajah itu menerima aliran darah yang berkumpul pada pipinya.

"Kagak," tanggap Revan pada pertanyaan Zaky.

 

Raisya dan Mia membantu Alea berjalan pelan-pelan menuju ruang UKS. Langkahnya tak secepat biasanya, bahkan saat menaiki satu anak tangga pun Alea sempat meringis pelan. Mia yang berada di samping kirinya langsung sigap menopang tubuh Alea dengan lembut.

Sesampainya di UKS, mereka disambut oleh seorang petugas piket yang langsung mempersilakan Alea duduk di salah satu ranjang yang tersedia. Mia mengambil kotak P3K dan mulai membuka kapas serta cairan antiseptik, sementara Raisya menyiapkan plester luka.

 

"Lutut lu beneran luka Al, bukan cuma lecet doang," kata Mia setelah melihat lebih dekat kondisi lutut Alea.

Alea hanya tersenyum kecil sambil melihat tangannya yang menggenggam kain seragamnya sendiri. "Gak papa kok, biasa aja, enggak sakit-sakit amat," katanya setengah bohong.

Padahal nyut-nyutan. Tapi Alea terlalu pandai menyimpan rasa. Terlalu lihai menyembunyikan rasa sakit, baik fisik maupun yang lainnya.

 

"Ya udah diem, sini gue bersihin dulu," ucap Mia sambil membersihkan luka itu dengan pelan namun pasti.

"Aduh!" Alea spontan menggigit bibir bawahnya, menahan rasa perih saat antiseptik mengenai bagian luka yang terbuka.

 

Raisya memegangi tangan Alea, "Sabar ya, bentar doang kok. Habis ini dikasih plester terus udah, beres."

 

Dalam beberapa menit, luka Alea sudah dibalut dengan plester bersih. Tidak terlalu parah, tapi tetap terasa tidak nyaman.

Setelah selesai, mereka bertiga berjalan kembali ke kelas. Tapi belum sampai masuk ke ruangan, mereka disambut oleh seorang teman perempuan yang tampaknya baru saja melihat sesuatu menarik di ponselnya. Namanya Lala, salah satu teman satu kelas yang cukup eksis di grup WA kelas.

"Woi, woi, liat deh!" Lala memanggil mereka sambil nyodorin layar HP-nya.

Terpampang foto Alea yang sedang dibantu Damian berjalan menuju gerbang sekolah. Foto itu diambil dari belakang, tapi cukup jelas terlihat Damian memegangi lengan Alea dan wajah Alea yang tampak kesakitan.

 

"Lucu banget sih ini. Cocok tau kalian berdua," kata Lala tanpa menyadari nada Alea yang langsung berubah diam.

 

Mia dan Raisya saling pandang sejenak. Mereka tahu Alea bukan tipe yang suka digosipin atau diperhatikan soal begituan, apalagi dalam kondisi seperti ini.

Alea tersenyum kecil, tapi senyumnya tidak sampai ke mata.

"Hehe... lucu ya," katanya pelan, lalu langsung masuk ke kelas tanpa komentar tambahan.

 

Ia duduk di bangkunya, membuka buku pelajaran padahal pelajaran belum mulai lagi. Matanya menatap kosong ke arah meja. Tangannya masih memegangi plester di lututnya. Tapi bukan itu yang sakit—lebih ke rasa malu, jengah, dan mungkin… kecewa pada dirinya sendiri. Kenapa dia harus jatuh? Kenapa dia tidak hati-hati?

Dan kenapa orang lain harus tahu?

 

Alea jadi lebih diam dari biasanya. Ia menunduk, hanya sesekali menjawab perkataan teman-temannya. Raisya dan Mia tetap memperhatikan, tapi memilih tidak bertanya lebih lanjut.

Untung Lala tidak membesar-besarkan fakta dari yang terjadi dalam foto itu. Foto itu belum tersebar luas, tapi seiring waktu pasti tersebar.

Sementara itu, di sisi lain kelas, Revan sedang duduk bersama Andre. Mereka bermain game online di HP-nya sambil duduk di bagian belakang kelas yang sedikit lebih sepi.

"Eh, cover gua dong bentar," kata Andre sambil ngotak-atik gawai.

Tapi Revan tidak langsung merespons. Pandangannya sesekali melirik ke arah Alea yang terlihat berbeda setelah keluar dari UKS.

"Woi, fokus," kata Andre tiba-tiba.

"Hah?" Revan buru-buru membalas, tapi matanya belum benar-benar berpaling.

"Ngeliatin apaan si?"

"Liat angin ngelewat," jawab Revan.

Revan hanya mendengus, lalu pura-pura kembali fokus ke layar game-nya. Tapi dalam hati, ia tahu ada yang tidak biasa. 

Ia merasakan sesuatu dari Alea. Seperti dihubungkan oleh tali, Revan merasa ada emosi yang terpendam pada Alea. Dia tak mau memusingkan hal itu, tapi tali itu seperti terus bergeliat.

 

"Pantaskah aku untuk mengetahui apa yang terjadi padamu? Lihat, aku hanya memperhatikan mu dari jauh, merasakan emosimu lewat jarak yang dekat tapi terasa amat jauh."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kelana
691      498     0     
Romance
Hidup adalah perjalanan tanpa peta yang pasti, di mana setiap langkah membawa kita menuju tujuan yang tak terduga. Novel ini tidak hanya menjadi cerita tentang perjalanan, tetapi juga pengingat bahwa terbang menuju sesuatu yang kita yakini membutuhkan keberanian dengan meninggalkan zona nyaman, menerima ketidaksempurnaan, dan merangkul kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Selam...
PUZZLE - Mencari Jati Diri Yang Hilang
506      390     0     
Fan Fiction
Dazzle Lee Ghayari Rozh lahir dari keluarga Lee Han yang tuntun untuk menjadi fotokopi sang Kakak Danzel Lee Ghayari yang sempurna di segala sisi. Kehidupannya yang gemerlap ternyata membuatnya terjebak dalam lorong yang paling gelap. Pencarian jati diri nya di mulai setelah ia di nyatakan mengidap gangguan mental. Ingin sembuh dan menyembuhkan mereka yang sama. Demi melanjutkan misinya mencari k...
Broken Home
29      27     0     
True Story
Semuanya kacau sesudah perceraian orang tua. Tak ada cinta, kepedulian dan kasih sayang. Mampukah Fiona, Agnes dan Yohan mejalan hidup tanpa sesosok orang tua?
Help Me Help You
1893      1123     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...
Batas Sunyi
1923      870     108     
Romance
"Hargai setiap momen bersama orang yang kita sayangi karena mati itu pasti dan kita gak tahu kapan tepatnya. Soalnya menyesal karena terlambat menyadari sesuatu berharga saat sudah enggak ada itu sangat menyakitkan." - Sabda Raka Handoko. "Tidak apa-apa kalau tidak sehebat orang lain dan menjadi manusia biasa-biasa saja. Masih hidup saja sudah sebuah achievement yang perlu dirayakan setiap har...
Fidelia
2099      911     0     
Fantasy
Bukan meditasi, bukan pula puasa tujuh hari tujuh malam. Diperlukan sesuatu yang sederhana tapi langka untuk bisa melihat mereka, yaitu: sebentuk kecil kejujuran. Mereka bertiga adalah seorang bocah botak tanpa mata, sesosok peri yang memegang buku bersampul bulu di tangannya, dan seorang pria dengan terompet. Awalnya Ashira tak tahu mengapa dia harus bertemu dengan mereka. Banyak kesialan menimp...
Langkah Pulang
428      306     7     
Inspirational
Karina terbiasa menyenangkan semua orangkecuali dirinya sendiri. Terkurung dalam ambisi keluarga dan bayang-bayang masa lalu, ia terjatuh dalam cinta yang salah dan kehilangan arah. Saat semuanya runtuh, ia memilih pergi bukan untuk lari, tapi untuk mencari. Di kota yang asing, dengan hati yang rapuh, Karina menemukan cahaya. Bukan dari orang lain, tapi dari dalam dirinya sendiri. Dan dari Tuh...
FaraDigma
1015      550     1     
Romance
Digma, atlet taekwondo terbaik di sekolah, siap menghadapi segala risiko untuk membalas dendam sahabatnya. Dia rela menjadi korban bully Gery dan gengnya-dicaci maki, dihina, bahkan dipukuli di depan umum-semata-mata untuk mengumpulkan bukti kejahatan mereka. Namun, misi Digma berubah total saat Fara, gadis pemalu yang juga Ketua Patroli Keamanan Sekolah, tiba-tiba membela dia. Kekacauan tak terh...
Senja di Balik Jendela Berembun
18      18     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
122      99     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.